Pijar-Pijar
Gagasan Soekarno
Faisal Ismail ; Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta
|
MEDIA INDONESIA, 30 Mei 2015
PADA sidang Badan Penyelidik Usaha Per siapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 1 Juni 1945, Soekarno (19011970) mengajukan
Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila gagasan Soekarno terdiri atas
kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau
demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Alasan soekarno menempatkan
nasionalisme sebagai sila pertama ialah rakyat bukan hanya satu kesatuan
(satu bangsa), melainkan juga satu kesatuan antara rakyat dan tanah airnya.
Tentu saja bukan suatu hal yang kebetulan
apabila Soekarno menempatkan nasionalisme sebagai sila pertama dalam gagasan
Pancasilanya. Soekarno melakukan hal itu secara sadar dengan maksud agar
nasionalisme menjadi tulang punggung kesatuan dan integritas Indonesia.
Prinsip internasionalisme dan humanitarianisme diletakkan Soekarno sebagai
sila kedua dalam konteks hubungan persahabatan dengan semua bangsa di dunia.
Hal itu dia istilahkan dengan internasionalisme.
Dia menekankan hal itu atas dasar kenyataan
bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari komunitas internasional. Itulah
sebabnya, Soekarno menyamakan internasionalisme dengan humanitarianisme.
Soekarno menolak segala bentuk nasionalisme chauvinistik dan eksklusivisme
sempit yang muncul dari arogansi kesukubangsaan semata, sebagaimana klaim
bangsa Jerman tentang Deutschland uber alles yang mendorong mereka mengampanyekan
antisemitisme di Eropa semasa Perang Dunia II.
Dalam mengelaborasi gagasan nasionalisme dan
humanitarianismenya, Soekarno mengakui bahwa dalam batas tertentu dia
terpengaruh oleh Adolf Baars (seorang pemikir sosialis Belanda) dan Dr Sun
Yat Sen (seorang pendiri Tiongkok). Soekarno juga membaca karya Sun Yat Sen,
berjudul San Min Chi I (Tiga
Prinsip-Prinsip Rakyat), yang mengajarkan tiga prinsip yang terdiri atas
mintsu, min chuan, dan min sheng (nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme).
Karya tersebut membangunkan kesadaran Soekarno tentang arti penting
nasionalisme yang lebih terbuka dan universal. Filsafat Mahatma Gandhi,
sebagaimana dikutip oleh Soekarno, “Bagi
saya, cinta saya pada negara ini merupakan bagian dari cinta saya pada umat
manusia. Saya menjadi seorang patriot karena saya ialah manusia dan bertindak
sebagai manusia. Saya tidak mengucilkan siapa pun,“ juga mempunyai andil
besar dalam pembentukan pilar kesadaran Soekarno tentang gagasan nasionalisme
dan humanitarianisme.
Dengan menempatkan prinsip demokrasi sebagai
sila ketiga dalam gagasan Pancasilanya, Soekarno ingin memperlihatkan
kemerdekaan Indonesia dimaksudkan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dia
menegaskan, “Kita akan membangun sebuah
negara bagi semuanya, ... tidak hanya untuk golongan tertentu, tidak juga
untuk para aristokrat atau orang kaya.“ Dia kemudian menambahkan, “Kita
akan membangun sebuah negara yang didukung kita semua. Semua untuk semua.
Tidak untuk kelompok Kristen, tidak untuk kelompok Muslim, ... tetapi sebuah
negara untuk semua bangsa Indonesia.“
Berdasarkan itu, Jelas bahwa persatuan dan
demokrasi merupakan tema pokok pemikiran politik Soekarno. Dia juga
menegaskan dengan penuh keyakinan, “Saya
percaya bahwa kondisi vital bagi kekuatan negara Indonesia terletak pada permusyawaratan
dan perwakilan.“ Karena itu, Soekarno percaya pada demokrasi. Itu
berarti, dalam pemikiran politiknya, dia menolak semua bentuk
kediktatoran.Misalnya, dia tidak menggagas sistem lama seperti otokrasi,
oligarki, monarki, dan yang menurutnya tidak sejalan dengan kemerdekaan
Indonesia modern. Pendeknya, Soekarno percaya bahwa sistem yang demokratis
harus dibangun dan didasarkan pada kedaulatan rakyat.
Adapun tentang prinsip kesejahteraan rakyat
yang dia tempatkan sebagai sila keempat dalam gagasan Pancasilanya, Soekarno
bertekad “harus tidak ada kemiskinan
dalam kemerdekaan Indonesia.“ Pernyataan itu menunjukkan perhatian serius
Soekarno terhadap kesejahteraan sosial seluruh rakyat, karena kondisi sosial,
ekonomi, dan pendidikan mereka sangat buruk di bawah ketidakadilan dan
penindasan kaum penjajah.
Soekarno tampaknya yakin kemerdekaan Indonesia
tidak hanya berarti bebas dari kekuasaan asing dan penindasan pemerintahan
kolonial, tetapi juga bebas dari kemiskinan dengan mengupayakan kemakmuran.
Sila kelima (ketuhanan) diformulasi Soekarno atas dasar kenyataan bahwa
masyarakat Indonesia ialah masyarakat yang religius, apa pun agama yang
mereka anut. Prinsip itu tampaknya dimaksudkan Soekarno sebagai pengakuan
terhadap eksistensi semua agama yang ada. Dalam perspektif teologis Soekarno,
semua penganut agama bisa bertoleransi dan bekerja sama untuk membangun
Indonesia merdeka.
Tiga arus utama
Dr Alfian berpendapat ada tiga arus utama
pemikiran yang memengaruhi gagasan Soekarno. Pertama, mazhab pemikiran yang
berasal dari nilai-nilai fundamental budaya bangsanya, khususnya budaya Jawa.
Kedua, kecenderungan pemikiran yang dikembangkan pemikir-pemikir sosialis
Barat, termasuk Karl Marx (1818-1883). Ketiga, aliran pemikiran yang
diformulasi para pemikir modernisme Islam, seperti Muhammad Abduh dan Jamal
al Din al Afghani.
Soekarno percaya bahwa ketiga arus pemikiran
itu mempunyai kekuatan masing-masing yang dapat menjadi sebuah gelombang
pasang kekuatan sosio-politik jika disatukan dalam perjuangan melawan kolonialisme.
Kepercayaan itu tecermin dari kata-katanya, “tidak ada yang dapat mencegah kelompok nasionalis untuk bekerja sama
dengan kalangan Muslim dan Marxis“ dan “tidak ada hambatan fundamental untuk
mengadakan persahabatan antara kelompok Muslim dan Marxis.“
Hasil sintesis gagasan-gagasannya dapat
dilihat, misalnya, dalam artikel panjangnya yang berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.
Dalam artikel itu, Soekarno menegaskan, “ketiga
arus pemikiran ini dapat bekerja sama untuk menjadi satu, berkekuatan
dahsyat, dan sangat menarik“ karena “hanya
dengan kesatuan inilah yang akan mengantarkan kita untuk mewujudkan cita-cita
kita, sebuah kemerdekaan Indonesia.“ Jadi, gagasan tentang persatuan
merupakan salah satu tema utama pemikiran politik Soekarno. Dia pun yakin
bahwa hanya dengan persatuan nasional, cita-cita kemerdekaan Indonesia dapat
dicapai. Pembelaannya terhadap persatuan ditunjukkan dengan pernyataannya, “Saya bukan seorang komunis, saya tidak
memihak yang mana pun! Saya hanya memihak pada persatuan--Persatuan
Indonesia--dan persahabatan di antara semua gerakan-gerakan kita yang
berbeda.“
Panitia Sembilan (Panitia Kecil)
memformulasikan kembali Pancasila gagasan Soekarno sehingga rumusannya
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Rumusan baku dan resmi Pancasila itu tercantum dalam Pembukaan UUD
1945. Pancasila harus terus memijar dan menjadi perekat kesatuan dan penguat
integritas bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar