Sabtu, 18 April 2015

Polisi Parlemen

Polisi Parlemen

Herie Purwanto  ;  Kandidat Doktor Ilmu Hukum Unissula;
Kasat Reskrim Polres Magelang Kota
SUARA MERDEKA, 17 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Rencana pembentukan polisi parlemen terus menuai penolakan, karena akan menyebabkan pemborosan anggaran. Menurut koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi, berdasarkan simulasi anggaran, polisi parlemen akan menelan dana sekitar Rp 809,9 miliar (SM,16/04/2015).

Tulisan ini tidak membahas pada kajian pemborosan anggaran, seandainya Polisi Parlemen direalisasikan, namun lebih pada aspek kemanfaatannya. Mengapa demikian? Pertama, selama ini sudah ada Pengamanan Dalam (Pamdal), yang terbukti belum pernah dihadapkan pada ancaman nyata teror bom atau teroris yang masuk dan mengganggu aktivitas kelembagaan para legislator di Senayan.

Yang ada justru ulah para legislator itu sendiri, saling gontok dan saling berkelahi, sehingga secara reaktif memicu isu perlunya Polisi Parlemen. Kedua, Polri sudah menempatkan pengamanan di Senayan dengan menerjunkan Polisi Pengamanan Obyek Vital (Pam Obvit), yang sudah dibekali dengan kemampuan secara khusus menghadapi tugas-tugas protokoler maupun pengamanan obyek-obyek vital.

Keberadaan Polisi Pam Obvit, selama ini sudah terbukti bisa bertugas tanpa adanya komplain atau permasalahan yang mengurangi rasa aman di tengah situasi dan dinamika Senayan. Keberadaan polisi ini juga secara psikologis lebih dekat melaksanakan komunikasi dan koordinasi dengan polisi umum yang melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu ataupun dalam keadaan kontijensi ada pengunjuk rasa yang massif.

Ketiga, dalam konteks penegakan hukum, keberadaan Polri di Senayan juga memberikan kewenangan bisa masuk di tengah-tengah kegiatan sidang, apabila terdapat tindak pidana yang sifatnya tertangan tangan.

Sehingga bila terjadi tindak pidana, misalnya anggota parlemen sedang melaksanakan sidang, kemudian saling caci maki atau terjadi penganiayaan, selama anasir perbuatannya merupakan delik pidana, bukan sebagai delik aduan, bisa dilakukan penangkapan terhadap pelaku. Polisi Parlemen sebagai sebuah gagasan, sah-sah saja. Namun tidak perlu direalisasikan.

Lebih-lebih bila dikaitkan dengan Polisi Parlemen dibentuk melalui lembaga asal, yaitu Polri. Ini sangat tidak efektif dan akan mengesampingkan keberadaan dan peranan Polisi Pengamanan Obyek Vital yang memang eksistensinya untuk melaksanakan tugas-tugas pengamanan, sebagaimana yang telah dilaksanakan di Senayan maupun tempat-tempat obyek vital lainnya.

Kontra Produktif

Apalagi bila Polri harus menempatkan seorang Perwira Tingginya berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) hanya untuk menakhodai Polisi Parlemen, sangat kontraproduktif bagi kinerja seorang berpangkat Jenderal.

Yang mendesak untuk dilaksanakan, apabila para Legislator merasa belum aman dengan adanya Pengamanan Dalam maupun Polisi Pengamanan Obyek Vital, adalah dengan meningkatkan jumlah (kuantitas) dan profesionalisme mereka (kualitas). Kuantitas harus sebanding dengan aktivitas dan area penugasan.

Adapun kualitas, dengan menempatkan petugas yang memiliki kemampuan (skill) sebagai petugas keamanan dengan parameter tertentu, bukan asal menempatkan sebagai pemenuhan rutinitas. Bila ditelisik, sejalan dengan akan diberlakukannya UU Nomor 42 Tahun 2014 tentang UUMD3, keberadaan Polisi Parlemen ini dikaitkan. Meski bila dikaji lebih lanjut, perlu diluruskan urgensi dari otonomi lembaga DPR untuk mengurus rumah tangganya sendiri.

Mengurus rumah tangga sendiri, tidak harus menyoal masalah keamanan yang juga harus dikelola bahkan dibentuk lembaga baru dengan mengesampingkan lembaga yang sudah ada. Sehingga wajar, aroma yang berkembang di masyarakat, keinginan pembentukan Polisi Parlemen, tidak lebih dari sekadar mencari ruang baru pengembangan bidang mata anggaran yang ujung-ujungnya sebagai alasan pembenar pembengkakan anggaran.

Dengan jumlah Pengamanan Dalam (Pamdal) sekitar 450 orang saat ini, diback-up oleh Polisi Pengamanan Obvit, dinamika di Senayan berjalan kondusif. Sehingga Polisi Parlemen tidak perlu diperpanjang pembahasannya, kalau tidak ingin kita dianggap sebagai negara yang selalu membahas dan berpolemik untuk hal-hal yang sejatinya tidak memihak kepentingan masyarakat banyak. Namun, justru membuat kebijakan untuk kepentingan tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar