Komoditi
Unggulan yang Merugikan
Agus Pambagio ; Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan
Konsumen
|
DETIKNEWS, 04 Mei 2015
Setiap
negara dipastikan masing-masing mempunyai komoditi unggulan yang laku dijual,
baik di pasar domestik maupun pasar internasional, untuk menambah pundi-pundi
pendapatan di angaran belanja negara. Sebagai komoditi unggulan tentunya
pemerintah harus merawatnya dengan baik supaya komoditi tersebut tetap
unggul. Komoditinya bisa berupa jasa, produk manufaktur, produk pertanian/perikanan/perkebunan,
produk teknologi informasi dan sebagainya.
Sebagai
negara besar, baik secara luas maupun jumlah penduduk, Indonesia seharusnya
mempunyai produk unggulan yang bisa diandalkan sebagai 'pengeduk' devisa demi
pembangunan Indonesia. Kesuburan tanah tidak perlu diragukan lagi, kekayaan
sumber daya alam dan keindahan panoramanya juga tidak perlu dipertanyakan.
Namun mengapa Indonesia terus bertahan sebagai negara berkembang bukan negara
maju? Pertanyaannya, apa nama atau jenis komoditi unggulan Republik Indonesia
tersebut ?
Mulai
garam, gula hingga beras kita masih terus impor untuk memenuhi kebutuhan
pangan 250 juta lebih penduduk. Jadi pangan jelas bukan komoditi unggulan
Indonesia. Apakah produk manufaktur? Tidak juga karena masih lebih dari 60%
lebih komponen industri manufaktur, impor. Jadi manufatur juga bukan komoditi
unggulan. Minyak bumi? Dulu benar komoditi unggulan tetapi sekarang bukan
lagi. Lalu apa komoditi unggulan Indonesia? Ternyata komoditi unggulan
Indonesia namanya.. "izin". Betul sekali lagi namanya
"izin".
Izin Merupakan Komoditi Unggulan
Indonesia
Bagaimana
'izin' bisa menjadi sebuah komoditi unggulan di Indonesia, izin kan tidak
berbentuk? Mari kita ulas lebih jauh dengan ringan dan santai.
Dalam
berbangsa dan bernegara, di manapun kita berada, kita semua pasti akan
bertemu dengan yang namanya "izin". Tanpa "izin" kita
tidak mungkin menikah, melahirkan, bersekolah, mengemudi, bekerja mencari
nafkah, membangun rumah, sampai menggali liang kubur untuk memakamkan kita
kelak. Benar tidak?
Nah di
Indonesia yang namanya "izin" menjadi komoditi terlaris dan paling
dicari melebihi beras yang merupakan komoditi pokok. Akibatnya banyak pihak
bekerjasama dengan aparat Pemerintah, berbisnis "izin" karena
komoditi ini sangat menguntungkan. Sehingga sebuah kebijakan publik bisa
dibatalkan atau dibuat atau diubah sesuai dengan kepentingan pihak yang tidak
mau sebuah "izin" diberlakukan, diubah atau dibatalkan karena
dengan atau tanpa "izin" bisnisnya bisa berkembang.
Kita
ambil contoh Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sesuai peraturan yang berlaku,
jika kita ingin membangun rumah harus mempunyai IMB dari Pemerintah Daerah
(Pemda) setempat sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
dan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Semua
persyaratan dan biaya IMB sudah diatur di beberapa aturan pelaksanaan di
masing-masing daerah, termasuk waktu yang diperlukan untuk pengurusan sebuah
IMB. Namun apa yang terjadi di lapangan? Tanpa ada tambahan biaya siluman yang
disebut pungli (pungutan liar), pemohon sulit memstikan kapan IMB akan di
tangan. Sementara semua kebutuhan pembangunan rumah, seperti semen sudah
dibeli bisa membatu dan menyebabkan kerugian. Sehingga pada akhirnya lebih
murah dan cepat kalau pemohon IMB memberikan pungli pada petugas Pemda
setempat. Dan keluarlah IMB
Begitu
pula dengan Surat Izin Mengemudi (SIM), kalau tidak mau memberi pungli pada
oknum Polantas di Dirlantas POLRI, silahkan mondar mandir untuk ujian SIM
dengan menghabiskan banyak biaya transport, waktu sampai pembelian formulir
tanpa tahu kapan kita lulus. Akhirnya pola pungli kembali diterapkan. Begitu
pula dengan izin trayek angkutan umum. Izin trayek adalah yang paling
berkuasa di transportasi.
Ketiga
contoh diatas merupakan bukti bahwa "izin" adalah sebuah komoditi
utama di Indonesia dan melibatkan angka triliunan rupiah per tahunnya.
Jangan-jangan penerimaan bisnis "izin" melampaui besaran penerimaan
Negara di APBN/P tahun berjalan.
Begitupula
dengan masalah "izin" di sektor penerbangan, seperti izin slot
penerbangan (terutama sebelum jatuhnya Air Asia QZ 8501), izin impor suku
cadang pesawat, kemudian juga izin impor BBM, izin impor beras, izin impor
buah dan sebagainya yang katanya di kuasai oleh mafia. Para pihak yang terlibat
di bisnis mafia komoditi izin beragam. Mulai dari oknum aparat Kementrian
pemberi izin, aparat pemerintah daerah, sampai aparat hukum terlindungi
karena kebijakannya mereka buat sedemikian rupa supaya mereka terlindungi.
Berdasarkan
contoh-contoh diatas terbukti bahwa "izin" merupakan komoditi
terlaris di Indonesia dan dapat membuat para pihak yang terlibat penjualan
"izin" kaya raya tanpa mempunyai kewajiban membayar pajak atas
transaksi punglinya. Lalu apa yang didapat Negara, seperti yang terjadi dengan
komoditi-komoditi lain berupa pajak, cukai, bea masuk/keluar dan sebagainya?
Ya tentu saja tidak ada sama sekali.
Di
tingkat regulator, "izin" sangat erat kaitannya dengan permainan
regulasi dan korupsi. Menghambat "izin" dengan melakukan penerbitan
beberapa kebijakan dapat berakibat pejabat yang mengeluarkan kebijakan
digantii. Jadi daripada ditendang, lebih ikut bermain di "izin".
Kondisi ini yang membuat komoditi "izin" terus berkembang di
Indonesia.
Langkah Menghambat Bisnis Komoditi
"Izin"
Untuk menghindari
"izin" berkembang menjadi komoditi andalan Indonesia hanya ada satu
cara, yaitu semua pemimpin tertinggi di tingkat regulator harus mencegah
supaya "izin" tidak lagi menjadi komoditi di Pemdanya maupun di
Kementeriannya. Caranya? Bongkar susunan manajemen kerajaan bagian pemberian
"izin". Sebar mereka ke beberapa daerah sehingga mereka tidak bisa
berhubungan langsung terkait dengan pemberian "izin". Ganti posisi
mereka dengan orang baru dari bagian lain.
Kebijakan
tersebut diatas sudah diuji coba di salah satu Kementerian yang sejak lama
selalu mendapatkan alokasi dana cukup besar dari APBN/P dan sejauh ini cukup
efektif. Hanya saja banyak mendapat tantangan dari seluruh jajaran di
Kementrian tersebut. Saran saya lanjutkan saja dan terus pantau kinerja
mereka di tempat baru, maupun pejabat yang menggantikannya. "Izin"
salah satu bentuk korupsi berjemaah di Indonesia yang harus diberantas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar