Norma
Moral Iblis
L Murbandono ; Peminat
Peradaban, Tinggal di Ambarawa Kabupaten Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 06 Februari 2015
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri kembali
berkonflik di zaman yang disebut era reformasi, dan sudah 16 tahun lebih
berjalan. Perkara itu berakar dari tiga penyebab. Pertama; negara kita
bernasib sial. Kedua; konflik antarlembaga negara yang sama-sama dibutuhkan
bangsa itu hanya bagian kecil dari banyak kegagalan semua presiden RI zaman
reformasi dalam memimpin RI jadi negara dengan peradaban yang lebih baik.
Ketiga; semua presiden kita tak berdaya menghadapi spirit Orbaisme yang
kejam, culas, munafik, dan serakah.
Spirit dengan empat karakter jahat itu masih kuat sampai
hari ini. Konflik KPK versus Polri salah satu produk mutakhirnya. Tetapi
rakyat tidak bodoh. Semua yang bernalar sehat pasti paham mengingat 5W+ 1
H-nya terang-benderang. Hanya dibuat kabur oleh kepentingan-kepentingan
jahat. Jadi, inti konflik KPK versus Polri hanyalah soal bagaimana harus
menyeret penjahat ke penjara. Konflik itu juga membuat politik dan hukum
teramat heboh tapi sejatinya mubazir habishabisan. Nilainya nol koma nol bagi
pendidikan rakyat. Banyak dari kita menjadi sedih dan berpikir keras memahami
latar belakangnya.
Dalam konteks itu, paling sedikit harus dipersoalkan tiga
wacana dasar. Pertama; ujung dari konflik tersebut cuma mengurus uang kotor
dengan jumlah amat banyak sehingga penjahat selalu diperlakukan dengan
hormat. Bahkan membuat tampak seperti para pangeran dan ndara putri tanpa
dosa, mengaburkan substansi masalah bangsa dan negara, yaitu memberantas
kejahatan. Kedua; dulu KPK tidak ada, lalu diadakan karena perang melawan
korupsi di republik ini yang dilakukan polisi, jaksa, hakim dan ikutannya
dari tingkat terendah sampai tertinggi selalu kewalahan di depan para
penjahat yang kebanjiran uang. Pada tataran ini, KPK menjadi nilai tambah
bagi semua lembaga penegak hukum, dan tidak menjadi masalah bagi Polri.
Ketiga; KPK menjadi masalah bagi Polri begitu rekening
gendut sejumlah petingginya diusut oleh komisi antikorupsi itu. Artinya, di
tubuh Polri ada indikasi sejumlah petingginya adalah penjahat. Maka Polri
membela diri dan menyerang KPK. Serangan itu lumrah sebagai salah satu cara
menjaga citra. Apalagi, KPK bukan malaikat dan di dalamnya ga diduga juga
tersedia penjahat. Masalah pokok konflik KPK lawan Polri itu sejatinya sama
sekali tidak rumit dalam rangka moral bermartabat. Ini cuma perkara bag a i m
a n a menghukum penjahat di tubuh dua instansi negara yang 100% terhormat dan
sama-sama dibutuhkan republik ini.
Yang rumit, teknis pelaksanaannya. Menguasai Negara Dua
lembaga negara itu akan sulit menghukum para anggota, apalagi pimpinannya
sendiri yang dituding sebagai penjahat, dan cenderung melindungi mereka
dengan segala cara sebagai tradisi kesetiakawanan kelompok. Di sini norma
moral yang bermartabat tidak berlaku, yang diberlakukan norma moral iblis.
Maka, norma moral iblis itu harus diusut 5 Wdan 1 H-nya oleh seluruh anak
bangsa sebagai tugas nasional.
Bagaimana asal usulnya sehingga ia bisa menjadi senjata di
dua lembaga negara yang terhormat? Tiap orang yang berakal sehat tidak
terlalu sulit menjawab pertanyaan itu. Butir-butir jawabannya banyak sekali.
Terpenting empat butir berikut. Pertama; norma moral iblis berasal dari hasil
pendidikan Orbaisme dengan mahaguru sekaligus ìpemimpinî yang menguasai
negara kita lebih 30 tahun. Ia secara internasional terkenal sebagai diktator
dengan korupsi paling banyak di dunia selama abad XX. Kedua; norma moral
iblis itu terusmenerus digunakan oleh semua yang berkepentingan untuk
mencerai-beraikan dan menghancurkan reformasi yang contoh faktanya
berlimpah-ruah sejak 21 Mei 1998 sampai saat ini.
Selama moral iblis tidak diperangi dan dikikis habis,
konflik KPK versus Polri dan seluruh ikutannya bisa terus terjadi dan
terulang. Termasuk konflik lebih luas dalam segala sektor kehidupan berbangsa
dan bernegara. Ketiga; sampai sekarang norma moral iblis itu masih sangat
aktif malang-melintang menguasai semua orang Indonesia yang bodoh. Banyak
orang yang mudah dibodohi masih percaya pada slogan ’’isih enak jamanku
tho’’, ’’korupsi pada zaman Orde Baru tidak separah sekarang’’, dan
sejenisnya Keempat; norma moral iblis identik dengan spirit Orbaisme.
Pasalnya, Orde Baru di republik ini adalah zaman manakala hampir semua
pejabat dari desa sampai pusat adalah koruptor-koruptor ulung yang terlidungi
oleh mekanisme kekuasaan, asalkan mereka sehaluan dengan diktator.
Alhasil, penggunaan norma moral iblis demi kepentingan
nusa dan bangsa adalah kemustahilan. Ia hanya akan membuat negara kita makin
rusak. Ini jadi tugas nasional setiap anak bangsa untuk melawannya, sesuai
dengan kemampuan di bidangnya masing-masing. Tidak mudah dan mohon tabah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar