Mewujudkan
Peta Jalan
Internasionalisasi
Muhammadiyah
Bambang Setiaji
; Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
JAWA POS, 14 April 2015
Sebagai suatu gagasan dan gerakan, tentu saja Muhammadiyah ingin
menyumbang secara internasional dan memperkenalkan diri ikut aktif memberikan
solusi bagi dunia Islam yang sekarang tercabik-cabik. Blueprint perjalanan Muhammadiyah ke pentas internasional itu
perlu dipikirkan supaya tidak asal jalan. Harus dibuat peta jalan yang bisa
atau memungkinkan untuk dilaksanakan.
Kiai Dahlan dan para pendahulu mendirikan Muhammadiyah, di
samping melihat umat yang hidup dalam kejumudan, karena melihat kuatnya
mazhab-mazhab yang diikuti dengan membabi buta (taqlid). Dengan mengambil nama Muhammadiyah, para pendahulu
membebaskan diri dari keterikatan dengan suatu mazhab.
Nabi Muhammad SAW mewariskan sesuatu yang sangat luas. Di luar
masalah akidah, hampir dalam setiap masalah terdapat variasi dan keluasan.
Hal itu tampak dalam berbagai hadis yang satu sama lain bisa dikonstruksi
menjadi mazhab fikih yang berbeda. Alquran juga sangat luas bisa mewadahi
berbagai penafsiran yang tiada habisnya.
Dengan mengambil posisi tidak bermazhab, Muhammadiyah kembali
pada keluasan Islam. Muhammadiyah adalah tenda besar, keragaman dalam
keseragaman dan keseragaman dalam keragaman. Yang dimaksud keseragaman adalah
nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, martabat, kemanusiaan, dan sebagainya.
Sedangkan keragaman adalah fikih, metode, dan pemikiran.
Muhammadiyah tidak berwarna secara mazhabi, tetapi mempunyai
warna dalam nilai luhur dan universal. Karakteristik itu membuat wujud
internasionalisasi Muhammadiyah berbeda. Misalnya, dengan HTI, Jamaah
Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Ahmadiyah, dan gerakan internasional lain.
Muhammadiyah mengidentifikasi diri dengan Islam itu sendiri, bukan sekte.
Keprihatinannya pada masalah internasional tidak terikat oleh sekte, tetapi
nasib umat Islam semua seperti Palestina, Timur Tengah, Afrika Utara,
Rohingnya, dan dunia Islam lain.
Sebagai gerakan Islam modern tidak bermazhab, energi
Muhammadiyah tidak henti mengalir, mencermati, mewacanakan, bahkan bertindak
dalam hubungan internasional, baik politik, ekonomi, maupun budaya. Dalam
bidang politik, ekonomi, dan budaya, Muhammadiyah selalu mengambil posisi
tertentu dalam menyikapi ketidakadilan yang umumnya terjadi antara dunia
Barat dan sisanya.
Masih berkaitan dengan globalisasi atau internasionalisasi, Muhammadiyah
mempunyai standing position tertentu. Misalnya, terhadap modal asing yang
berpotensi merugikan rakyat Indonesia. Dalam wacana internasionalisasi, bukan
saja kita pergi menjadi tamu di dunia internasional, tetapi juga ketika
menjadi tuan rumah. Muhammadiyah paling aktif berwacana dan bahkan menggugat
kekuatan modal asing, terutama yang merusak lingkungan atau memiliki skema
perjanjian yang kurang adil. Terhadap modal asing yang membawa kemajuan,
memberikan pekerjaan rakyat, serta membawa perubahan manajemen dan teknologi,
Muhammadiyah sangat welcome.
Internasionalisasi Muhammadiyah dimulai ketika Kiai Dahlan pergi
haji dan belajar di Makkah serta Madinah. Beliau membawa pandangan baru
tentang Islam dan kemajuan, khususnya dari Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan
Jamaluddin Al Afghan. Penerimaan terhadap kemajuan yang dalam kenyataannya
diciptakan Barat terus dikembangkan Muhammadiyah. Dimulai dengan mengadopsi
sistem belajar sekolah Belanda yang berbeda dengan sistem pesantren saat itu.
Muhammadiyah tidak alergi terhadap Barat dan kemajuannya, bersedia
berinteraksi, mengirim dosen-dosennya belajar di sana, serta menjalin
berbagai kerja sama.
Peta Jalan Menuju
Internasionalisasi
Dalam keagamaan, Muhammadiyah lewat PPM menjadi peserta aktif
dalam dialog antaragama (interfaith
dialogue) dan beberapa kali menjadi tuan rumah. Kegiatan itu perlu
dilanjutkan pada masa depan.
Dalam menghadapi kemelut di Timur Tengah, Muhammadiyah bisa
berandil dalam mencegah masuknya paham kekerasan ke dalam negeri. Sebagai
gerakan Islam modern yang memiliki banyak sekolah, Muhammadiyah tidak
mengajarkan kekerasan sebagai penyelesaian masalah.
Kemelut Timur Tengah akhir-akhir ini bersumber dari masalah yang
kompleks. Misalnya, ketidakadilan karena sistem yang tidak memungkinkan
rakyat bertransformasi menembus batas vertikal. Hal itu berbeda dengan negara
Islam demokratis seperti Indonesia dan Turki. Ketidakadilan yang membuat
rakyat tertekan dibumbui teologi yang berkembang, terutama perbedaan
Sunni-Syiah, dan dikemas begitu mendalam.
Internasionalisasi dalam pengertian pembukaan cabang
Muhammadiyah di luar negeri ternyata berjalan sesuai atau dibawa mahasiswa
studi di luar negeri. Para mukimin dan pekerja Indonesia melanjutkan dengan
membuka cabang khusus.
Negara ini umumnya sudah sangat maju dalam hal teknologi dan
ekonomi. Bila di Indonesia Muhammadiyah juga berperan memajukan sekolah dan
teknologi yang berujung ekonomi atau industri, di negara maju, peran
Muhammadiyah menjadi penyeimbang, pengingat akan adanya Tuhan.
Industri makanan selalu menyertai setiap langkah
internasionalisasi. Umat Islam termasuk rewel dalam hal makanan, terutama
soal larangan makan babi dan minuman beralkohol serta binatang yang tidak
disembelih dengan bacaan bismillah. Teologi yang berkembang di sekitar itu
bervariasi. Ada yang membolehkan makan daging yang disembelih dengan cara
nonislam, terutama Nasrani dan Yahudi. Ada pula yang tetap mengharamkan.
Akibatnya, muncul halal food di hampir semua kota penting di
dunia. Halal food memberikan setitik dakwah di tengah hiruk pikuk kota modern
bahwa Tuhan masih ada dalam peradaban semaju apa pun.
Di Amerika, terdapat seorang senator yang disumpah di bawah
Alquran. Di Prancis, Inggris, dan Jerman, komunitas Islam merupakan pemilih
potensial. Sebab, di tengah merosotnya partisipasi dalam pemilu, umat Islam
bisa memainkan peran yang dilirik politisi. Segmen ini merupakan peta jalan
yang juga harus dicermati anggota atau simpatisan Muhammadiyah sebagai
gerakan nonsekte atau gerakan yang menerima Islam apa adanya.
Menurunnya penduduk di negara maju dan Jepang serta Korea,
sedangkan Indonesia mengekspor TKI yang berpotensi menetap di negara-negara
itu, juga merupakan peta jalan yang perlu dicermati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar