Kamis, 04 Juni 2015

Pembangunan Infrastruktur Gas

Pembangunan Infrastruktur Gas

Marwan Batubara  ;   Direktur Eksekutif IRESS
KOMPAS, 04 Juni 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Menteri ESDM Sudirman Said awal Maret 2015 mengatakan, salah satu penghambat pemanfaatan gas bumi di Indonesia adalah belum terbangunnya infrastruktur gas secara menyeluruh.

"Gas ini masa depan kita yang harus dikerjakan secara serius. Namun, puzzle-nya belum utuh, ada titik-titik yang belum terkoneksi. Ini tugas kami di Kementerian ESDM untuk membuat blue print keseluruhan supaya infrastruktur, mulai dari transmisi, distribusi, sampai dengan retail bisa tersambung," kata Sudirman.

Pembangunan dan penyediaan infrastruktur gas bumi sejatinya mengacu Pasal 33 UUD 1945 karena gas bumi sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu, pembangunan infrastruktur dan tata niaga gas bumi harus dilakukan BUMN dan tidak boleh diliberalisasi. Pemerintah pun harus memperbaiki kebijakan dan peraturan yang ada.  

Regulasi yang memayungi persoalan infrastruktur gas bumi telah terlanjur liberal. Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 sebagai turunan UU Migas No 22/2001 telah membuka pintu penerapan kebijakan open acces dan unbundling dalam industri gas nasional. Alhasil, lahirlah banyak trader gas bumi, yang menjadi pedagang gas tanpa memiliki pipa-pipa gas memadai. Sebagian besar tradercenderung tidak berniat membangun pipa karena membutuhkan investasi besar, sementara pemerintah pun tidak secara tegas mewajibkan.

Dengan kondisi seperti ini, pengembangan infrastruktur gas bumi akan terus terhambat atau stagnan. Jaringan pipa distribusi terpencar-pencar dan jaringan pipa transmisi antarwilayah tak terhubung. Pembangunannya hanya terpusat di Jawa dan Sumatera. Padahal, infrastruktur tersebut bisa dibangun menjangkau seluruh wilayah jika predikat monopoli alami diberikan kepada BUMN dalam usaha gas bumi, khususnya di sektor hilir.

Monopoli alami

Monopoli alami adalah monopoli dalam suatu industri yang menghasilkan produksi barang/jasa paling efisien dan efektif jika penyediaan terkonsentrasi pada sebuah perusahaan dibandingkan dengan terbuka oleh banyak perusahaan. Monopoli alami umumnya terjadi pada sektor utilitas publik (public utilities, misalnya sektor-sektor listrik dan gas) yang membutuhkan investasi besar, menciptakan skala ekonomi tinggi karena besarnya ukuran pasar, dan tercipta halangan tinggi bagi pendatang baru. Ternyata, meskipun telah diamanatkan konstitusi, Indonesia justru tidak memberikan hak monopoli alami kepada BUMN migasnya.

Pola monopoli alami pada sektor gas bumi bukanlah tabu dan hanya terjadi di negara berkembang, tetapi justru telah diterapkan di negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Italia. Tujuannya membangun jaringan infrastruktur seluas mungkin. Jika diliberalisasi terlalu dini, jaringan tak terbangun dan akan muncul para broker yang enggan membangun jaringan. Liberalisasi industri gas melalui polaopen access dan unbundling di negara maju hanya dilakukan setelah infrastruktur tersedia secara penuh atau matang, sebagai pilihan mengefisiensikan industri gas.

Di AS, industri gas bumi dikembangkan sejak 1800-an. Infrastruktur gas bumi dibangun secara masif oleh perusahaan negara yang memegang hak monopoli alami. Proses pematangan infrastruktur gas berlangsung hampir 100 tahun! Pembukaan pasar dan deregulasi dilakukan bertahap sesuai Natural Gas Policy Act 1970. Deregulasi terealisasi sekitar 20 tahun kemudian dengan penerbitan FERC 636 mengenai kewajiban unbundling pada 1992. Hal ini pun dilakukan dengan tujuan khusus yaitu penyelesaian krisis gas dan penciptaan efisiensi industri.

Inggris pun mengembangkan jaringan pipa transmisi gas bumi melalui National Grid Plc yang memegang hak monopoli alami. Perusahaan milik negara ini membangun sebagian besar jaringan pipa transmisi pada 1970-1980 melalui bendera British Gas sebelum menjadi perusahaan publik bernama National Grid Plc pada 1992. Sampai sekarang dengan hak monopoli alami sektor pipa gas bumi yang dimiliki, National Grid Plc telah mampu membangun pipa gas bumi sepanjang 132.000 km.

Monopoli BUMN

Saat ini kematangan jaringan pipa gas bumi Indonesia hanya sekitar 20 persen dari kondisi yang direncanakan. Panjang pipa transmisi dan distribusi yang terbangun hanya sekitar 11.782 km. Guna mencapai kondisi jaringan ideal sekitar 58.000 km sesuai kebutuhan konsumen, Indonesia perlu membangun pipa transmisi 4 kali lipat dan pipa distribusi 10 kali lipat sepanjang 46.000 km. 
Berdasarkan pengalaman banyak negara, sangat mendesak bagi Indonesia segera menghentikan liberalisasi sektor usaha hilir gas bumi serta memberikan hak monopoli alami kepada BUMN, yakni Pertamina dan PGN.

Sejalan penghentian liberalisasi guna mencapai target pembangunan sarana gas yang mendesak, kedua BUMN harus secara integratif dan sinergis menjalankan tiga fungsi utama industri gas nasional dalam satu paket usaha. Ketiga fungsi bisnis yang tak boleh dipisahkan itu adalah jaminan ketersediaan pasokan, pengembangan konsumen, dan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur tak akan terbangun jika BUMN tak memperoleh pasokan gas. Gas yang dialokasikan tak akan termanfaatkan jika konsumen tak tumbuh. Sementara konsumen tak akan berkembang jika infrastruktur tak dibangun.

BUMN pemegang hak monopoli alami harus pula berperan sebagai lembaga penyangga atau agregator gas (AG) nasional yang mengumpulkan seluruh pasokan gas dari berbagai sumber untuk dijual secara seragam pada konsumen. Besarnya harga jual haruslah ditetapkan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan secara harmonis dan adil kepentingan bisnis produsen gas di hulu serta keberlanjutan usaha AG di tengah dan kemampuan konsumen di hilir. Guna mengamankan kepentingan para pihak terkait, termasuk menjamin penyediaan standar pelayanan minimum pada harga optimal, pemerintah perlu juga membentuk Komisi Utilitas yang berasal dari kalangan independen.

Guna membangun pipa-pipa gas transmisi dan distribusi sekitar 46.000 km perlu anggaran sekitar 40 miliar dollar AS (Booz & Co, 2013). Sumber dana dapat berasal dari APBN, Pertamina, PGN, dan swasta. Karena telah go public, PGN dapat saja menerima dukungan APBN sepanjang dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal negara (PNM) sehingga pemegang saham publik ikut menambah modal atau terdilusi guna meningkatkan saham pemerintah di PGN. 
Keterlibatan BUMD dan swasta membangun sarana gas nasional harus dibatasi hanya melalui kerja sama bisnis dengan BUMN, tanpa  berjalan sendiri dan terpisah seperti yang berlaku sekarang.

Pemanfaatan gas sebagai energi dan bahan baku terus meningkat dan membutuhkan  infrastruktur yang perlu segera dibangun secara masif dan berkelanjutan. Pembangunan akan berhasil optimal jika dilakukan oleh Pertamina dan PGN sebagai pemegang monopoli alami dan sekaligus sebagai AG nasional. Dalam kondisi jaringan pipa yang masih sangat terbatas saat ini, peran BUMD dan swasta perlu dikendalikan dan diatur hanya sebagai mitra BUMN. Menteri ESDM yang telah mencanangkan penetapan peta jalan dan cetak biru infrastruktur gas nasional perlu segera memperbaiki peraturan yang telanjur liberal agar konsisten dengan konstitusi, di mana pemegang utama hak pengelolaan industri gas adalah BUMN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar