Wujud Jati Diri dalam Usia Emas
Sudharto P Hadi
; Rektor
Universitas Diponegoro
|
SUARA
MERDEKA, 30 Maret 2015
MULAI awal
tahun 2000, banyak perguruan tinggi berlabel institut berubah status menjadi
universitas. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Semarang saat
itu bertransformasi menjadi Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang kita
kenal saat ini.
Dengan status
baru itu, Unnes tidak lagi mengkhususkan pada prodi pendidikan tapi juga
membuka prodi nonkependidikan. Berbagai prodi baru dibuka dan tentu saja ada
yang perlu diwadahi dalam fakultas baru. Student body-nya bertambah besar,
memberikan kontribusi peningkatan angka partisipasi kasar (APK).
Sejak saat
itu, Unnes mampu menunjukkan jati diri barunya sebagai universitas dengan
jumlah peminat yang makin meningkat dari tahun ke tahun. Unnes juga mampu
mengakomodasi mahasiswa dari keluarga tidak mampu dengan jumlah peserta
Bidikmisi terbanyak se-Indonesia.
Saya ingin
mengutip pandangan Prof M Nuh, mantan mendikbud untuk menggambarkan
eksistensi Unnes. Menurutnya, kebesaran perguruan tinggi tidak dilihat dari
gedung-gedungnya yang megah, alat-alat laboratorium yang canggih, mobil-mobil
mewah berderet di pelataran parkir, tetapi dari kemampuannya memberikan
tempat bagi mahasiswa miskin mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Dalam konteks
ini, Unnes telah menunjukkan kebesarannya sebagai perguruan tinggi yang
mengimplementasikan education for all. Itu terbukti dengan jumlah penerima
Beasiswa Bidikmisi di Unnes terbesar di Indonesia, yaitu 7.375.
Tahun 2010,
Unnes menyalurkan 400 beasiswa Bidikmisi. Jumlah tersebut bertambah menjadi
1450 dibanding tahun 2011. Jumlah beasiswa Bidikmisi yang disalurkan Unnes
terus bertambah menjadi 1.750 pada 2012, 1850 pada 2013, dan 1925 pada 2014.
Dalam
perkembangannya, Unnes juga mampu menumbuhkan chemistry di antara warga
kampusnya dengan mendeklarasikan diri sebagai Universitas Konservasi. Segenap
pimpinan, dosen, mahasiswa, karyawan nampak saiyeg saekapraya membangun dan
memelihara kampusnya menjadi asri, teduh, dan nyaman.
Tidak hanya
dari aspek fisik. Semangat konservasi tampak telah terinternalisasi dalam
perilaku civitas academica. Maka, akan menjadi keniscayaan jika Unnes akan
memberikan sumbangan siginifikan bagi kampus dan lingkungan dalam skala yang
lebih besar.
Bagi
perguruan tinggi, visi menjadi Universitas Konservasi merupakan bagian dari
tanggung jawab sosial. Dengan visi itu, Unnes mendorong pemeliharaan dan
pemanfaatan sumber daya secara lestari. Konsep ini berupaya menjawab
permasalahan manusia dalam relasinya dengan lingkungan yang cenderung
eksploitatif.
Saudara Muda,
Visi ini
ternyata juga berimplikasi pada proses pembelajaran. Orientasi pembelajaran
berubah dari antroposentrisme menjadi ekosentrisme, dari egoisme ke
kolektivisme, dan dari materialisme ke spiritualisme. Selain itu, kemahiran
berfikir kritis dan kreatif (KBKK) menggunakan pembelajaran berorientasi pada
empat pilar pendidikan, yaitu learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Meskipun
telah berubah menjadi universitas, ciri perguruan tinggi pendidikan masih
kental. Atmosfer orderly, patuh,
santun mewarnai perilaku pimpinan, dosen dan pegawai. Bila kepemimpinannya
kuat, karakteristik itu menjadi modal berharga untuk mengakselerasi Unnes
lebih hebat pada masa mendatang. Melahirkan tenaga pendidik andal sudah
selayaknya terus dipelihara karena masa depan bangsa ini berada di tangan
para pendidik.
Hubungan
Unnes dengan Universitas Diponegoro (Undip) tak pernah terpisahkan sejak
lahir. Bagi keluarga besar Undip, Unnes adalah saudara muda. Hubungan dua
universitas itu terjalin dengan harmonis, tersambung dalam aneka bidang
kemitraan.
Rektor Unnes
Prof Fathur Rokhman dalam beberapa kesempatan bertemu saya sering berseloroh
bahwa Unnes sekarang telah menjadi ’’Undip’’, singkatan dari universitas di perbukitan. Ini seloroh
khas Prof Fathur karena lokasi kampusnya memang di Gunungpati, daerah atas.
Dengan nada
bercanda juga, saya mengatakan bahwa meskipun dari sejarahnya Unnes adalah
anak kandung Undip, tidak harus menjadi Undip. Unnes adalah Unnes mengingat
dari segi lokasinya pun punya jati diri sebagai universitas ing Sekaran.
Seloroh
semacam itu menjadi penanda hubungan Unnes dan Undip senantiasa mesra. Kalau
di Makassar, Padang dan Medan sesekali muncul tension di antara kedua PTN,
terutama dalam kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru, tidak demikian halnya
dengan dua PTN itu di ibu kota Jawa Tengah ini. Sepanjang setengah abad
kelahirannya, Unnes selalu bersinergi dan bekerja penuh cinta dengan Undip.
Saya akhiri
tulisan ini dengan pantun:
Pohon randu penghasil kapas
Tumbuh subur di tepian sawah
Selamat berulang tahun emas
Semoga sukses dan membawa berkah ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar