“Sayyy…”
Samuel Mulia ; Penulis kolom “Parodi” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
22 Maret 2015
Judul
itu adalah kepanjangan dari kata sayang.
Biasanya digunakan sebagai ungkapan rasa cinta, baik asmara maupun
non-asmara. Begini contoh yang saya lihat di media sosial. Pagi sayyyy....Lovee banget sayyy....
Muna
Pada
situasi yang seperti apakah, Anda dan saya mengucapkan kata yang bermakna
sayang? Yang jelas ketika hati Anda dan saya lagi senang, problema nyaris
tidak ada dan ketika hubungan Anda dan saya serta pihak lainnya berlangsung
baik-baik saja, bukan?
Tetapi,
bagaimana kalau dalam perjalanan waktu sebuah hubungan asmara, pertemanan,
bisnis, keluarga menjadi tidak baik? Apakah ”nyanyian” bermakna sayang itu
masih akan disuarakan? Tentu pertanyaan saya ini konyol sekali. Sudah barang
tentu Anda dan saya akan setuju untuk diam saja atau mengatakan: ”Ya ngapain juga....”
Pada
waktu saya membaca sejuta kata sayyy
di media sosial, saya teringat akan sejuta kemunafikan yang saya lakukan.
Seingat saya, saya jarang sekali menggunakan kata itu untuk mengungkapkan
sebuah rasa sayang.
Tetapi,
membaca ekspresi itu, saya seperti diingatkan betapa banyaknya kesalahan yang
saya buat dalam menilai manusia. Bahkan, saya diingatkan bahwa lidah saya ini
benar-benar tak bertulang. Tidak ada saringannya, asal bicara saja.
Sejujurnya,
di beberapa kejadian, saya benar-benar tidak menganggap mereka seseorang yang
patut disayangi, tetapi saya melakukan perilaku yang munafik itu karena ada
agenda tersembunyi, ada sesuatu yang saya harapkan dilakukan mereka untuk
kebutuhan saya pribadi.
Seorang
manajer hubungan masyarakat beberapa kali menghubungi saya untuk meminta data
beberapa nama orang tenar dan kaya di kota Jakarta ini. Ia tak pernah lupa
untuk memulai percakapan atau pesannya dengan hope that you are well. Kemudian dilanjutkan dengan mengajukan
permohonannya, dan sebagai penutup ia akan menulis atau mengucapkan: ”Aku tunggu ya darling. Loveee you
sayyyy....”
Tetapi,
kalau giliran saya lagi butuh, ia bahkan tak pernah menjawab pesan atau
mengangkat telepon. Pertama saya kesal, kemudian saya pikir kesal itu tak ada
gunanya sama sekali. Saya memutuskan untuk berperilaku seperti dirinya. Ia
adalah satu dari sekian manusia dalam hidup saya yang mengajarkan kemunafikan
yang menguntungkan. Kadang saya bingung apakah saya harus berterima kasih
atau sama sekali tidak.
Bermakna
Ungkapan
kasih sayang semacam itu dibutuhkan dalam dunia ini. Mau munafik atau tidak
alasannya. Mencium pipi kalau bertemu, mengirim kado ulang tahun anak rekan
bisnis, mengirim karangan bunga saat dilangsungkan pernikahan, pembukaan
kantor baru, meluncurkan produk baru.
Dan,
tindakan itu masih disertai ucapan: ”Selamat ya, panjang umur, sehat dan
sukses. Usahanya lancar.” Sebuah ungkapan yang meluncur dengan mulus tanpa
halangan seperti sebuah mobil berlari kencang di jalan bebas hambatan. Sebuah
ekspresi yang sering saya lakukan tanpa berpikir panjang.
Bagaimana
kalau mereka benar panjang umur, sehat, dan usaha mereka itu ternyata sukses
sekali dan kebetulan bermain di dalam industri yang sama dan pada akhirnya
mampu mengalahkan saya?
Tidakkah
itu menimbulkan iri hati dan bisa jadi berakhir untuk menjatuhkan mereka?
Padahal, kesuksesan itu juga bisa jadi karena ucapan selamat yang sudah mirip
doa, yang saya lakukan saat mereka baru memulai usahanya.
Atau
sebaliknya, bagaimana kalau yang saya sayyy, kan, begitu seringnya, kemudian
jatuh miskin, ternyata koruptor, ternyata pembunuh, atau melakukan sesuatu
yang mengancam hidup saya? Masihkah mulut saya akan bernyanyi mengekspresikan
ungkapan kasih sayang itu? Benarkah saya masih mau menyayangi mereka yang
membuat hidup saya di ujung tanduk?
Salah
satu kejahatan yang bisa saya lakukan sebagai manusia adalah bukan
kemunafikan, melainkan melakukan sesuatu tanpa memiliki makna. Memeluk orang
tanpa makna, mengirimkan karangan bunga tanpa makna, mendoakan tanpa makna.
Bermakna itu tidak mengandung agenda apa pun.
Makna
berbeda dengan menaikkan awareness, berbeda dengan material promosi. Karangan
bunga di sebuah acara yang ukurannya raksasa disertai nama si pengirim
berikut nama perusahaan yang sama ukurannya bahkan mengalahkan ucapan
selamatnya, itu bukan bermakna. Itu bentuk sebuah keegoisan yang cantik,
sebuah ucapan yang bukan datang dari hati, melainkan datang dari bagian
pemasaran.
Saya
tak berjanji apa-apa karena sulit sekali menghilangkan kemunafikan, tetapi
nurani saya memberikan alat untuk mengurangi hal itu. Begini. Jangan berpikir
panjang soal apa yang akan diungkapkan.
Tetapi,
pikirkan apakah saya benar-benar bahagia dengan apa yang saya nyanyikan dari
lidah tak bertulang ini. Benar-benar bahagia itu artinya yang benar berbahagia
itu saya yang bernyanyi.
Saya
benar berbahagia teman saya panjang umur, saya benar berbahagia usahanya yang
saya doakan maju dan mengalahkan usaha saya, tanpa ada rasa terancam dan
tersaingi. Semoga kalau saya bahagia, kalau saya tak punya agenda yang
tersembunyi, itu bisa mengurangi sebuah kemunafikan hidup. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar