Ujian
Nasional, Ayo Semangat!
Taufiqur Rohman ; Guru SMK Muhammadiyah 2 Genteng,
Banyuwangi, Jawa Timur; Alumnus Pascasarjana Magister Pendidikan Islam
Universitas Muhammadiyah Surabaya
|
MEDIA INDONESIA, 14 April 2015
ADA yang lain untuk UN (ujian
nasional) tahun ini. Dalam beberapa kesempatan Pak Menteri Pendidikan
menyampaikan bahwa UN untuk tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Dikatakan berbeda karena hasil UN tahun ini bukanlah menjadi penentu
kelulusan siswa. Sekolah yang diberi otoritas penuh untuk menentukan
kelulusan bagi seorang siswa. Lebih lanjut Pak Menteri menyatakan UN ialah
hak siswa untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang telah dicapainya
selama ini.
Sesuai dengan schedule (jadwal) kalender pendidikan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui kementerian pendidikan, yakni
pada 13 sampai 16 April 2015 akan dilaksanakan UN selama empat hari bagi
peserta didik kelas XII untuk jenjang sekolah SMU/SMK dan yang sederajat.
Menarik untuk dicermati apa
yang telah disampaikan dan ditegaskan berkali-kali oleh Pak Menteri tentang
kebijakan UN tahun ini. Pertama bahwa UN bukanlah penentu kelulusan bagi
siswa. Pernyataan ini tentu menjadi kabar gembira bagi para siswa dalam
melaksanakan UN dengan tidak lagi terbebani dan dihantui hasil UN yang
berdampak terhadap kelulusannya. Berbeda dengan UN tahun sebelumnya yang
sedikit atau banyak memberikan dampak psikologis bagi siswa karena hasil UN
menjadi penentu kelulusan.
Kedua, memberikan otoritas
penuh kepada lembaga khususnya sekolah untuk menentukan kelulusan bagi siswa.
Memang sudah waktunya faktor penentu kelulusan dikembalikan kepada yang
berhak, yakni sekolah, karena sekolahlah, terutama guru, yang selama ini
mengetahui dengan persis keseharian kondisi anak didiknya. Pengembalian
penentu kelulusan kepada sekolah hendaknya dijadikan motivasi bagi tiap
sekolah untuk meningkatkan kualitas atau mutu sekolah sebagai tempat
mendapatkan pendidikan bagi anak didik yang mampu menghasilkan output
(lulusan) yang berkualitas. Inilah momentum, saatnya sekolah untuk lebih
berbenah, bergerak maju untuk mencetak siswa-siswa yang berkompeten.
Ketiga, UN ialah hak siswa
untuk mengetahui sejauh mana pencapaian kompetensinya selama dalam
pembelajaran. Dalam proses KBM (kegiatan belajar-mengajar) ujian merupakan
sarana untuk measurement
(pengukuran) terhadap pencapaian siswa dari mata pelajaran tertentu yang
telah ditempuh selama pembelajaran. Ujian bisa berupa UH (ujian/ulangan
harian), UTS (ujian tengah semester), US (ujian semester), UKK (uji kompetensi
kejuruan), UAS (ujian akhir sekolah), dan UN (ujian nasional).
UH adalah ujian harian atau
yang lebih populer disebut dengan ulangan harian merupakan pengukuran
pencapaian siswa yang dilakukan apabila proses KBM telah menyelesaikan satu
atau beberapa KD (kompetensi dasar) dalam satu mata pelajaran tertentu. UTS
adalah ujian tengah semester yang dilakukan pertengahan semester atau
triwulan. US ujian yang lakukan setelah proses KBM berlangsung selama satu
semester. UKK merupakan ujian kompetensi kejuruan khusus bagi sekolah dalam
jenjang SMK.
UAS ujian yang dilaksanakan
untuk mengukur pencapaian siswa selama mengikuti proses KBM dalam satu
jenjang sekolah. Dari hasil UAS inilah sekolah dapat menentukan kelulusan
siswa, layak lulus atau tidak. Karena itu, tepatlah kiranya kebijakan yang
mengembalikan penentu kelulusan sebagai otoritas sekolah.
UN memang sedikit berbeda dari
sekian model ujian yang lain, terutama dari segi naskah soal ujian yang
dibuat pemerintah dan pelaksanaannya juga serentak secara nasional. Dari
sekian macam bentuk dan model ujian, UN-lah yang sering menimbulkan polemik
sehingga ada yang pro dan kontra.
Sebenarnya kalau semua stakeholder
pendidikan konsen dan berintegritas terhadap proses KBM, UN merupakan
pengulangan dari sekian rangkaian ujian yang telah dilakukan selama proses
KBM berlangsung sehingga tidak perlu ditakuti dan membebani. Ketakutan
terhadap UN, apalagi sampai menjadikan beban, adalah indikator atas proses
KBM yang kurang tepat dalam implementasi.
Keempat, hasil UN untuk
melanjutkan ke PT (perguruan tinggi). Sebelumnya untuk diingat bahwa mata
pelajaran yang diujikan dalam UN hanya beberapa dari keseluruhan mata
pelajaran yang tercakup dalam suatu kurikulum. Suatu misal untuk sekolah
jenjang SMK, mata pelajaran yang diujikan dalam UN hanyalah bahasa Indonesia,
matematika, bahasa Inggris, dan mata pelajaran kompetensi.
Itulah yang menjadi kontradiksi
dan perlu dikritisi mengapa hanya mata pelajaran itu saja yang diujikan,
apakah keempat mata pelajaran itu sudah representative
(mewakili) dari seluruh mata pelajaran lain yang tidak diujikan.
Itu terlihat mengabaikan adanya
mata pelajaran lain yang selama ini sudah terimplementasi dalam pelaksanaan
proses KBM. Di sinilah perlunya duduk bersama antara pakar pendidikan dan
pemerintah untuk mendiskusikan dan merumuskan kembali masalah itu. Kalau itu
di biarkan terus-menerus, dapat membiaskan tujuan dari pencapaian kompetensi
yang prosesnya telah dilaksanakan. Jika UN ialah ujian yang merupakan
pengulangan dari mata rantai ujian yang telah dilakukan selama proses KBM,
mendapatkan hasil yang maksimal ialah hal yang sangat possible (mungkin) dan tentunya mudah bagi siswa yang ingin
melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. UN ayo semangat! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar