Golf
dan Reformasi
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
|
KORAN SINDO, 01 Mei 2015
Saya mendapat teman
baru yang mengasyikkan dalam bermain golf: Saiful Mujani, dosen FISIP UIN
Jakarta yang lebih dikenal sebagai konsultan politik ternama di Tanah Air.
Dengan modal data
survei, teori, pengalaman serta naluri politiknya yang tajam dan dingin,
bermain golf sambil ngobrol berbagai isu politik menjadi tak terasa capai
menapaki lapangan rumput hijau sekitar 7 km panjangnya. Sebagai pemain pemula
yang baru mulai pegang stik lima bulan lalu, kemajuannya sangat mengesankan
karena hampir setiap hari berlatih driving dengan pelatih profesional.
Dalam bermain golf sesungguhnya
hanya ada dua prinsip atau tantangan, yaitu power untuk memukul bola agar terbang mencapai jarak yang
diinginkan dan arah (direction)
agar bola tepat mendekati titik lokasi yang dituju. Untuk menentukan jarak,
pemain tinggal memilih stik atau club yang masing-masing sudah terukur,
berapa jauh bola akan melayang selagi pukulannya benar.
Problem yang selalu
dihadapi golfer, terlebih pemain baru, adalah memukul bola agar terbang lurus
mendekati titik yang dituju. Dalam konteks inilah Saiful Mujani merasa kesal
dan tertantang. Ayunan pukulannya sudah powerful
dan jauh, tetapi bola meleset menyimpang sehingga jauh dari target.
“Pukulannya mirip dengan arah reformasi politik,” katanya.
Mengapa? Dari segi
power dan energi, kata Saiful, reformasi politik ini mendapat sumber kekuatan
yang melimpah. Partisipasi dan harapan rakyat sangat tinggi. Jumlah parpol
tak pernah surut dan tetap punya semangat tinggi. Instrumen lembaga-lembaga
negara komplet, bahkan jumlah komisioner bermunculan, lembaga yang tidak
dikenal semasa Orde Baru.
Dukungan dana pun
meningkat baik yang bersumber dari APBN maupun partisipasi rakyat, terutama
kalangan pengusaha. Tak kalah pentingnya adalah iklim kebebasan berpendapat
yang difasilitasi media massa seperti televisi yang jumlahnya juga selalu
bertambah.
Salah satu problem
reformasi adalah tak mampu mengelola kekuatan dan semangat rakyat untuk
mendekati target yang ditawarkan dan disepakati bersama rakyat. Tak ubahnya
pukulan saya yang melesat jauh, tapi melenceng dari green dan hole.
Alih-alih mendapatkan skor par, bogey pun hilang. Paling banter double atau tripple. Ibarat permainan golf, begitu bola sudah masuk zona green mendekati hole, yang diperlukan adalah soft
power.
Mesti cermat, penuh
perhitungan, tepat dalam membaca arah rumput dan kemiringan permukaan green karena pada zona green benar-benar diperlukan akurasi
matematis. Jika itu pertandingan, persaingan kian ketat dan tajam meski
tampak bersahabat. Begitulah politik, semakin mendekati pusat dan puncak
kekuasaan, persaingan kian memerlukan soft
skill dan soft power.
Ketika posisi bola di
bawah 100 meter dari hole yang jadi sasaran akhir, soft skill, feeling habit, dan pengendalian emosi sangat
ditekankan. Jika salah chipping dan
puting, perjuangan panjang yang
telah mengeluarkan tenaga akan sia-sia. Dalam konteks politik, pemilu bisa
dianalogikan dengan tee off.
Memukul bola sejauh dan selurus mungkin ke depan.
Tapi setelah mendekati
green dan hole, ibarat politik sudah sampai di puncak kekuasaan, jika tidak
fokus dan tidak punya determinasi, bola meleset. Putting sampai tiga kali di zona green adalah sebuah kegagalan yang menyesakkan. Demikianlah,
pemerintahan Jokowi sudah memenangi pertarungan dan menggiring bola ke zona green. Tapi kelihatannya gagal dalam
melakukan putting.
Skor par tidak tercapai, bogey
hilang, yang diraih skor double dan
tripple. Sebuah skor yang memalukan
bagi pemain pro dengan handycap single.
Ibarat golfer, siapa pun yang jadi
presiden dan menteri mesti memiliki kompetensi untuk mengarahkan bola agar
meraih par. Syukur-syukur birdie. Yang sekarang terjadi kekuatan
dan legalitas politik kuat, tetapi jalannya tidak terarah. Ibarat bola sudah in the green, tapi sampai empat kali putting.
Dalam permainan golf,
pemain akan merasa lelah dan kesal akibat kesalahan sendiri. Suasana yang
mestinya ceria berubah jadi keluh kesah dan bahkan banyak yang mengumpat
menyalahkan caddy. Sudah 17 tahun
reformasi, rakyat mulai lelah yang bisa berujung pada kemarahan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar