Antisipasi
MERS
Tjandra Yoga Aditama ; Anggota
Emergency Committee on MERS CoV;
Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan
|
KOMPAS,
11 Juni 2015
Perkembangan Middle
East Respiratory Syndrome Corona Virus di Korea Selatan mendapat banyak
perhatian dunia dan perlu kita pikirkan pula.
Bermula dari hanya satu orang yang sakit sesudah kembali dari Timur
Tengah, yang disebut kasus indeks,
kini MERS di Korea Selatan sudah menjangkit 50 orang. Jumlah yang meninggal
terus bertambah. Dampak lain, lebih dari 1.000 sekolah diliburkan, ribuan
orang dikarantina dalam berbagai tingkat (termasuk prajurit Korea), dan lebih
dari 7.000 turis membatalkan kunjungan. Panik sudah terjadi dan belum dapat
dikendalikan. Untuk kita di Indonesia, beberapa hal perlu jadi perhatian
penting dalam hari-hari ini: tentang MERS CoV di Arab Saudi dan Korea Selatan
serta tindakan pencegahan dan pengetahuan tentang penyakit ini.
Umrah Ramadhan
Walaupun berita kejadian yang diramaikan kini ada di Korea
Selatan, kasus pertama tertular dari perjalanan di Jazirah Arab: Qatar,
Bahrain, UAE, dan Arab Saudi. Memang lebih dari 80 persen kasus MERS dunia
ada di Arab Saudi dan sumber penularan di sana masih terus ada, yang antara
lain ditunjukkan dengan kasus orang Korea ini.
Beberapa hari lagi kita akan memasuki Ramadhan. Akan ada
sejumlah besar orang Indonesia yang menjalankan ibadah umrah. Kita perlu
waspada. Kejadian di Korea Selatan menjadi semacam alarm bagi kita bahwa MERS
CoV masih merupakan masalah kesehatan penting di Arab Saudi dan kemungkinan
penularan masih ada. Harus kita persiapkan pencegahannya.
Data menunjukkan bahwa sekitar 60 persen kasus MERS
terjadi pada mereka yang sudah punya penyakit kronik: sakit jantung,
paru-paru, ginjal, kencing manis, hipertensi, dan lain-lain. Mumpung masih ada beberapa hari lagi, sangat
dianjurkan agar calon jemaah umrah Ramadhan sekarang ini memeriksakan diri ke
dokter di Tanah Air untuk mengecek penyakitnya, menanganinya, dan membawa
obat jika diperlukan. Juga mengingatkan kembali agar selama di Tanah Suci
jangan kontak dengan unta karena ada dugaan bahwa unta jadi penular MERS CoV
ini. Unta di kebun binatang Seoul pun tengah diperiksa ke arah kemungkinan
MERS CoV. Jemaah umrah juga jangan minum susu unta mentah selama di Arab
Saudi.
Kasus pertama di Korea terjadi pada laki-laki 68 tahun.
Sehabis berkunjung di Timur Tengah, ia mendarat di Bandara Seoul pada 4 Mei
2015 tanpa gejala apa-apa. Baru ada keluhan (batuk dan demam) pada 11 Mei.
Artinya, seseorang bisa saja sakit MERS CoV dan awalnya tanpa keluhan. Karena
tanpa keluhan, tidak akan terdeteksi di bandara. Jadi, pemeriksaan di
bandara-yang memang amat penting-tak sepenuhnya menjamin dapat membendung
MERS CoV masuk ke suatu negara.
Pasien pertama Korea
Selatan yang sudah mulai batuk pada 11 Mei ini baru diperiksa ke Laboratorium
MERS CoV pada 19 Mei (delapan hari kemudian) dan dipastikan sakit MERS CoV
pada 20 Mei 2015. Petugas kesehatan di
sana belum sepenuhnya waspada? sehingga setelah delapan hari sakit, baru
diperiksa ke arah MERS CoV. Mungkin sebelumnya dianggap infeksi saluran napas
lain karena tak ada gejala khas untuk MERS CoV.
Kurun 11-19 Mei 2015 pasien pertama ini sudah berobat ke
dua klinik dan dua rumah sakit. Selama berobat itu dia menulari puluhan orang
lain dan kini jadi masalah kesehatan nasional di Korea. Kalau saja diketahui lebih awal,
kemungkinan penularan dapat dikurangi, tak perlu selama delapan hari pergi ke
beberapa klinik dan rumah sakit serta menulari puluhan orang. Memang pada sebagian kasus mungkin
saja-walaupun belum ada gejala-pasien MERS CoV diduga sudah dapat menularkan
penyakit.
Untuk itu, semua yang baru pulang dari negara terjangkit
MERS, baik dari umrah ke Arab Saudi maupun jalan-jalan ke Korea Selatan,
harus tetap waspada selama 14 hari sesudah sampai ke Tanah Air. Sebab, masa
inkubasi MERS CoV sekitar tujuh hari. Kita perlu hati-hati kalau dalam dua
kali masa inkubasi ada keluhan batuk, demam, dan gangguan saluran napas
lainnya. Kalau memang ada, segeralah ke dokter dan ceritakan bahwa kita baru
kembali dari negara yang ada kasus MERS-nya. Dokter lalu akan memeriksa
apakah gangguan saluran napas itu akibat penyakit infeksi biasa atau mungkin
karena MERS supaya jangan terlambat.
Penularan di rumah sakit
Seorang dokter yang tertular MERS CoV, ketika di rumah
sakit menangani pasien di Korea Selatan, pergi menghadiri suatu pertemuan
simposium di Seoul yang dihadiri lebih dari 1.500 orang. Pemerintah setempat
khawatir ada yang tertular sehingga meminta 1.565 orang itu diam di rumah
masing-masing dan melapor apabila ada keluhan pernapasan. Kasus di Korea
Selatan terjadi akibat penularan di rumah sakit. Yang tertular meliputi keluarga yang mengurus pasien, dokter,
petugas kesehatan yang merawat, pasien lain, dan pengunjung di klinik/rumah
sakit yang merawat kasus indeks atau kasus awal itu. Artinya,
masalah MERS CoV di Korea Selatan sekarang ini terutama karena terjadi
penularan di klinik dan rumah sakit. Hal serupa pernah terjadi di Arab Saudi
pada April dan Mei 2014 ketika pengendalian infeksi yang suboptimal di rumah
sakit ternyata dapat menimbulkan peningkatan kasus yang cukup besar.
Hal ini tentu perlu dapat perhatian penting, apalagi
dengan semakin banyaknya dokter dan
petugas kesehatan yang tertular MERS CoV di Korea sekarang ini. Kalau saja
sampai dokter/petugas kesehatan takut tertular, tentu akan menimbulkan
masalah baru yang lebih serius lagi.
WHO sudah menyampaikan beberapa hal penting bagi pengendalian infeksi
di ru- mah sakit dalam menangani pasien MERS.
Pertama, perlindungan petugas kesehatan terhadap bercak
dahak yang dibatukkan pasien. Kalau memang menangani pasien diduga MERS CoV,
petugas harus melindungi diri apabila kontak dengan pasien, antara lain
dengan pakaian khusus yang sering disebut "baju astronaut". Juga
harus ada pelindung mata. Kalau menangani pasien dengan prosedur aerosol,
harus diwaspadai pengawasan airborne. Yang juga harus diperhatikan adalah
bagaimana membersihkan baju, seprai, handuk, dan jenis kain lain yang
digunakan sewaktu prosedur pengobatan. Perhatikan pula pengolahan limbah
sesuai dengan prosedur ketat yang ada.
Semua petugas kesehatan harus meningkatkan kewaspadaan pengendalian
infeksi apabila menemui pasien dengan keluhan pernapasan yang baru kembali
dari daerah yang sedang ada kasus MERS CoV.
Penularan berkelanjutan
Yang cukup mengkhawatirkan dari kejadian MERS CoV di Korea
Selatan adalah karena sudah terjadi penularan generasi ketiga. Ada kasus indeks, kasus pertama di Korea
Selatan yang tertular MERS CoV dari kunjungannya ke Timur Tengah. Lalu,
kelompok kedua berupa puluhan kasus
yang tertular dari kasus pertama tersebut (hal ini menunjukkan ada penularan
langsung). Dan, yang mengkhawatirkan adalah sudah ada orang (kita sebut
kelompok/generasi ketiga) yang tertular MERS dari kelompok kedua.
Mudahnya, kalau pasien pertama di sebut pasien A (kasus
indeks), lalu menulari pasien kelompok B (bisa puluhan orang seperti di
Korea), B lalu menulari lagi pasien C, inilah generasi ketiga. Kalau pasien C
lalu menulari lagi ke pasien D (atau pasien C semakin banyak, sekarang sudah
tujuh orang di Korea) dan ada penularan luas di masyarakat, itulah salah satu indikator ada tidaknya Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC). Sejauh ini di
dunia memang belum pernah ada penularan luas MERS CoV.? Perkembangan di Korea
Selatan sedang diamati ketat untuk menilai ada-tidaknya pola baru penularan.
Istilah PHEIC tercantum dalam International Health
Regulation (IHR) dan ditentukan oleh Dirjen WHO berdasarkan analisis suatu
badan yang disebut Emergency Commite, terdiri dari 17 pakar dunia (saya salah
seorang anggotanya). Komite ini akan menganalisis dan memberi rekomendasi
kepada Dirjen WHO menentukan sikap dunia menghadapi MERS CoV di Korea Selatan
sekarang ini dan menilai ada-tidaknya potensi pandemi dunia akibat MERS CoV.
Sesuai dengan namanya, MERS CoV disebabkan virus korona, suatu virus yang
pada 2003 menimbulkan penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang
menghebohkan dunia. SARS bermula dari Tiongkok, menyebar luas ke berbagai
negara, termasuk Singapura, tetapi tidak sampai ke Indonesia.
Virus korona penyebab MERS memang sedikit berbeda dari
virus korona penyebab SARS. Dari data yang kini ada, MERS CoV lebih mematikan
daripada SARS. Angka kematian MERS hampir 40 persen, sementara SARS di bawah
20 persen, tetapi SARS jauh lebih mudah menular daripada MERS. Situasi ini
tentu bukan tak mungkin akan berubah dan sedang terus dipantau para ahli.
Kejadian di Korea Selatan menunjukkan satu kasus MERS
ternyata sudah menulari puluhan orang. Ini
bisa jadi semacam petunjuk untuk kita waspada karena penularannya
sudah hampir menyerupai kasus lain seperti SARS (pernah satu kasus SARS
menulari puluhan orang dan disebut super spreader). Untuk ini memang perlu
pengamatan lebih lanjut.
Sehubungan dengan luasnya penularan MERS CoV di Korea
Selatan sekarang, ada yang mulai berpikir tentang kemungkinan tertular dari lingkungan rumah sakit. Cara
penularan seperti ini cukup sering ditemui pada waktu SARS dulu: seorang
pasien SARS memegang gagang pintu, lalu ada pengunjung lain yang kebetulan
memegang gagang pintu yang sama itu kemudian tertular SARS. Apakah pola
seperti ini juga terjadi pada MERS CoV tentu perlu penelitian dan pembuktian
lebih terperinci. Data baru sehubungan hal ini adalah bahwa yang tertular bukan hanya pasien yang
dirawat dalam satu kamar bersama kasus indeks, tapi juga pasien yang dirawat
di kamar lainnya.
Anjuran kepada publik
Sampai saat ini belum ada pembatasan bepergian ke Korea
Selatan, Arab Saudi, atau 20-an negara lain yang ada kasus MERS CoV-nya.
Setiap orang saat ini masih dapat bepergian ke negara-negara itu, tentu
dengan pengetahuan dan kewaspadaan yang memadai. Ada lima anjuran bagi
masyarakat kita yang akan bepergian ke Korea Selatan atau Arab Saudi sekarang ini. Pertama, selalu rajin cuci tangan pakai sabun karena
sudah terbukti kegiatan ini menurunkan penularan MERS CoV. Kedua, karena MERS CoV lebih banyak terjadi pada mereka
yang ada sakit kronik sebelumnya (paru-paru, jantung, hipertensi, diabetes),
kalau memang ada penyakit itu, sebelum berangkat ke Korea Selatan atau Arab
Saudi perlu diperiksa dulu oleh dokter di Tanah Air. Cek keadaannya dan bawa
obatnya.
Ketiga, selama di Korea Selatan dan Arab Saudi sedapat
mungkin batasi kontak dengan mereka yang ada gangguan pernapasan dan batasi
kunjungan ke klinik/rumah sakit yang menangani MERS CoV di sana. Keempat,
kalau selama di luar negeri dan 14 hari sesudah kembali ke Indonesia
ada keluhan batuk pilek panas dan keluhan pernapasan lain, segera menghubungi
petugas kesehatan dan sampaikan riwayat kunjungan ke Korea Selatan atau ke
Arab Saudi atau negara terjangkit MERS lainnya. Anjuran kelima, selalu ikuti perkembangan keadaan MERS CoV
di negara yang akan kita kunjungi dari waktu ke waktu dan kemudian ikuti
rekomendasi yang nanti mungkin akan dikeluarkan.
Sampai 6 Juni 2015 di seluruh dunia? ada 1.179 kasus MERS CoV: 66 persen pria, umur
rata-rata 49 tahun (9 bulan sampai dengan 99 tahun), dan 442 orang di
antaranya meninggal. Sejauh ini untuk MERS CoV tidak terjadi penularan luas
di masyarakat. MERS CoV sudah ada sejak 2012. Artinya, sudah melewati tiga
kali musim haji dan selama ini tak pernah ada laporan berarti tentang jemaah
haji yang tertular ketika Arab Saudi sedang didatangi jutaan orang jemaah.
Karena itu, kita tak perlu panik berlebihan, tetapi tentu tetap harus
waspada, berhati-hati, dan selalu menjaga pola hidup sehat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar