Minggu, 19 April 2015

Kapolri Baru, Harapan Baru

Kapolri Baru, Harapan Baru

Edi Saputra Hasibuan  ;  Anggota Komisi Polisi Nasional (Kompolnas)
KORAN SINDO, 18 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Komjen Pol Badrodin Haiti sudah dilantik sebagai Kapolri. Sebagaimana kapolri baru, harapan masyarakat tentu tertumpu kepadanya agar segera membenahi Polri. Masyarakat berharap Polri sungguh-sungguh dapat menjadi pelindung, pengayom, pelayan, dan penegak hukum agar ketertiban dan keamanan masyarakat terwujud. Memang harapan masyarakat sangat berat dapat diwujudkan Badrodin Haiti mengingat masa baktinya tinggal satu tahun empat bulan.

Waktu sesingkat itu tentu tidak realistis bila kepada kapolri baru diminta dapat menuntaskan semua persoalan internal dan eksternal Polri. Karena itu, dari banyaknya harapan masyarakat, persoalan internal terutama reserse dan polantas, kiranya mendesak menjadi prioritas kapolri baru untuk dibenahi.

Persoalan Internal

Salah satu persoalan internal berkaitan dengan masalah SDM Polri yang dinilai banyak pihak masih perlu pembenahan, termasuk di dalam rekrutmen calon polisi dan pembinaan karier. Hal yang sama juga ditemui dalam rekrutmen calon polisi. Dua hal ini dengan sendirinya memberi kontribusi terhadap rendahnya kinerja Polri sebagai suatu institusi.

Polri selama ini juga masih dianggap sebagai lembaga yang tertutup, khususnya saat menentukan jabatan-jabatan strategis. Akibatnya, banyak kinerja petinggi Polri yang di tempatkan dalam posisi strategis tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Hasil kerja yang standar dari petinggi Polri juga memberi kontribusi terhadap buruknya citra Polri di mata masyarakat yang berimbas pada semakin melorotnya wibawa Polri.

Selain itu, Polri kerap masih diragukan dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Ada sinyalemen bila kasus-kasus korupsi yang ditangani Polri mengarah ke legislatif, kasus tersebut kerap tidak dilanjutkan. Ada kesan aparat Polri kurang punya nyali bila berhadapan dengan oknum-oknum di legislatif.

Pengawasan di internal Polri juga hingga saat ini masih terkesan tertutup. Internal Polri hanya diawasi melalui Irwasum sehingga keterlibatan masyarakat kalaupun ada masih sangat minimal. Tanpa melibatkan eksternal, pengawasan di tubuh Polri akan sulit berjalan optimal, sehingga untuk menciptakan aparat Polri yang bersih akan sulit diwujudkan.

Reserse dan Polantas

Kinerja reserse dan polantas termasuk yang banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Dua unit kerja ini dinilai lemah dalam melayani masyarakat. Bahkan pada 2014, Kompolnas mendapat 1.038 pengaduan dari masyarakat. Dari jumlah tersebut, 95% berkaitan dengan persoalan reserse. Besarnya pengaduan terkait kinerja reserse di satu sisi memang mengecewakan.

Namun di sisi lain, bila dikaitkan dengan alokasi anggaran untuk reserse, unit kerja ini sesungguhnya sangat memprihatinkan, sebab, anggaran penyelidik hanya 30% yang ditanggung negara. Kondisi ini membuka celah terjadi banyak penyimpangan, seperti ada kasus yang dibiayai pelapor atau terlapor agar kasusnya di-SP3.

Akibat ketiadaan anggaran, resersedalampenanganankasus juga kerap kesulitan untuk menghadirkan saksi ahli. Dalam kondisi demikian, banyak pelapor dan terlapor yang bersedia menyediakan dana untuk menghadirkan saksi ahli yang sangat dibutuhkan dalam proses hukum. Akibatnya tidak sedikit saksi ahli yang memberikan keterangan sesuai keinginan pelapor atau terlapor. Kasus mencari pelaku tindak pidana juga kerap menghadapi kendala karena terbatasnya anggaran.

Misalnya kasus terjadi di Jakarta, namun tersangka diduga ada di Kalimantan Timur atau Papua atau di luar negeri. Lagi-lagi, kalau terlapor “rela” membiayai perjalanan polisi, tentu terbuka ruang untuk menghentikan kasus. Hal yang sama juga terjadi di unit Polantas. Polisi di tahun 2014, patroli polantas menggunakan motor hanya mendapat jatah 2 liter BBM per hari, sementara patroli mobil dijatah 5 liter.

Namun tahun 2015 ini, penyediaan pengadaan BBM untuk patroli sudah lebih baik, dalam arti jumlah jatah BBM telah ditambah. Namun di bagian lain, masalah proses penanganan kasus kecelakaan lalu lintas di kepolisian anggarannya masih sangat minim. Yang dibayar oleh negara hanya berkisar 30-50 persen yang berakibat penyidik Polri belum bisa sepenuhnya bekerja secara profesional.

Dalam kondisi demikian, memang sulit bagi polantas untuk melaksanakan tugasnya, khususnya dalam melayani pengguna jalan raya. Bahkan dalam kondisi demikian, sangat terbuka bagi polantas untuk mencari uang guna menutupi kekurangan jatah BBM. Akibatnya, pengguna jalan raya berpeluang besar menjadi salah satu korban dalam upayanya mencari uang tambahan untuk mengisi kekurangan BBM agar patroli tetap terlaksana.

Tambahan Anggaran

Terbatasnya biaya operasional kiranya menjadi satu sebab rendahnya kinerja reserse dan polantas. Persoalan semacam ini tidak terjadi pada polisi Singapura dan Australia. Di dua negara ini, semua pelaksanaan tugas dan fungsi polisi sepenuhnya ditanggung negara, mulai dari BBM untuk transpor, tol, hotel, pesawat, hingga kendaraan. Semua bukti pengeluaran dapat ditukarkan melalui bendahara satuan polisinya.

Kebutuhan operasional polisi Indonesia seharusnya juga dapat dipenuhi negara, sebab anggaran Polri tahun 2014 sebesar Rp43,6 triliun, dan tahun 2015 naik menjadi Rp51 triliun. Dari total anggaran ini, 28% untuk operasional atau naik 6% dari tahun 2014. Dengan naiknya alokasi anggaran operasional, seharusnya kapolri baru dapat memenuhi semua biaya operasional reserse dan polantas.

Dengan biaya operasional yang cukup, kapolri dapat meminta unit reserse dan polantas untuk meningkatkan kinerjanya, selain menindak tegas bila menyalahi tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum. Kiranya pembenahan terhadap reserse dan polantas dengan memenuhi biaya operasionalnya cukup realistis dibebankan kepada kapolri baru yang masa tugasnya hanya satu tahun empat bulan. Kalau hal itu dapat dibenahi, kiranya kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri dapat ditingkatkan. Setidaknya keluhan masyarakat terhadap reserse dan polantas dapat dikurangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar