Rabu, 21 Januari 2015

Keseriusan Pemberantasan Korupsi

Keseriusan Pemberantasan Korupsi

R Widyopramono  ;   Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
(Jampidsus) Kejaksaan Agung
SUARA MERDEKA, 20 Januari 2015

                                                                                                                       


PERMASALAHAN pelik bangsa Indonesia yang menyita perhatian publik saat ini adalah kian merosotnya integritas moral sebagian penyelenggara negara/ penegak hukum. Hal itu ditandai oleh banyaknya peristiwa pidana yang mengarah ingin mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok (korporasi) secara melawan hukum atau korupsi. Metode penegakan hukum secara luar biasa telah dilakukan secara optimal. Namun kasus korupsi di negara kita masih menempati urutan yang cukup memprihatinkan dibanding negara lain.

Kesungguhan Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dengan pembentukan Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) melalui Peraturan Jaksa Agung Nomor 001/A/JA/01/2015 tanggal 8 Januari 2015. Jaksa Agung HM Prasetyo telah mengambil sumpah 100 jaksa untuk mendukung kinerja Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Dalam praktik, publik masih melihat aparat pelaksana di lapangan yang sekadar mengejar target kuantitas penanganan perkara korupsi. Padahal perkara itu tidak layak dilimpahkan ke pengadilan, baik dari segi teknis yuridis dan administrasi maupun kecilnya kerugian keuangan negara. Karena itu, publik masih melihat beberapa perkara korupsi yang dibebaskan di tingkat penuntutan oleh pengadilan.

Profesi penegakan hukum oleh seorang jaksa mutlak dilakukan secara professional, proporsional, mengindahkan harkat dan martabat hak asasi seseorang alias mendahulukan rasa hati nurani si pencari keadilan, kebenaran, dan kemanfaatan. Samuel P Huntington mengatakan, jaksa sebagai seorang profesional harus memiliki tiga karakter, yaitu keahlian (expertise), pertanggungjawaban sosial (social responsibility), serta rasa kesatuan dan keterikatan, baik antarsejawat maupun dengan anggota masyarakat yang dilayani (corporatness).

Jaksa harus memiliki kemampuan mengembangkan keahlian dan mengembangkan hubungan, baik secara perorangan maupun kelembagaan. Dalam konteks itu, terasa ada relevansinya pembentukan Satgassus P3TPK. Anggota satgas itu harus memiliki kemampuan profesional, berintegritas, dan berdisiplin tinggi dalam mengemban profesi. Hal lain yang harus dipahami anggota Satgassus adalah standar pelayanan administrasi serta teknis penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana.

Dengan penataan standar pelayanan administrasi dan teknis penanganan perkara tindak pidana khusus, diharapkan proses kerja dan output kinerja bisa lebih kredibel. Hal itu diharapkan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan. Jaksa anggota satgas wajib memedomani standard operating procedure (SOP) sehingga penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi bisa tuntas tanpa menimbulkan permasalahan baru.

Aspek Kualitatif

Anggota satgas perlu menangani secara simultan, artinya optimal menjalin kerja sama dengan BPK atau BPKP, PPATK, dan OJK dalam mengumpulkan dan menemukan alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana. Upaya itu melalui pemeriksaan saksi ahli dan dokumen/surat. Jadi, anggota satgas tidak sekadar ”menaikkan” perkara secara kuantitatif tapi juga kualitatif.

Begitu pula pemeriksaan berkas perkara tindak pidana korupsi yang berasal dari penyidikan instansi lain. Anggota satgas harus cermat memperhatikan kualitas dan kuantitas kerugian keuangan negara. Termasuk segera menentukan sikap terhadap penyelidikan kasus korupsi telah memakan waktu bertahun-tahun tapi tidak ada kepastian penyelesaian.

Proses penanganan dan penyelesaian dilakukan secara konsisten, lewat proses yang  mengalir secara runtut menuju penyidikan sempurna,  penuntutan prima, dan eksekusi tuntas sehingga dapat mengeliminasi tunggakan perkara. Peningkatan kuantitas penanganan perkara tipikor perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas. Baik dari segi pengungkapan keterlibatan aktor intelektual, kerumitan modus operandi, maupun aspek keadilan sosial. Yang tidak kalah penting adalah penyelamatan kerugian keuangan negara dan aset hasil kejahatan.

Optimalisasi penegakan hukum yang berkualitas pada hakikatnya merupakan cerminan ketaatan terhadap berbagai ketentuan. Adanya perbedaan penafsiran dari para ahli terhadap pengertian melawan hukum dalam tindak pidana haruslah dipandang sebagai wacana khazanah hukum. Disebut melawan hukum secara formal adalah bila perbuatan tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan delik.

Pembentukan Satgassus P3TPK adalah upaya strategis Kejaksaan dalam rangka meningkatkan intensitas percepatan, keakurasian penanganan, dan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi. Ikhtiar itu pada gilirannya bermuara pada peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kejaksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar