Dana Publik untuk Parpol
Ramlan Surbakti ;
Guru
Besar Perbandingan Politik
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Airlangga, Surabaya
|
KOMPAS,
02 April 2015
Menteri Dalam Negeri tengah mempertimbangkan usul sejumlah
partai politik di DPR untuk menaikkan alokasi dana APBN kepada partai politik
(Kompas, 11/3). Di pihak lain, sejumlah fraksi di DPR mengusulkan dana APBN
Rp 1 triliun kepada partai politik.
Belum begitu jelas bentuk pemberian dana publik kepada partai
politik: apakah kepada semua partai politik peserta pemilu, baik yang
mempunyai kursi maupun tidak di DPR; apakah alokasi dana publik itu dalam
jumlah yang sama kepada setiap partai politik; apakah tujuan pemberian dana
publik kepada partai dan untuk kegiatan apa dana itu diberikan kepada partai;
dana diberikan secara langsung atau tidak langsung; apakah sumber dana partai
hanya dari negara; serta bagaimana pertanggungjawaban dana tersebut.
Fungsi partai
politik dan pendanaan partai politik
Partai politik merupakan faktor mutlak, tetapi tidak cukup bagi
pelaksanaan demokrasi (political
parties are necessary but not sufficient for functioning of democracy).
Partai politik dipandang sebagai faktor penting karena partai politik
melaksanakan dua macam peran bagi berfungsinya demokrasi perwakilan dan
pemerintahan.
Pertama, menyiapkan calon pemimpin dan menawarkannya kepada
rakyat dalam pemilu. Untuk peran ini, partai politik melakukan rekrutmen
warga negara menjadi anggota partai, melakukan kaderisasi kepada anggota, dan
mencalonkan kader terbaiknya dalam berbagai jenis pemilu.
Kedua, menyiapkan pola dan arah kebijakan publik dalam berbagai
isu publik (visi, misi, dan program pembangunan) serta menawarkannya kepada
rakyat pada masa pemilu. Untuk peran ini, partai mendengarkan aspirasi dan
kehendak rakyat serta menjabarkan ideologi partai dalam merespons kehendak
rakyat. Dengan melaksanakan kedua peran ini, pada dasarnya partai politik
tidak hanya menyiapkan calon pemimpin serta pola dan arah kebijakan publik,
tetapi juga menyederhanakan pilihan calon dan alternatif kebijakan publik
sehingga memudahkan bagi pemilih untuk menentukan pilihan pada pemilu.
Akan tetapi, pelaksanaan peran partai politik seperti ini saja
tidak cukup untuk membuat roda demokrasi perwakilan dan pemerintahan bergerak
sesuai dengan fungsinya. Faktor lain, seperti rule of law dan partisipasi
aktif berbagai unsur organisasi masyarakat sipil, juga diperlukan untuk
membuat demokrasi perwakilan dan pemerintahan bergerak menjalankan fungsinya.
Namun, partai politik memang menempati peran di garis depan
untuk menggerakkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan. Itu sebabnya UUD
1945 menugaskan partai politik sebagai peserta pemilu anggota DPR dan DPRD
(Pasal 22E Ayat (3) untuk menggerakkan demokrasi perwakilan, menugaskan
partai politik atau gabungan partai politik mengajukan pasangan calon
presiden dan wakil presiden sebelum pemilihan umum (Pasal 6A) untuk
menggerakkan roda pemerintahan nasional.
Belakangan UU yang mengatur pemilihan kepala daerah juga
menugaskan partai politik atau gabungan partai politik mengajukan pasangan
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menggerakkan pemerintahan
daerah.
UUD 1945 menugaskan partai politik menggerakkan demokrasi
perwakilan dan pemerintahan, tetapi negara hanya menyediakan dana Rp 108 per
suara kepada partai politik. Dana yang diterima oleh partai dari APBN dan
APBD bahkan tidak cukup untuk membiayai administrasi perkantoran. Selebihnya,
partai politik didanai oleh ketua umum, kader partai, dan kalangan tertentu
dalam masyarakat. Bahkan, seseorang dipilih menjadi ketua umum suatu partai
politik karena menyediakan dana kepada partai atau karena jabatannya dapat
mengerahkan dana kepada partai.
Tidak heran jika tidak ada partai politik di Indonesia dikelola
secara demokratis (intra-party
democracy sangat lemah), tetapi dikelola secara oligarkis (ketua umum dan
kader yang mendukungnya), bahkan sejumlah partai dikelola secara
personalistik (ketua umumnya). Partai politik yang didanai oleh elite
internal partai dan/atau elite eksternal tidak akan diarahkan menggerakkan
demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratik.
Alokasi dana
ke partai
Karena itu, pemberian dana publik kepada partai politik di
Indonesia sangat wajar sepanjang dalam rangka memfasilitasi fungsi partai
dalam menggerakkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan yang demokratis
sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Berikut akan dikemukakan sejumlah
bentuk alokasi dana publik yang dapat memfasilitasi pelaksanaan fungsi partai
dalam menggerakkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis.
Pertama, sumber penerimaan partai politik tidak hanya dari
negara (APBN dan APBD), tetapi juga dari iuran anggota partai dan dari
masyarakat. Apabila penerimaan negara hanya dari partai, partai cenderung
tidak peduli kepada anggotanya dan kepada masyarakat. Akibatnya, partai
politik menjadi tidak fungsional dalam demokrasi. Sumber dana partai politik
harus berasal dari tiga sumber yang relatif seimbang antara dana publik,
iuran anggota, dan dana masyarakat.
Kedua, kegiatan partai yang dapat didanai dari alokasi dana
publik harus ditentukan secara jelas, seperti kaderisasi anggota partai
(menyiapkan calon pemimpin), kampanye pemilu, dan insentif untuk mendorong
partai politik melaksanakan fungsi representasi politik.
Ketiga, penyediaan dana publik untuk membangun kantor partai
politik berdasarkan tingkat kepercayaan rakyat. Gedung kantor partai
merupakan sarana melaksanakan kedua peran partai tersebut. Berapa rupiah per
suara perlu disepakati. Jika dana yang terkumpul belum mencukupi, partai
politik harus meningkatkan kepercayaan rakyat pada pemilu berikutnya sehingga
dana yang terkumpul dari alokasi dana publik semakin besar.
Pemerintah/pemda menentukan lokasi, menyediakan lahan, dan
menentukan kontraktor yang membangun gedung kantor tersebut dari dana yang
terkumpul dari alokasi dana publik tersebut. Akan tetapi, desain gedung
ditentukan partai politik yang bersangkutan. Tanah dan gedung adalah milik
negara, sedangkan partai politik memiliki hak pakai.
Keempat, alokasi dana publik kepada partai politik tidak boleh
bersifat langsung, tetapi bersifat tidak langsung.
Berikut sejumlah bentuk alokasi dana publik kepada partai
politik yang bersifat tidak langsung. Pertama, partai politik wajib
mengajukan proposal rencana kaderisasi terhadap berapa orang anggota,
kurikulum, dan jumlah dana yang diperlukan kepada lembaga yang ditentukan
(Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, atau Komisi Pemilihan Umum).
Proposal yang dinilai layak akan mendapatkan dana alokasi publik.
Kedua, alokasi dana publik sebagai insentif bagi partai politik
untuk menarik iuran anggota. Para anggota akan bersedia membayar iuran
anggota apabila partai politik dinilai para anggota berpihak kepada mereka
dan melayani mereka. Dana publik akan diberikan sebesar iuran anggota sebesar
satu tahun (matching fund). Harus
dibedakan secara tegas iuran anggota yang jumlahnya sama untuk semua anggota
dari sumbangan kader yang jumlahnya tergantung sang penyumbang.
Yang ketiga, alokasi dana publik untuk kegiatan kampanye pemilu:
partai politik menyerahkan materi iklan selama 30 detik untuk disiarkan oleh
media elektronik, kemudian stasiun media elektronik mengajukan tagihan kepada
lembaga yang ditentukan; pengiriman alat peraga kampanye suatu partai politik
dari Jakarta ke daerah atau sebaliknya melalui kantor pos atau agen
pengiriman logistik, sedangkan tagihan kemudian dikirimkan kepada instansi
yang ditentukan.
Keempat, pemberian izin kepada partai politik untuk menggunakan
fasilitas publik (gedung pertemuan, ruang publik, dan sebagainya) untuk
tempat kampanye.
Kelima, alokasi dana publik kepada partai politik harus disertai
sejumlah kewajiban yang ditaati partai, seperti peserta kaderisasi
sekurang-kurangnya 30 persen perempuan, pengelolaan dana harus transparan dan
akuntabel, serta pertanggungjawaban kepada publik. Dua hal yang harus
dipertanggungjawabkan partai politik kepada publik: penerimaan dan penggunaan
dana (dari mana pun sumbernya) oleh partai politik setiap akhir tahun serta
penerimaan dan penggunaan dana kampanye oleh partai politik sebagai peserta
pemilu dari mana pun sumbernya sesuai dengan waktu yang ditentukan Komisi
Pemilihan Umum.
Dan akhirnya, keenam, harus ada sanksi yang tegas bagi partai
politik yang tidak menaati peraturan perundang-undangan mengenai keuangan
partai politik dan dana kampanye. Sanksi yang dimaksudkan bukan hanya pidana,
melainkan juga sanksi administratif, seperti pembatalan hak mendapatkan dana
publik untuk lima tahun dan satu kali pemilu berikutnya dan/atau pengembalian
dana publik yang sudah diterima kepada negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar