Pendidikan
dan Kebudayaan
Amich Alhumami ; Antropolog-Penekun Kajian
Pendidikan dan Kebudayaan; Bekerja di
Direktorat Pendidikan Bappenas
|
MEDIA
INDONESIA, 23 Februari 2015
PENDIDIKAN dan kebudayaan ialah
isu besar yang harus ditangani secara sungguh-sungguh karena merupakan
barometer kualitas manusia dan kemajuan suatu bangsa.Kementerian ini jelas
merupakan institusi strategis yang semestinya dipimpin oleh sosok yang
memiliki pemahaman mendalam mengenai masalah-masalah fundamental di bidang pendidikan
dan kebudayaan sekaligus.
Pemahaman yang baik, antara lain, tecermin pada
kemampuan untuk meletakkan isu pembangunan pendidikan dalam konteks
pembangunan kebudayaan secara keseluruhan. Harus ditegaskan bahwa pendidikan
merupakan bagian dari kebudayaan sebagaimana para pemikir--klasik dan
modern--selalu menempatkan pendidikan sebagai salah satu elemen saja dari
kebudayaan.
Berbeda dengan
pandangan para pemikir arus-utama, Menteri Anies Baswedan--dalam wawancara
dengan Kompas (12/11/2014)--justru punya pandangan lain ketika mengatakan
bahwa `kebudayaan ialah bagian dari pendidikan.' Jelas pandangan ini
keliru-suatu kesalahan konseptual yang cukup serius sekaligus menunjukkan
betapa sang menteri kurang memahami bidang pendidikan dan kebudayaan yang sangat
strategis yang selama bertahun-tahun selalu menjadi pusat perhatian seluruh
bangsa.
Mosaic pattern
Saya tidak tahu bacaan apa dan
pengarang buku mana yang menjadi rujukan ketika ia mengemukakan suatu konsep
paling pokok dan sangat fundamental yang bertentangan dengan pandangan umum
di kalangan para pemikir dan ahli pendidikan dan kebudayaan. Berbeda dengan
pernyataan sang menteri, pandangan aksiomatis yang berlaku universal ialah
pendidikan bagian—jika bukan sebagian kecil saja—dari kebudayaan. Jika
kebudayaan laksana mosaic pattern
nan indah menawan, pendidikan hanya sepenggal marble yang ikut membentuk
keindahan mosaic pattern tersebut. Namun, mosaic
pattern tidak akan pernah terbentuk sempurna tanpa aneka rupa marble selain pendidikan.
Sebagai
penggalan marble, pendidikan hanya
mengisi ruang kecil di salah satu sudut mosaic
pattern yang berukuran luas sehingga membentuk gambar besar yang disebut
kebudayaan.
Jadi, kebudayaan jauh lebih luas
dari pendidikan karena mencakup hampir semua aspek kehidupan umat manusia. Kebudayaan
mencakup sistem pengetahuan, sistem nilai dan norma, sistem ekonomi dan mata
pencarian, sistem hukum, sistem sosial, dan sistem politik yang menjadi
rujukan untuk menciptakan keteraturan hidup bermasyarakat. Kebudayaan mencakup
pula aneka jenis kesenian, kreativitas, inovasi, dan daya cipta— buah dari
proses pendidikan—yang merepresentasikan manusia, masyarakat, dan bangsa yang
beradab. Kebudayaan juga mencakup sistem teknologi dan peralatan sebagai
instrumen bagi umat manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan sehingga
punya daya survival dan mampu
mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Sedemikian luas cakupan
kebudayaan, seorang ahli sosiologi terkemuka Henry Pratt (1967) merumuskan
konsep kebudayaan dalam kutipan panjang berikut, “A collective name for all behavior patterns socially acquired and
transmitted by means of symbols; hence a name for all the distinctive
achievements of human groups, including not only such items as language,
tool-making, industry, art, science, law, government, morals and religion,
but also the material instruments or artifacts in which cultural achievements
are embodied and by which intellectual cultural features are given practical
effect, such as buildings, tools, machines, communication devices, art
objects, etc.”
Kaitan pendidikan-kebudayaan
Dengan meletakkan pendidikan
sebagai bagian dari kebudayaan-bukan sebaliknya, seperti yang dipahami Pak
Menteri--pendidikan sejatinya adalah suatu proses pembudayaan untuk melahirkan
manusia-manusia yang berbudaya. Kaitan erat pendidikan-kebudayaan tampak
dalam rumusan umum yang selalu muncul dalam cultural discourse di kalangan para ahli ilmu-ilmu sosial; education is a means of developing
civilized human beings and creating cultured human societies.
Dalam perspektif demikian,
pendidikan ialah jalan strategis untuk membangun kebudayaan dan peradaban
umat manusia, seperti yang diyakini para pemikir klasik-modern. Rabindranath
Tagore, seorang pendidik dan pujangga India yang meraih Nobel Sastra 1913
menegaskan keterkaitan pendidikan-kebudayaan. Pendidikan dimaknai sebagai
medium pembelajaran untuk menghargai khazanah kebudayaan lain dengan tetap
merawat kebudayaan sendiri. Tagore menghargai nilai-nilai multikulturalisme
dan meyakini pendidikan dapat menjadi jembatan penghubung antarkebudayaan.
Setiap kelompok masyarakat pemilik suatu kebu dayaan dapat memetik hal-hal
yang baik dan positif dari kebudayaan lain untuk diadopsi, guna memperkaya
khazanah kebudayaan sendiri. Suatu kebudayaan tidak mungkin terisolasi dari
kebudayaan lain dan pendidikan berfungsi membangun kesepahaman
antarkebudayaan dalam suatu relasi yang harmonis di dalam masyarakat.
Kita juga dapat merujuk pemikiran
tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara yang memaknai pendidikan
sebagai proses liberasi sosial-politik-budaya. Karena itu, pendidikan harus
mampu menumbuhkan dan membangun jiwa-jiwa merdeka dan mandiri. Pendidikan adalah
kerja kebudayaan untuk melahirkan manusia-manusia yang berpikiran merdeka,
berjiwa patriotik, dan berwatak nasionalis yang mampu melawan hegemoni
kekuasaan kolonial. Tokoh pendidikan lain, Mohammad Syafei, juga berpendirian
bahwa pendidikan harus mampu menanamkan jiwa mandiri, memupuk kemampuan
berdikari, menumbuhkan etos kerja tinggi melalui proses pembelajaran
berdasarkan pengalaman dan pendidikan sepanjang hayat. Bahkan, ahli filsafat
dan sastrawan angkatan Pujangga Baru, Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat
bahwa upaya membangun sebuah bangsa yang modern sejatinya ialah pekerjaan
pendidikan.
Bangsa modern mensyaratkan
kesediaan untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran baru, belajar dari pengalaman
bangsa lain, mengembangkan ilmu pengetahuan, terbuka, dan bersedia menyerap
nilai-nilai kemodernan yang berasal dari Barat dengan tetap menjaga identitas
kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.
Strategi kebudayaan
Sangat jelas, pemikiran pendidikan
yang dikemukakan para pemikir klasik-modern tersebut mengandung makna esensial
kebudayaan. Mereka menyentuh pikiran, akal budi, nilai-nilai, dan sikap
mental setiap insan—dalam komunitas dan bangsa—yang harus dipupuk dan
dikembangkan melalui proses pendidikan sebagai medium pembebasan untuk
membangun kebudayaan dan peradaban maju serta modern.
Dalam konteks demikian, pendidikan
harus dimaknai sebagai strategi kebudayaan yang berorientasi untuk
mengembangkan seluruh potensi manusia. Pendidikan merupakan wahana pembelajaran
yang memfasilitas tiga aspek penting setiap manusia dapat tumbuh kembang
sempurna: (1) Cognitive learning yang
meliputi pengembangan ilmu pengetahuan, talenta, dan daya intelektualitas;
(2) Affective development yang
meliputi penanaman nilai-nilai moralitas dan religiositas serta pemupukan
sikap emosional dan sensitivitas; dan (3) Practical
compentence yang mencakup peningkatan kinerja, kemampuan adaptasi,
peningkatan kemahiran, dan keterampilan teknik untuk memperluas berbagai
pilihan pekerjaan dan mengatasi masalah-masalah praktis dalam kehidupan.
Sebagai bentuk strategi
kebudayaan, pendidikan dimaksudkan untuk menyiapkan individu dan masyarakat
agar dapat membangun kehidupan modern di masa depan. Pendidikan merupakan (1)
medium bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
kebudayaan-kesenian; (2) wahana sosialisasi nilai, pembinaan sikap mental,
dan karakter; (3) pemupukan jiwa kreatif yang dapat mendorong tumbuhnya
kebebasan dan daya cipta melalui serangkaian eksperimentasi.
Mengingat posisi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang demikian penting, maka seyogianya diurus oleh
figur dengan kemampuan istimewa yang tergolong outstanding. Oleh karena itu, sungguh
diperlukan sosok menteri yang punya pemahaman mendalam dan komprehensif atas
masalah-masalah mendasar pendidikan dan kebudayaan. Bangsa ini sangat merindukan tokoh-tokoh sekaliber
Daoed Joesoef, Fuad Hasan, dan Malik Fadjar untuk memimpin kementerian
strategis ini agar tidak muncul pemahaman keliru dengan ungkapan “kebudayaan ialah bagian dari pendidikan.“
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar