WAWANCARA
Saya
Hanya Tumbal
Labora Sitorus ; Anggota
Kepolisian Resor (Polres) Raja Ampat, Papua Barat
|
KOMPAS,
06 Februari 2015
Labora Sitorus, terpidana kasus pencucian uang, penimbunan
bahan bakar minyak, dan pembalakan liar kayu, akhirnya mau bersuara. Untuk
bertemu Labora tidaklah mudah. Kompas harus menunggu selama enam jam, pukul
11.00-17.00 WIT, di depan pintu gerbang PT Rotua setinggi 4 meter.
Dari upaya pendekatan seorang teman wartawan media lokal
di Kota Sorong, Labora akhirnya mau memberikan keterangan terkait sejumlah
pemberitaan tentang dirinya. Selama satu jam, laki-laki kelahiran
Banjarmasin, 3 November 1961, itu menuturkan sejumlah alasan di balik
keluarnya dirinya dari jeruji besi, selama 12 bulan ini.
Anggota Kepolisian Resor (Polres) Raja Ampat, Papua Barat,
itu telah divonis Mahkamah Agung dengan 15 tahun penjara dan denda Rp 5
miliar. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Papua mengajukan kasasi karena vonis
Pengadilan Tinggi Papua hanya 8 tahun penjara.
Berikut ini petikan wawancara Labora Sitorus dengan
beberapa wartawan, termasuk Kompas, di salah satu ruangan berukuran 8 meter x
6 meter di kediamannya, di kawasan Tampa Garam, Jalan DI Panjaitan, Kelurahan
Rufei, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (5/2) petang.
Tempat itu juga menjadi lokasi PT Rotua milik Labora yang bergerak di
industri pengolahan hasil kayu merbau yang didatangkan dari sejumlah wilayah
di Papua Barat.
Di kompleks rumah Labora, tampak puluhan karyawan duduk di
teras dan berkerumun di bagian lain kompleks rumah itu. Saat wawancara,
Labora didampingi juru bicaranya, Fredy Fakdawer. Di ruangan itu pun terdapat
empat laki-laki lain.
Mengapa Anda melarikan diri dari
Lapas Sorong?
Saya tegaskan bahwa ketiga instansi, yakni kepolisian,
kejaksaan, dan lapas (lembaga pemasyarakatan), telah melakukan pembohongan
publik di media massa. Selama ini, saya hanya berada di rumah. Karena itu,
saya merasa heran mengapa ada di dalam daftar pencarian orang yang ditetapkan
kejaksaan. Padahal, para petinggi dari tiga institusi ini selalu datang ke
rumah untuk bersilaturahim.
Anda tahu bahwa surat bebas hukum
yang dikeluarkan pihak Lapas Sorong itu tidak sah?
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di sejumlah media
massa sudah menyatakan surat itu tidak sah. Namun, perlu publik ketahui,
pihak lapas yang berinisiatif mengeluarkan surat itu dengan alasan masa
penahanan saya telah berakhir. Sementara kejaksaan belum mengirimkan surat
perpanjangan masa tahanan. Bahkan, mereka sendiri yang mengantarkan surat itu
ke rumah. Apabila terjadi kesalahan dengan surat itu, pihak lapas yang
seharusnya dipidanakan karena membuat surat palsu.
Mengapa Anda tak mau kembali ke
lapas? Padahal, Anda sudah diputus bersalah Mahkamah Agung?
Sampai saat ini, saya tidak menyetujui putusan Mahkamah
Agung. Sebab, saya hanya menjadi tumbal dari permainan sejumlah oknum
petinggi di Markas Besar Polri dan Kepolisian Daerah Papua. Misalnya,
penetapan tersangka dengan berita acara pemeriksaan palsu dan tidak
ditandatangani oleh saya. Masa dalam surat itu saya dinyatakan sebagai
pegawai Pemda Kabupaten Sorong. Selain itu, mereka menyatakan saya berpangkat
aiptu (ajun inspektur satu). Padahal, saya hanya berpangkat brigadir kepala.
Maksudnya?
Apabila saya bersalah, mengapa kepolisian dan kejaksaan masih
menempuh cara persuasif. Saya sudah berkali-kali mengajukan pengunduran diri.
Namun, Mabes Polri tidak menyetujui dan mengusulkan pensiun dini. Sampai saat
ini, saya masih menerima gaji sebagai anggota Polri. Logikanya, seorang
terpidana jika melarikan diri harus segera ditangkap atau ditembak.
Langkah apa yang akan Anda tempuh
jika memang merasa tidak bersalah?
Intinya, saya tidak akan menjatuhkan nama institusi karena
perbuatan oknum. Saya akan menyampaikan data yang lengkap terkait segala
permainan di balik kasus ini. Namun, saya mohon bantuan dari Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban serta Komnas HAM datang ke sini.
Anda menggunakan karyawan dan
warga setempat untuk menghalangi proses eksekusi?
Saya tak pernah menggunakan massa untuk suatu kebenaran.
Cuma mereka tak ingin kehilangan saya. Sebab, selama ini saya selalu
memperhatikan segala kebutuhan mereka.
Anda siap untuk dieksekusi dalam
waktu dekat?
Saya heran. Sebab, selama ini saya tidak pernah
menghalangi proses eksekusi. Kondisi tubuh saya memang belum sehat karena
masih menjalani terapi setelah terkena stroke ringan. Intinya, Pemerintah
Indonesia masih menggunakan hukum rimba. Para karyawan dan masyarakat di sini
yang mengetahui siapa sebenarnya saya.
Segera dieksekusi
Di Jakarta, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, Kejaksaan
Agung menjamin tidak akan membuang waktu untuk segera mengeksekusi Labora
setelah terpidana itu ditangkap.
”Yang penting ditangkap dan
ditahan, maka bisa segera kami mulai eksekusinya. Kesulitan dan halangannya hanya
itu. Makanya, kami berharap, kalau Labora melihat ini, tolong segera
menyerahkan diri,”
tuturnya.
Prasetyo mengatakan, sejak awal kejaksaan sudah akan
mengeksekusi Labora. Namun, Labora tidak berada di tahanan. ”Itu di luar pengetahuan dan kendali kejaksaan,”
ujarnya.
Jaksa Agung mengharapkan kepolisian dan kejaksaan dapat
segera menemukan dan menangkap Labora. ”Jajaran
saya di bawah, Kejaksaan Negeri Papua, sudah mengadakan kerja sama intensif
dengan Polda Papua Barat. Saya pun sempat bicara singkat dengan Pak Plt
Kapolri, juga Menteri Hukum dan HAM,” ujar Prasetyo.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Ronny
F Sompie, kepolisian di Papua telah membentuk tim untuk membantu pencarian
dan penangkapan Labora.
”Pembentukan tim dan koordinasi
antarinstitusi yang sedang berlangsung ini sudah dilaporkan kepada Pak
Badrodin (Pelaksana Tugas Kepala Polri/Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal
Badrodin Haiti) oleh Kapolda Papua Barat. Saat ini kami masih berusaha
menangkap Labora,”
lanjutnya.
Ronny mengatakan belum dapat mengungkap perkembangan
terbaru proses penangkapan. Ia berharap, setelah Labora ditangkap, kejaksaan
dapat segera melakukan eksekusi sesuai kewenangannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar