Learning
Technics
Ahmad Baedowi ; Direktur Pendidikan Yayasan Sukma,
Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 09 Februari 2015
MENARIK mengikuti plenary session dari Dr Herbert
Puchta, seorang profesor dari Teacher
Training University di Graz, Austria. Dengan pengalaman panjangnya
sebagai praktisi pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, Puchta mampu
memberi inspirasi tentang teknik-teknik pengajaran bahasa, dan bisa jadi juga
akan bermanfaat untuk dilakukan guru bidang studi lainnya. Dua buku best sellernya, yaitu English in Mind dan Super Minds yang diterbitkan Cambridge University Press menjadi
rujukan hampir semua sekolah menengah atas di kota-kota besar dunia, tidak
terkecuali Jakarta.
Bagi sekolah-sekolah dengan
tingkat partisipasi dan kemampuan ekonomi orangtua mencukupi, keinginan anak
untuk berkembang dengan material yang teruji tentu bukanlah suatu masalah.
Metode belajar dengan menggunakan pendekatan berbasis bahasa (Inggris) tentu
mensyaratkan kualitas guru yang mumpuni, selain ada kemauan dari orangtua
untuk membayar mahal semua kebutuhan sekolah anak-anak mereka. Saya hanya
sedang membayangkan, mungkinkah metode semacam Cambridge English bisa diadaptasi
dengan baik di sekolah-sekolah negeri kita?
Melihat kenyataan itu, kita
sepertinya pesimistis mengingat rata-rata kualitas guru negeri tidaklah
sebaik guru-guru yang ada di sekolah swasta menengah atas. Hal lain yang juga
akan menyulitkan ialah sistem birokrasi kependidikan kita yang masih ragu antara
ingin menerapkan desentralisasi dan sentralisasi. Karena itu, yang harus
terus dijaga dan dilakukan ialah proses pembinaan guru berkelanjutan, selain
perbaikan pada aspek kebijakan pengangkatan guru dan kepala sekolah melalui
serangkaian tes yang terbuka dan bertanggung jawab.
Selain itu, kesempatan guru untuk
berkembang menjadi lebih baik lagi perlu disegarkan dengan workshop yang
mengenalkan mereka dengan beragam pendekatan pembelajaran, terutama tentang
strategi-strategi pembelajaran aktif seperti yang dilakukan sekolah-sekolah
yang tergabung ke Cambridge English
School. Salah satu model teknik pembelajaran yang diperkenalkan Puchta
mungkin baik untuk direnungkan para guru kita.
Dalam proses
keseharian belajar-mengajar, misalnya, ketika guru meminta para siswa mereka
untuk membaca buku teks, hal lazim yang sering diingatkan dan diminta guru
kepada siswa-siswi mereka ialah teknik membaca ulang (rereading) secara terus-menerus dan memberi tanda beberapa
kalimat pokok dengan garis bawah (underlining
and highlighting) dengan menggunakan Stabilo warna-warni. Namun, ternyata menurut Duvcosky
(2013), teknik belajar jenis itu masuk kategori yang kurang efektif dan efisien
dalam meningkatkan daya kritis dan daya nalar serta pemahaman siswa terhadap
masalah.
Teknik lain yang
juga tingkat keefektifannya lebih baik ialah membandingkan beberapa kata
kunci dalam sebuah buku teks dengan asosiasi imajiner otak kita. Teknik itu disebut sebagai keyword mnemonic, dan menurut riset
juga kurang efisien dan efektif untuk menumbuhkan critical thinking dalam diri siswa. Juga teknik interleaved practice, dengan siswa
sering diminta untuk mempraktikkan pemahaman mereka terhadap beragam masalah
secara paralel dalam satu waktu.
Tes berulang
Keempat teknik belajar itu ternyata
memiliki efek yang kurang baik terhadap perkembangan memori anak dalam jangka
panjang, karena biasanya teknik belajar jenis itu hanya baik untuk kebutuhan
tes jangka pendek dan menengah, tetapi akan terlupakan setelah anak atau
siswa keluar atau lulus dari sekolah.
Oleh karena itu, menurut Puchta, guru
perlu menggunakan teknik lain yang dianggap bagus untuk kebutuhan jangka
panjang memori siswa, yaitu teknik tes yang berulangulang (practice testing) dan memahami masalah
melalui distribusi persoalan, tetapi masih dalam tema yang sama (distributed practice). Kedua teknik
belajar itu, menurut riset Duclovsky (2013), hampir pasti akan membuat siswa
memiliki memori jangka panjang yang lebih baik, sekaligus meningkatkan daya
kritis para siswa.
Harus diakui, perkembangan teknik
belajar memang sangat cepat dan luas. Teknik belajar yang sangat beragam itu
tentu sejalan dengan kebutuhan belajar aktif, sebuah pendekatan yang merujuk
kepada aktivitas pembelajaran yang melibatkan murid melakukan berbagai hal
dan berpikir tentang apa yang dilakukannya (student centred). Namun, belajar aktif bukan hanya seperangkat
kegiatan. Itu lebih merupakan suatu sikap yang mesti diambil baik oleh murid,
guru maupun sekolah untuk menjadikan proses belajar-mengajar menjadi lebih
efektif.
Tujuan pengembangan teknik
belajar, dalam pandangan saya, ialah untuk menstimulasi kebiasaan berpikir
seumur hidup dan menstimulasi murid berpikir tentang ‘bagaimana’ ataupun
‘apa’ yang sedang dipelajari, serta meningkatkan tanggung jawab murid untuk
pendidikannya sendiri. Oleh karena itu, prinsip strategi dan teknik
pembelajaran sebaiknya menggunakan juga teknik kolaborasi dengan pasangan
atau kelompok, yang membentuk lingkungan belajar yang aman bagi pertumbuhan
dan eksplorasi gagasan murid. Apa yang didiskusikan murid dengan pasangan
atau kelompoknya atau apa yang di-share
dengan temannya membuatnya bisa memahami dan menguasai materi pelajaran.
Karakteristik belajar aktif
biasanya dapat dilihat dari seberapa besar murid terlibat dan bertanggung
jawab dalam proses pembelajaran, dengan sebanyak mungkin interaksi yang
terjadi baik antara guru dan murid ataupun murid dan murid. Selain itu,
teknik belajar aktif terbuka untuk menggunakan dan atau menerapkan berbagai
model mengajar dan belajar, dan oleh karena itu belajar aktif dapat ditandai
suasana dan lingkungan kelas yang dinamis. Beberapa teknik belajar yang
dikemukakan dapat digunakan secara maksimal oleh guru.
Namun, jika merujuk
kepada hasil riset tentang efektivitas belajar-mengajar
dalam jangka panjang,
teknik melakukan tes tertulis secara berulang dan
membuat distribusi peta
persoalan secara terus-menerus diyakini akan meningkatkan daya kritis siswa
sepanjang hayat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar