Refleksi
Hari Lingkungan Hidup Sedunia
Anjarwati ; Alumnus School of Environment-Griffith
University, Australia;
Staf BLH Provinsi Jatim
|
JAWA POS, 05 Juni 2015
TANGGAL 5 Juni merupakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day/WED). Kali
pertama WED ditetapkan UNEP (United
Nations Environment Programme), lembaga PBB yang berfokus pada program
lingkungan hidup. WED ditetapkan kali pertama pada 1972 di hari pembukaan
konferensi PBB bertajuk Human
Environment. WED selanjutnya dijadikan sarana oleh PBB untuk memicu
kepedulian dan aksi internasional di bidang lingkungan hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH, sekarang KLHK) juga selalu memperingati Hari Lingkungan Hidup dengan
mengadakan Pekan Lingkungan Hidup Indonesia yang biasanya diisi dengan
pameran, seminar, berbagai perlombaan, dan sebagainya. Pertanyaannya, apakah
yang sudah kita lakukan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup di
bumi ini? Apakah dengan mengikuti berbagai pameran, seminar, ataupun
perlombaan tersebut, kita sudah bisa bermanfaat bagi lingkungan hidup? Mari
bersama-sama kita pahami tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia untuk berbuat
secara nyata bagi lingkungan hidup kita.
Tema Hari Lingkungan Hidup
Sedunia 2015 adalah Seven Billion
Dreams-One Planet-Consume with Care. Melalui tema itu UNEP ingin
mengingatkan masyarakat dunia akan pentingnya membatasi konsumsi demi menjaga
kelestarian sumber daya alam (SDA) dari planet yang bernama bumi.
Akhir-akhir ini, berbagai bukti mengarah pada suatu kesimpulan bahwa penduduk
bumi telah memanfaatkan SDA secara tak terkendali sehingga konsumsi SDA oleh
manusia melebihi kemampuan alam untuk memproduksinya.
Karena itu, tema WED mencoba
mengingatkan penduduk dunia untuk memperhatikan pola hidupnya, pola
konsumsinya. Sebagaimana Mahatma Gandhi pernah berkata bahwa bumi bisa
menyediakan kecukupan bagi kebutuhan hidup setiap manusia, tetapi tidak bagi
keserakahan setiap manusia. .
Kecenderungan manusia untuk mengonsumsi secara berlebih-lebihan bisa jadi
terkait dengan mindset manusia akan
arti kemakmuran (prosperity).
Menjadi makmur mungkin merupakan tujuan setiap manusia. Kemakmuran pada
umumnya diartikan sebagai suatu strata ketika seseorang bisa mencapai kesuksesan
materi dan kesejahteraan serta kekayaan yang melimpah. Dengan demikian, tidak
heran jika kemudian manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya serta menggunakan kekayaannya untuk memuaskan dirinya.
Tidak ada batasan berapa jumlah
rumah, berapa luas tanah, berapa jumlah mobil, ataupun berapa jumlah
perhiasan yang bisa dimiliki setiap orang. Manusia bebas untuk membeli apa
pun yang dia inginkan asalkan mereka memiliki uang. Uang menjadi penentu
berapa jumlah SDA yang dapat mereka beli.
Hingga Bunda Teresa pernah
berkata, ”Pasti ada suatu alasan mengapa sebagian orang bisa hidup layak.
Mereka pasti bekerja untuk bisa mendapatkannya. Saya hanya merasa marah jika
melihat manusia membuang-buang benda yang masih dapat kita gunakan.”
Demikianlah, seseorang memang
bebas untuk membeli apa pun yang dikehendaki. Namun, hendaknya dia juga
menyadari bahwa SDA ini bukanlah milik pribadi. Bukan milik orang-orang yang
memiliki uang saja. SDA ini milik bersama, yang disediakan Tuhan untuk seluruh
umat manusia.
Menyadari pentingnya mindset
tentang arti dari kemakmuran, pada 2007 Ziauddin Sardar mengemukakan
pendapatnya tentang definisi kemakmuran dalam seminar internasional bertajuk Visions of Prosperity (Visi-Visi
Kemakmuran). Dia berpendapat bahwa kehidupan yang baik dari manusia yang baik
hanya dapat diwujudkan di dalam masyarakat yang baik pula. Karena itu,
kemakmuran hanya akan dapat diwujudkan jika di dalamnya memuat kewajiban dan
tanggung jawab kepada manusia lain, dan tentunya juga kepada seluruh alam
serta dunia sosial.
Dengan kata lain, seseorang
tidak bisa makmur sendirian. Seorang hanya bisa makmur jika masyarakat di
sekitarnya juga makmur. Dengan demikian, dia juga mempunyai tanggung jawab
moral untuk memakmurkan manusia lain di sekitarnya serta berbuat baik kepada
lingkungan hidupnya.
Lalu apa yang harus dilakukan
untuk menjamin bahwa generasi mendatang juga akan mendapatkan kemakmuran
sebagaimana yang dapat dinikmati generasi saat ini? Goodland (1995) mengungkapkan bahwa untuk mencapai lingkungan
yang berkelanjutan, manusia harus terbiasa hidup dengan keterbatasan biofisik
lingkungan. Sebab, harus ada keseimbangan antara jumlah natural capital yang
diproduksi dengan yang dikonsumsi.
Karena itu, manusia tidak
seharusnya menggunakan natural capital melebihi jumlah yang bisa diproduksi
alam. Karena itu, natural capital harus cukup untuk semua generasi di muka
bumi sehingga manusia tidak seharusnya menggunakan SDA tanpa memperhatikan
kebutuhan dari generasi di masa mendatang.
Mencermati hal tersebut di
atas, sangatlah mendesak bagi kita semua, para penghuni planet bumi,
melaksanakan pesan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tersebut. Kepada yang
cenderung berperilaku konsumtif, mari ubah pola hidup kita, mari bergaya
hidup sederhana. Sebab, dengan bergaya hidup sederhana, kita bisa menghemat
penggunaan SDA dan kita menjadi lebih bisa berbagi kepada mereka yang membutuhkan.
Mari raih kemakmuran bersama, kemakmuran kita, kemakmuran masyarakat di
sekitar kita, dan kemakmuran generasi sesudah kita.
Selamat memperingati Hari
Lingkungan Hidup Sedunia. Salam
lestari! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar