Desain
Sistem Jaminan Sosial TNI/Polri
Lukman Cahyono ; Komisaris Polisi, Pasis Sespimmen Polri
Dikreg 55
|
JAWA POS, 11 Mei 2015
MUNGKIN kita lebih
sering mendengar istilah BPJS ketimbang SJSN. Bahkan, BPJS yang dimaksud
sering kali merujuk pada BPJS Kesehatan. Ya, BPJS adalah Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011
tentang BPJS, sedangkan SJSN adalah sistem jaminan sosial nasional yang
diatur dalam UU 40/2004. Sederhananya, SJSN adalah programnya dan BPJS adalah
badan yang menyelenggarakannya.
Terdapat beberapa isu
yang cukup menarik dari berlakunya dua UU tersebut. Khususnya bagi anggota
TNI/Polri. Salah satu isu yang paling krusial adalah perbedaan antara manfaat
yang diberikan kelima jaminan dalam UU SJSN dan manfaat-manfaat yang selama
ini diberikan bagi anggota TNI/Polri. Manfaat yang diberikan SJSN sepertinya
lebih sedikit daripada manfaat yang diberikan sebelum ini. Kemudian, isu
lainnya adalah pengalihan program pembayaran pensiun dan program Asabri dari
PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029. Dalam hal ini, PT
Asabri diperintah membuat road map transformasi yang harus selesai pada 2014.
Perlu diketahui, bagian program pembayaran pensiun dan program Asabri yang
dialihkan adalah bagian yang sesuai dengan UU SJSN. Ini cukup menarik di mana
dalam road map transformasinya, PT
Asabri mengklaim tidak ada satu pun bagian dua program tersebut yang sesuai
dengan UU SJSN.
Adapun BPJS
Ketenagakerjaan sempat mengklaim bahwa bukan hanya bagian program yang sesuai
dengan UU SJSN yang dialihkan, tapi juga aset dan kelembagaannya. Tentu saja
hal itu membuat Asabri bersikap defensif dengan mengatakan bahwa tidak ada
satu pun yang akan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan, PT Asabri dan
PT Taspen ingin penyelenggaraan program SJSN Ketenagakerjaan bagi para
pesertanya dijalankan oleh mereka, bukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sebenarnya, bila kita
cermati, BPJS adalah badan yang fungsinya menyelenggarakan program jaminan
sosial sebagaimana diatur dalam UU SJSN. Dalam UU SJSN, jaminan sosial adalah
program yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat. Pertanyaannya adalah apakah
PT Asabri (termasuk PT Taspen) bisa dianggap sebagai BPJS?
Sebagaimana kita
ketahui, dua badan tersebut hanya menyelenggarakan program-program bagi para
aparatur negara, bukan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dua lembaga itu
sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai BPJS sehingga tidak dapat
menyelenggarakan program-program SJSN Ketenagakerjaan yang hanya bisa diselenggarakan
BPJS Ketenagakerjaan.
Begitu pula
sebaliknya, BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat menyelenggarakan program-program
di luar program-program SJSN Ketenagakerjaan. Sebab, sesuai dengan tugas dan
fungsinya, BPJS Ketenagakerjaan hanya menyelenggarakan program-program SJSN
Ketenagakerjaan.
Bila kita baca
pengalaman-pengalaman internasional, ada skema yang cukup menarik yang
mungkin bisa diterapkan, yaitu skema multipilar. Skema multipilar itu
diprakarsai Bank Dunia yang diterapkan pada beberapa negara. Skema tersebut
sama dengan konsep social security
staircase yang diprakarsai ILO. Pada skema multipilar, seluruh pekerja,
termasuk tentara/polisi, mengikuti program jaminan sosial yang memberikan
manfaat dasar dengan besaran yang sama (tidak dibeda-bedakan berdasar
profesi) yang disebut sebagai pilar 1 yang bersifat wajib bagi seluruh warga
negara.
Tujuan program jaminan
sosial adalah peserta tidak jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Dalam konteks
Indonesia, pilar 1 adalah SJSN yang diselenggarakan kedua BPJS. Di atas pilar
1, pemberi kerja dapat memberikan program tambahan sebagai daya tarik pasar
kerja dan atau mempertahankan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
si pemberi kerja dan pegawai yang disebut sebagai pilar 2 yang bersifat wajib
bagi pegawai si pemberi kerja yang menyelenggarakannya. Dalam konteks manfaat
tambahan bagi anggota TNI/Polri, program pilar 2 dapat diselenggarakan PT
Asabri. Posisi teratas (pilar 3) diisi perusahaan-perusahaan asuransi
komersial di mana apabila peserta menginginkan manfaat yang lebih dapat
mengikuti program-program komersial tersebut secara sukarela. Prinsipnya,
dalam satu kesatuan pilar 1 dan pilar 2, total manfaat bagi anggota TNI/Polri
yang diberikan selama ini tidak boleh berkurang.
Walaupun demikian, terdapat
beberapa tantangan dalam menjalankan skema multipilar tersebut bagi anggota
TNI/Polri. Tantangan pertama: apakah secara finansial pemerintah selaku
pemberi kerja bagi anggota TNI/Polri mampu menyelenggarakan program dua
pilar? Kemudian, apakah memang tidak ada bagian program pembayaran pensiun
dan program Asabri yang sesuai dengan UU SJSN? Tantangan berikutnya adalah
bagaimana perlindungan data/informasi anggota TNI/Polri yang mengalami
kecelakaan kerja pada operasi-operasi khusus yang bersifat rahasia?
Bila memang skema
multipilar akan dijalankan bagi anggota TNI/Polri, pemerintah harus
meredesain program-program kesejahteraan bagi anggota TNI/Polri yang selama
ini diberikan. Terutama bagian program yang tidak dialihkan ke BPJS
Ketenagakerjaan karena tidak sesuai dengan UU SJSN. Redesain itu tentu
mensyaratkan perubahan beberapa peraturan perundang-undangan terkait seperti
UU 6/1966 dan PP 67/1991. Apakah hal tersebut akan dilakukan pemerintah ke
depan atau adakah skema yang lain? Kita lihat saja nanti. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar