Ujian
Keandalan Negara dalam Stabilisasi Harga
Bustanul Arifin ; Guru Besar Unila, Ekonom Indef;
Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan
|
MEDIA
INDONESIA, 25 Februari 2015
ESKALASI harga beras yang agak
liar pada musim paceklik sekarang ini benar-benar menjadi ujian keandal an
negara dalam stabilisasi harga beras sebagai kebutuhan pokok bangsa
Indonesia. Semua ekonom pertanian paham bahwa siklus rutin kenaikan harga
terjadi setiap Desember¬Februari, bahkan sampai Maret. Kenaikan harga rutin umumnya
terjadi sekitar 10%-15% atau maksimal Rp1.500 per kilogram (kg). Akan tetapi,
laporan perkembangan harga dari beberapa daerah yang dapat menunjukkan bahwa
harga beras pada minggu keempat Februari ini telah mencapai 25%-30%.
Masyarakat menunggu dengan
harapharap cemas tindakan apa saja yang harus diambil dan akan dilakukan
pemerintah.Periode satu bulan ke depan menjadi amat krusial dalam menentukan
kinerja kebijakan stabilisasi harga pangan pokok. Pertama, pasokan beras
memang berkurang karena Indonesia belum panen padi. Kalaupun ada daerah yang
panen, volume yang dihasilkan belum mampu menstabilkan harga beras di pasar.
Sebagaimana dilaporkan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS),
produksi beras 2014 hanya 70,6 juta ton gabah kering giling (GKG), atau
setara 40 juta ton beras.
Volume beras sebesar itu sekitar
65% terjadi pada panen raya, yaitu pada periode April-Juni 2014. Panen beras
pada musim kering atau musim gadu hanya sedikit dan sulit sekali dijadikan
andalan untuk stok pangan nasional. Dampak penurunan produksi pada 2014 masih
amat terasa karena sekaligus menunjukkan kemampuan pengelolaan stok pangan
atau cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Perum Bulog.
Sementara itu, panen raya pada 2015 ini diperkirakan terlambat karena musim
tanam memang terlambat sampai November 2014. Pada 2014 tersebut, BMKG
mencatat sebagai tahun yang paling panas, dan sudah pasti mengganggu sistem
produksi pangan di Indonesia.
Kedua, manajemen pasokan dan
operasi pasar (OP) beras yang dilakukan Perum Bulog agak terganggu. Sampai
awal Februari 2015, operasi pasokan beras berlangsung normal, dan Bulog telah
berhasil menggelontorkan beras kualitas medium ke pasar sejumlah 71 ribu ton.
Sekadar indikator betapa etapa besarnya kebutuhan beras di In Indonesia,
Pasar Induk Cipinang (PIC) atau Jakarta Food Station (JFS) sebagai badan
usaha milik daerah yang berada di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
setidaknya memerlukan beras 2.500 ton atau bahkan sampai 3.000 ton pada saat
masa-masa sensitif dan hari-hari besar nasional. Pemerintah menilai bahwa
operasi pasar seperti biasanya dianggap tidak efektif karena terdapat
indikasi pengoplosan antara beras operasi pasar dan beras petani lokal yang
kualitasnya lebih bagus. Bulog kemudian melakukan operasi pasar langsung ke
beberapa permukiman, yang dikemas dalam kantong berukuran 5 kg.
Operasi pasar langsung seperti itu
mungkin mampu menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen, tapi belum mampu
menjaga stabilitas harga beras di pasar. Harga beras kualitas medium di pasar
justru pelan-pelan merangkah naik, bahkan menembus batas psikologis di atas
Rp10.000 per kg. Solusi pada determinan ini ialah bahwa pemerintah dan Bulog
perlu segera mengambil keputusan tegas dan dapat dilaksanakan di lapangan.
Masalah administrasi
Ketiga, kinerja penyaluran beras
untuk keluarga miskin (raskin) bermasalah dan amat berpengaruh terhadap
pembentukan harga beras di pasar. Pada November-Desember tidak ada penyaluran
raskin karena konon cadangan beras untuk raskin telah tersalurkan pada awal
2014. Di samping itu, pemerintah baru telah merasa menyalurkan bantuan uang
tunai kepada kelompok miskin yang terkena dampak kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) pada akhir tahun lalu itu. Ketika kaum miskin yang biasanya
memperoleh beras dari penyaluran raskin tersebut harus membeli beras di
pasar, tekanan kenaikan harga juga semakin besar.
Bayangkan apabila di seluruh
Indonesia, mereka `menyerbu' dan membeli beras sebanyak 500 ribu ton, maka
harga ke seimbangan beras di pasar pasti meningkat.Akibat lain yang paling
nyata ialah ketika raskin harus disalurkan lagi pada Januari 2015--karena harga
BBM telah diturunkan lagi--langkah tersebut harus menggunakan cadangan beras
pemerintah (CBP) pada Januari. Biasanya, CBP pada Januari dan Februari ini
memang amat berperan dalam stabilitas harga beras pada musim paceklik seperti
sekarang. Upaya Perum Bulog untuk memperoleh tambahan CBP konon belum mampu
terealisasi secara cepat karena terdapat masalah administrasi dalam
penunjukan penanggung jawab kuasa pengguna anggaran (KPA). Berita terakhir
yang dapat dipantau ialah bahwa pada Senin (23/2) sore, Wakil Presiden Jusuf
Kalla telah mengeluarkan solusi dan menjanjikan untuk melakukan operasi pasar
beras sebesar 300 ribu ton.
Keempat, rasa saling percaya
(trust) di antara pejabat pemerintah, di antara pejabat di Bulog, di antara
pelaku ekonomi beras atau pedagang; trust
di antara ketiga komponen penting stakeholders tersebut. Masyarakat tentu
lelah membaca kontroversi tentang mafia beras, saling bantah pernyataan, dan
silang-pendapat para stakeholders
beras yang sangat mungkin akan berpengaruh pada pembentukan harga beras di
pasar. Di setiap pasar komoditas, pasti terdapat aspek psikologi pasar yang
amat sangat penting, bahkan amat dominan dalam pembentukan harga beras.
Walau bagaimanapun, pemerintah
wajib menjadi regulator pasar yang berwibawa dan memberikan ketenangan pasar
sehingga tidak menambah pada keliaran pembentukan harga beras. Setelah rapat
koordinasi para pejabat negara dan lintas kementerian, langkah berikutnya
yang perlu diambil ialah Kementerian Perdagangan dan Bulog wajib melakukan
dialog dengan para pedagang dan stakeholders
beras. Terakhir, langkah jangka menengah dan jangka panjang wajib dirumuskan,
seperti pembenahan manajemen usaha tani dan sistem produksi padi di hulu,
modernisasi dan peningkatan efisiensi mesin penggilingan padi yang umumnya
teknologi yang digunakan telah ketinggalan zaman, sampai langkah
diversifikasi pangan yang mampu mengurangi ketergantungan pada konsumsi
beras. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar