Bung
Karno
Trias Kuncahyono ; Penulis kolom “Kredensial” Kompas Minggu
|
KOMPAS, 07 Juni 2015
Kafe Insomnia, suatu
hari di tahun 2011. Kafe yang berdiri di sisi perempatan Jalan Strahinjica
Bana 66a, Beograd, Serbia, itu tidak besar. Gedung kafe ini berlantai dua. Di
lantai bawah, ada sekitar 20 kursi, demikian juga di lantai atas. Namun, di
ruang kecil itu, nama besar Bung Karno bergaung begitu keras.
”Ah, Anda dari Indonesia,” ujar Miroslavic begitu ramah. Lelaki
kelahiran tahun 1942 yang pernah memiliki percetakan kertas undangan dan
tanggalan itu lalu dengan lancar bercerita tentang Soekarno.
”Coba di zaman sekarang ini muncul kombinasi pemimpin seperti
(Josip Broz) Tito, Soekarno, (Gamal Abdul) Nasser, (Jawaharlal) Nehru, dan
siapa lagi itu yang dari Ghana, saya lupa, pasti hebat sekali.”
”Saya masih ingat saat Soekarno mengunjungi Beograd. Saya masih
kecil. Soekarno sahabat Tito. Waktu itu, kami berdiri di pinggir jalan sambil
melambai-lambaikan bendera kedua negara. Keduanya hebat,” tuturnya lebih
lanjut.
Perjumpaan secara tak
sengaja dengan Miroslavic itu semakin meyakinkan bahwa Bung Karno benar-benar
tokoh besar. Ia pemimpin yang kebesarannya diakui tidak hanya oleh bangsanya
sendiri, tetapi juga oleh bangsa lain.
Ia pemimpin yang
memiliki visi tentang bangsanya; tentang persatuan dan kesatuan bangsa;
tentang dasar negara; tentang cita-cita sebuah bangsa (gantungkan cita-citamu
setinggi langit). Bung Karno gandrung akan persatuan dan kesatuan bangsa.
Karena itu, ia selalu menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, dalam keadaan
apa pun juga. Hal ini tercermin dari rumusan-rumusan konstitusi kita, dengan
Bung Karno adalah salah satu founding
father negara ini. Bersama Bung Hatta, Bung Karno adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia.
Salahuddin Wahid
menulis Bung Karno adalah seorang pemikir hebat, pengetahuan dan wawasannya
luas, penulis dan orator ulung yang mampu menjelaskan sesuatu yang berat dan
rumit dalam tulisan dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti (Kompas, 29 Agustus 2000). Bila
berbicara, Soekarno selalu memukau dan belum ada tandingannya hingga kini.
Kepribadiannya menarik dan kharismatik.
Bung Karno adalah
seorang pemimpin ideal. Bung Karno tidak gila harta. Relatif tidak ada harta
dalam jumlah berarti yang ditinggalkannya. ”Soekarno memang tokoh besar. Anda, saudara-saudara kami dari
Indonesia, harus bangga memiliki tokoh sebesar dan sehebat Soekarno, sama
seperti kami memiliki tokoh besar Tito,” ujar Ljubodrag Dimic dari
Universitas Beograd.
Tak ragu, karenanya,
kalau mengatakan Bung Karno adalah pahlawan besar negeri ini. Simon Sebag
Montefiore dalam Heroes, History's
Greatest Men and Women (2009) menulis, kebajikan (virtue) pahlawan adalah keberanian, toleransi, dan sifat sepi ing
pamrih, tidak mementingkan diri sendiri. Kepahlawanan menyangkut keinginan
untuk mengambil risiko, baik untuk melindungi orang yang lemah maupun untuk
mempertahankan kebebasan. Seorang pahlawan melakukan sesuatu lebih dari panggilan
tugasnya. Ia memberikan seluruh hidupnya demi kebahagiaan orang lain dan
mengorbankan kebahagiaannya sendiri.
Simon Sebag Montefiore
benar. Bung Karno memenuhi persyaratan itu meskipun Simon tidak memasukkan
Bung Karno dalam daftar pahlawan di bukunya. Namun, yang lebih penting bagi
bangsa Indonesia adalah ingat Bung Karno, berarti ingat akan semangatnya.
Semangat untuk mempertahankan keutuhan seluruh wilayah tumpah darah
Indonesia; Indonesia yang beragam baik suku, agama, budaya, etnik, maupun bahasa;
Indonesia yang plural.
Masih adakah semangat
seperti itu? Bagaimana mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa di
zaman yang semakin kompleks dan disesaki bahkan dipenuhi oleh pelbagai
kepentingan kelompok, golongan, dan partai yang saling bertabrakan ini?
Itulah pertanyaannya sekarang.
Bung, apa jawabanmu? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar