Mutiara
Tessy
EH Kartanegara ; Wartawan Tempo
|
KORAN TEMPO, 11 Mei 2015
"Putusan hakim
sangat bijaksana," kata Kabul Basuki alias Tessy "Srimulat",
67 tahun, seperti dikutip Koran Tempo (2 Mei). Oleh hakim Pengadilan Negeri
Bekasi, dia dihukum 10 bulan penjara karena penyalahgunaan narkotik (tinggal
dijalani dua bulan lagi).
Mantan bintang
panggung Srimulat itu juga menyatakan terima kasih kepada polisi yang
menangkapnya pada 23 Oktober 2014 saat dia sedang mengisap sabu di rumah
temannya di Bekasi Utara. Alasannya? "Kalau tak tertangkap, kondisi saya
mungkin lebih buruk," kata Tessy.
Pelawak, seperti yang
banyak kita tahu, sering kali menunjukkan kecerdasan yang mengejutkan: ironi,
tragedi diubah jadi komedi, lucu, menghibur, juga bijak. Tak berlebihan jika
banyak pengarang, sastrawan, dan para kritikus mendudukkan mereka di kursi
terhormat sebagai filsuf. Kata-katanya bahkan dinilai sebagai ajaran,
melegenda, dan memercikkan inspirasi bagi banyak orang.
Syahdan, tersebutlah
dua nama yang mengharumkan belantara humor yang sejak dulu dikenal anak-anak
Indonesia. Lewat cerita dari mulut ke mulut, nama Abu Nawas dan Nasrudin jadi
pahlawan humor di kala suka maupun duka.
Tak salah jika Tessy,
yang kondang lewat panggung dagelan Srimulat pada awal 1990-an bersama
Tarzan, Jujuk, Gogon, Doyok, Kadir, Basuki, dan Nunung, sejatinya bukanlah
pelawak. Tapi, apa dan siapa yang tak bisa disulap menjadi lawakan di
panggung Srimulat?
Di luar panggung tak
ada Tessy, melainkan Kabul Basuki, mantan prajurit KKO (Marinir) bertubuh
kekar dengan dandanan macho serta dada dan tangannya digelantungi berbagai
aksesori. Mas Kabul itulah yang keluar dari ruang sidang PN Bekasi, lalu
disambut hangat oleh teman-teman satu almamater Srimulat. Wajahnya tampak
keriput dan pucat, tapi tatapan matanya berbinar. Tak ada lagi sederet cincin
berbatu akik sebesar kelereng yang dulu menghiasi jari-jarinya.
Akik dan perhiasan
telah digantikan mutiara yang berkilau lewat kata-katanya yang tidak asal
njeplak seperti 20 tahun lalu. Bagi Tessy, hukuman itu bukan menjerat,
melainkan justru membebaskan. Sementara ribuan orang masih tersiksa kesakitan
bertahun-tahun terjerat narkotik, dia mampu membebaskan diri dan dengan lega
hati menerima vonis.
Dalam studi filsafat
hukum dan keadilan seperti yang diungkap John Rawls (Theory of Justice, 1971), hukum sejatinya kebajikan ilahi untuk
membebaskan manusia dari rongrongan kejahatan. Itu sebabnya Tuhan menurunkan
ayat-ayat keras dan penuh ancaman dalam kitab suci dengan tujuan agung: agar
di satu sisi manusia jangan berbuat kerusakan di muka bumi dan di sisi lain
melindungi manusia lainnya dari kejahatan para perusak.
Bukan dagelan
seandainya para terpidana narkotik, koruptor, dan para pemilik rekening
gendut berlega hati mengikuti jalan pencerahan Kabul Basuki: berterima kasih
kepada polisi dan hakim yang bijaksana, sebelum semua tindakan merusak itu
terbawa mati? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar