Menegakkan
Khitah Indonesia 1945
Muhammadun ; Peneliti
Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) PWNU DIY;
Analis Studi Politik pada Program Pascasarjana UIN
Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 03 Februari 2015
BILA mencermati langkah dan gerak
Nahdlatul Ulama (NU), tidak bisa dimungkiri bahwa jalan perjuangan NU selalu
berdiri tegak untuk membela kemanusiaan dan keindonesiaan. Semangat
perjuangan NU digelorakan para pendirinya, khususnya KH M Hasyim Asy'ari yang
tak pernah surut langkah untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Berdiri pada 31 Januari 1926, NU sebenarnya wadah pengembangan
perjuangan para kiai pesantren yang telah lama menentang kolonialisme dan
penjajahan.
Gerak perjuangan NU sangat
dibutuhkan bangsa ini. Jalan bangsa ini selalu berliku, seiring dengan
banyaknya tantangan yang dihadapi. Reformasi yang bergulir pada 1998 belum
menjadi roh pergerakan, tapi justru sering kali dijadikan jalan politik untuk
kepentingan sesaat. Semangat Indonesia 1945 tidak banyak disuarakan, malah sering
dinafikan. Gerak perjuangan Indonesia 1945 lebih banyak menjadi slogan,
miskin aksi dan aktualisasi un tuk menjawab tantangan Indonesia masa depan.
NU dalam kesejarahannya menorehkan
banyak catatan, terlebih dalam berdirinya NKRI. Bukan saja keterlibatan
kultural, NU sangat intensif terlibat dalam merumuskan arah dan gerak negara
ini. Hasyim Asy'ari, Wahid Hasyim, dan Abdurrahman Wahid mungkin menjadi
trisula NU, baik secara geneologis maupun ideologis, yang mencatatkan gerak
perjuangan NU untuk `NKRI harga mati'. Trisula NU tersebut tentu saja tidak
sendirian karena mereka dikerubungi ribuan kiai, ribuan pesantren, jutaan
santri, dan jemaah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Khitah Indonesia 1945
Tentu saja, jejak kesejarahan NU
mempunyai makna sangat krusial dalam menjaga tegaknya NKRI. Tak salah
kemudian kalau pada 2012 NU menggelorakan semangat kembali kepada Khitah
Indonesia 1945. Gelora Khitah Indonesia 1945 itu berangkat dari pengalaman NU
ketika mengalami krisis dan kemerosotan pada dasawarsa 1970-an. Maka, pada
awal 1984, NU menemukan solusi yaitu kembali ke spirit NU 1926, kemudian
dicanangkan agenda kembali ke khitah 1926. Walaupun saat itu banyak yang
menentang karena dianggap langkah mundur, kemudian terbukti bahwa langkah NU
kembali ke khitah itu telah memberi inspirasi baru untuk kebangkitan NU
sebagai tonggak dalam menentukan langkah ke depan, bahkan kemudian NU bisa
diakui secara internasional.
Dari sini, NU mendesak bangsa ini
agar kembali ke khitah Indonesia 1945, yang merupakan kembali ke jati diri
bangsa ini yang diwarnai de ngan semangat kemerdekaan, menciptakan keadilan
dan kesejahteraan, serta membangun kedaulatan nasional yang lepas dari segala
macam bentuk penjajahan. Kembali ke khitah Indonesia 1945 berarti kembali ke
semangat proklamasi, nilainilai Pancasila, semangat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, serta kembali pada nilai luhur UUD 1945, yang berdasarkan pada
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kekeluargaan, permusyawaratan, serta
perjuangan keadilan.
Munas NU 2012 tegas sekali
menguraikan bahwa kembali ke khitah 1945 tersebut tidak berarti menolak
segala bentuk perubahan terhadap UUD 1945. Demikian juga tidak menyakralkan
hasil amendemen yang sudah dilakukan. Sesuai dengan amanat Pasal 37 UUD, itu
perlu disempurnakan. Khitah Indonesia 1945 merupakan keseluruhan cita-cita
bangsa ini yang berproses sejak zaman Kebangkitan Nasional yang kemudian
dirumuskan menjadi dasar negara Pancasila, dicetuskan melalui Proklamasi Ke
merdekaan, dirumuskan menjadi Pembukaan UUD, serta dirinci ke dalam Batang
Tubuh UUD 1945 secara tuntas dan menyeluruh.
Karena itu, dalam konteks kembali
ke khitah Indonesia 1945 ini, NU berusaha kembali menegaskan Pancasila
sebagai ideologi negara, barang siapa mengganggu atau menentangnya harus
segera dicegah karena ia musuh negara. NU juga mendesak dalam UUD itu ada
pasal yang menegaskan bahwa Mukadimah UUD 1945 yang telah ada itu sama sekali
tidak boleh diubah atau diamendemen karena mukadimah tersebut menjadi pedoman
yang memuat filosofi serta arah perjuangan bangsa ini.
Indonesia masa depan
“Nilai dasar demokrasi adalah memanusiakan manusia dan
mengaturnya agar pola hubungan antarmanusia itu dapat saling menghormati
perbedaan dan mampu bekerja sama sehingga menciptakan kesejahteraan bersama,“ demikian yang selalu ditegaskan
KH Wahab Hasbullah, penggerak berdirinya NU. Kiai Wahab mengaktualisasikan
gagasannya dari gurunya, KH Hasyim Asy'ari, yang selalu menegaskan bahwa
agama harus menjadi inspirasi dan basis etik dalam membangun demokrasi.
Sinergi agama dan nasionalisme dalam membangun Indonesia, bagi Kiai Hasyim,
akan menjadikan Indonesia masa depan sebagai negara yang bermartabat.
Basis agama yang sinergis dengan
nasionalisme itu harus menjadi tonggak utama NU dalam mengawal khitah
Indonesia 1945. Pertama, NU harus selalu berani mempertaruhkan dirinya demi
tegaknya NKRI harga mati. Siapa pun yang merongrong NKRI, maka NU harus siap
berada di barisan paling depan untuk membela NKRI. Apa pun yang dikerjakan
NU, harus berorientasi menjaga dan menegakkan NKRI.Di sinilah, NU bagi Kiai
Sahal Mahfudh, Rais Am PBNU (1999 2014), sebenarnya menjalankan politik
tingkat tinggi, yakni politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan etika
politik. Dengan politik tingkat tinggi, NU akan tetap terdepan dalam menjaga
NKRI.
Kedua, NU harus selalu berdiri di
depan dalam menegakkan kemandirian bangsa. Jejak NU dan pesantren terbukti
selalu menjaga kemandiriannya. Kemandirian NU dan pesantren harus menjadi
salah satu tonggak kemandirian bangsa ini. Kalau bangsa ini berani tegak
mandiri, kedaulatan bangsa tak bisa diganggu gugat. Indonesia masa depan
harus siap dengan etos mandiri karena harus bergerak di tengah gejolak
masyarakat ekonomi global, yang dimulai dari MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN).Warga NU yang berada di berbagai pelosok desa harus siap dengan
kemandirian sehingga Indonesia masa depan semakin gemilang.
Ketiga, mengembangkan kader anak
bangsa yang berkarakter. Menyiapkan generasi bangsa yang berkarakter dan
berintegritas menjadi tugas besar NU karena dari sosok yang berkarakter dan
berintegritas, agenda bangsa masa depan bisa direalisasikan. Peran NU dalam
lembaga pendidikan, pendidikan keagamaan, dan pendidikan kebangsaan mutlak
harus segera diperkuat dari semua lini, khususnya dimulai dari pelosok desa.
Semangat perjuangan inilah yang
harus digelorakan NU sehingga khitah Indonesia 1945 bisa dijalankan dengan
baik dan bermartabat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar