Urgensi
Perppu Perlindungan KPK
Denny Indrayana ; Guru
Besar Hukum Tata Negara UGM
|
KOMPAS,
03 Februari 2015
Setelah menetapkan Budi Gunawan menjadi tersangka terkait
kepemilikan rekening gendut, satu demi satu pimpinan KPK menghadapi kriminalisasi.
Bambang Widjojanto (BW) ditetapkan jadi tersangka. Tiga
pimpinan KPK lain juga dilaporkan ke polisi. Mudah dibaca, lagi-lagi ini
serangan balik yang jelas terkait erat dengan ditersangkakannya Budi Gunawan
(BG).
Modus menersangkakan pimpinan atau pegawai KPK terus
berulang tiap kali pimpinan Polri terjerat kasus di KPK. Ketika Susno Duadji
sebagai Kepala Bareskrim saat itu terendus KPK, dua pimpinan KPK, Chandra M
Hamzah dan Bibit S Rianto, dikriminalisasi. Saat jenderal bintang dua Djoko Susilo
tersangkut kasus korupsi simulator SIM, giliran penyidik KPK Novel Baswedan
ditersangkakan. Kini, ketika jenderal bintang tiga BG jadi tersangka korupsi,
BW ditersangkakan dan boleh jadi tiga pimpinan KPK lain menyusul.
Imunitas pimpinan KPK
Bahwa pimpinan KPK juga manusia biasa yang tak luput dari
kemungkinan melakukan tindak pidana, kita sangat paham. Tetapi melihat tiga
kasus di atas, kita juga harusnya membaca dengan cerdas bagaimana mudah dan
rentannya pimpinan KPK dan pegawainya dikriminalisasi.
Oleh karena itu, sistem perlindungan hukum yang lebih baik
harus diberikan agar KPK bisa bekerja dengan lebih tenang, sambil memastikan
bahwa sistem itu tak dimanfaatkan sebagai perlindungan bagi oknum KPK yang
memang problematik.
Untuk itulah saya mengusulkan terbitnya peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang memberikan imunitas atau
perlindungan sementara selama menjabat kepada pimpinan KPK serta sepanjang
mereka melaksanakan tugas dalam memberantas korupsi. Perlindungan, meski sementara
dan terbatas, perlu agar dalam melaksanakan tugas yang berat, pimpinan KPK
tak mudah dikriminalkan atau dipecah konsentrasinya dengan gugatan perdata.
Hak imunitas selaku pejabat negara dalam melaksanakan
tugas yang berat dari negara itu bukan konsep kosong yang tak jelas dasar
konseptualnya. Sejak lama konsep imunitas sudah melekat bagi anggota
parlemen. Pasal 224 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 mengatur, ”Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan
pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun
di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR”.
Ketentuan imunitas yang relatif sama dulu ada dalam UU No
13/1970 tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian terhadap
anggota-anggota/pimpinan MPRS dan DPR-GR, yang intinya melarang adanya
tindakan kepolisian kepada anggota parlemen yang sedang melaksanakan
tugasnya. Pasal 10 UU No 37/2008 tentang Ombudsman RI juga menerapkan
imunitas dengan mengatur bahwa, ”Dalam
rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap,
ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan”.
Bahkan, UU Lingkungan Hidup Pasal 66 juga memberi imunitas dengan mengatur, ”Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana
maupun digugat secara perdata”.
Jadi, jelaslah, konsep imunitas bagi penyelenggara negara
tertentu itu sudah lama dan masih ada dalam hukum positif kita. Oleh karena
itu, melihat sangat beratnya tugas yang diemban dalam memberantas korupsi di
Tanah Air, seharusnya menjadi wajar bagi pimpinan KPK untuk juga mendapatkan
perlindungan dari masalah hukum selama menjalankan tugasnya.
Bukan tanpa batas
Lebih jauh, hak imunitas juga merupakan aturan yang biasa
dalam hukum di banyak negara. Mengantisipasi serangan balik ke pimpinan dan
pegawai lembaga anti korupsi, sistem untuk memberikan perlindungan hukum ada
dalam undang-undang di banyak negara. Contoh: Malaysia, dalam Pasal 72 UU No
694 Tahun 2009; Australia (UU No 66/2011); Swasi (Pasal 17 UU No 3/2006); dan
Zambia yang dalam Pasal 15 Ayat (1) UU KPK-nya mengatur, ”No proceedings, civil, or criminal, shall lie against any
Commissioner of the Commission, for anything done in the exercise of such
person’s functions under this Act”.
Bahkan, soal imunitas bagi pimpinan dan pegawai lembaga
anti korupsi ini juga telah dikuatkan dengan Jakarta Principles sebagai hasil Konferensi Internasional KPK
Sedunia di Jakarta, akhir November 2012.
Namun, tentu saja hak imunitas kepada pimpinan KPK (atau
lembaga negara lain) tentu tidak tanpa batas. Yang memungkinkan adalah hak
imunitas sementara dan terbatas. Hak imunitas tanpa batas akan mengarah pada
impunitas, tak dapat disentuh hukum. Yang terakhir tidak boleh terjadi.
Oleh karena itu, tetap harus ada batasan agar hak imunitas
itu tidak keliru dimanfaatkan oleh penjahat. Beberapa batasan yang umum:
dalam masa jabatannya; dalam hal menjalankan fungsi dan wewenangnya; dan
tidak berlaku dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana berat,
apalagi korupsi.
Jika saja perppu perlindungan sementara bagi pimpinan dan
pegawai KPK segera dikeluarkan Presiden Jokowi, ini bisa menjadi salah satu
solusi untuk menghentikan kriminalisasi yang sekarang terjadi. Unsur
kegentingan yang memaksa sudah terpenuhi karena KPK telah diserang secara
sistematis sehingga bisa jadi kehilangan semua komisionernya.
Mengeluarkan perppu pengisian pimpinan KPK sementara,
sebagaimana dulu dilakukan Presiden SBY, tidak dimungkinkan karena perppu
demikian pernah ditolak DPR. Sementara perppu imunitas dalam jangka pendek
dapat menghentikan kriminalisasi yang sekarang terjadi, dan dalam jangka panjang
akan mencegah kriminalisasi terulang kembali. Tentu saja kita berharap perppu
perlindungan KPK akan mendapatkan dukungan politik dari DPR, tentunya karena
mereka juga melihat Indonesia yang anti korupsi tidak akan mungkin dicapai
dengan KPK yang rentan dikriminalisasi oleh koruptor. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar