Pi-Kai
Goenawan Mohamad ; Esais,
Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo
|
TEMPO.CO,
02 Februari 2015
Hamzah
Fansuri di dalam Mekkah,
mencari Tuhan
di Bait Al-Ka'bah.
Dari Barus ke
Qudus terlalu payah,
akhirnya
dijumpa di dalam Rumah.
Empat abad semenjak Hamzah Fansuri
mencari Tuhan di Ka'bah dan menulis syair Sidang Ahli Suluk, ada seorang
makhluk angkasa luar yang dengan susah payah juga mencari Tuhan.
Dengan catatan: ini sebuah dongeng
modern. Persisnya, sebuah satire. Saya mengikutinya, dan menikmatinya, di
sebuah bioskop: film PK, karya sutradara Rajkumar Hirani.
"PK" adalah nama yang
diberikan kepada sesosok makhluk angkasa luar yang turun di Rajasthan, dari
kata "pi-kai", kata Hindi yang kurang-lebih berarti
"slebor". Makhluk itu, dimainkan oleh aktor Aamir Khan dengan
sangat bagus, dianggap manusia bumi sebagai seseorang yang oleng pikirannya.
Ia memang tampak demikian. Begitu
turun ke bumi, alat komunikasinya dengan pesawat ruang angkasanya dicuri
orang. Ia memburu benda itu-tapi ia tak bisa berbahasa manusia. Ia sosok yang
ganjil. Ke mana-mana ia bertelanjang bulat. Ia baru mendapatkan pakaian dari
mencuri baju dan celana pasangan manusia yang menanggalkan pakaiannya untuk
bersetubuh di dalam mobil yang diparkir.
Setelah melalui salah paham yang
merepotkan, ia baru bisa berbahasa manusia-dalam hal ini bahasa
Bhojpuri-setelah menyedot isi kesadaran seorang pelacur dengan cara memegang
tangannya erat-erat selama beberapa jam.
Dengan kecakapan baru itu ia
meneruskan perjalanannya mendapatkan kembali instrumennya yang hilang. Ia ke
Delhi. Tapi tentu saja di kota dengan penduduk lebih dari 11 juta itu ia
ibarat mencari sebutir kedelai dalam unggunan kacang polong. Hanya Tuhan yang
tahu, begitu ia dengar orang menjawab pertanyaannya.
Maka ia pun mencari Tuhan.
Ia tak tahu bagaimana wujud Tuhan.
Ia pun datang ke dalam kuil Hindu, gereja Katolik, masjid, dan menjalani
ritual yang (menurut kata orang) dikehendaki Tuhan agar permintaannya
dipenuhi. Ia mencoba-dalam keadaan putus asa-berhubungan dengan Yang
Maha-Tahu dan Maha-Penolong. Tapi orang ramai tak paham. Ia malah
dikejar-kejar karena dianggap mencemari apa yang sakral.
Akhirnya ia mulai melihat bahwa
berhubungan dengan Tuhan sebagaimana ditentukan agama-agama tak akan
mendapatkan apa-apa. Bahkan teperdaya. Bahkan bisa menghasilkan sesuatu yang
negatif. Manusia di dunia mencoba mengontak yang ilahi, tapi itu seperti
seseorang yang menelepon dan tersambung pada nomor yang salah dan mendapat
jawaban yang bukan dari Tuhan sendiri.
"Salah nomor" adalah
sindiran film ini kepada agama-agama. Di balik nomor yang salah itu yang
bersuara adalah kehausan manusia akan kuasa. Personifikasinya adalah
seseorang yang diagung-agungkan sebagai aulia besar, Tapasvi Maharaj. Orang
bertubuh tambun dan tinggi ini dengan efektif mempertontonkan wibawa. Ia
mengeluarkan fatwa dan petunjuk yang diyakini umat, meskipun menyesatkan.
Umat takut, mereka cemas, dan dengan mudah mempercayainya. Juga ketika fatwa
itu tak adil, atau menimbulkan penderitaan, atau meminta orang
mempersembahkan segalanya untuk kemegahan sang pemberi sabda.
Akhirnya PK membongkar semua itu:
kita telah "salah nomor". Dan di mana Tuhan? Tetap tak ada yang
tahu, meskipun iman tetap utuh.
Yang jelas, penghuni angkasa luar
itu mendapatkan kembali alat komunikasi yang dicarinya dengan susah payah
karena persentuhannya dengan manusia-dalam hal ini Jaggu (dimainkan Anushka
Sharma), seorang gadis presenter TV yang dengan setia mendampinginya.
Juga seseorang yang mengalami
bagaimana agama-agama memisahkannya dari laki-laki yang dicintainya,
Sarfaraz, seorang pria muslim, hidup di Pakistan.
Dengan kata lain, Tuhan yang tak
tampak, yang selamanya dicari, sebenarnya dapat ditemui ketika seseorang
terketuk hatinya oleh seorang lain, melampaui ketakutan, kecurigaan, dan
kebencian. Satire yang kocak dan tajam dalam PK mengandung sesuatu yang
sering diingatkan seorang sufi.
Ada bait lain dalam Sidang Ahli
Suluk yang seperti itu:
Sidang Faqir
empunya kata,
Tuhanmu Zahir
terlalu nyata.
Jika sungguh
engkau bermata,
lihatlah
dirimu rata-rata.
Tuhan "terlalu nyata", bila kita tak menutup mata kita
sebagai bagian dari sesama yang fana, tapi sebenarnya tak bisa disimpulkan
dengan gampangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar