Kamis, 22 Januari 2015

Apa Kabar RUU Migas?

Apa Kabar RUU Migas?

Rahmad Pribadi  ;   Alumnus Harvard University,
Pelaku Usaha Perminyakan Bidang Hulu
MEDIA INDONESIA, 21 Januari 2015

                                                                                                                       


APA kabar RUU Migas? Lebih dari dua tahun sejak dibubarkannya BP Migas pada 13 November 2012, UU Migas No 22/2001 belum juga selesai direvisi. Bahkan, diduga pada tahun ini pun revisi itu tidak akan selesai. Pertanyaannya ialah apakah tidak selesainya revisi itu dapat diartikan pemerintah telah melakukan pengabaian terpenuhinya kesejahteraan yang menjadi hak rakyat Indonesia?

Sepanjang 2014, pembahasan mengenai RUU Migas seperti berjalan di tempat. Padahal, UU yang baru sudah sangat mendesak. Ada 16 pasal/ayat dalam UU Migas yang dibatalkan MK. Beberapa di antaranya ialah pasal yang menjadi hal pokok dalam tata kelola migas.

Salah satunya ialah keputusan MK untuk membubarkan BP Migas. Padahal, keberadaan dan peran BP Migas dalam tata kelola migas sangat sentral. Pemerintah segera membentuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Migas (SKK Migas) sebagai pengganti BP Migas.

Namun, dasar pembentukan SKK Migas yang hanya berdasarkan PP dan bukan Perpu, menjadikan kedudukan hukum SKK Migas tidak kuat dan bisa menjadi sasaran tembak berikutnya. Dengan menempatkan SKK Migas dalam ketidakpastian karena statusnya hanya sementara dan dasar pembentukannya hanyalah PP, itu bisa mengakibatkan pimpinan SKK Migas selalu dalam kegamangan dalam memutuskan hal yang penting dan signifikan.

Salah satu contohnya ialah kegagalan SKK Migas mengambil keputusan cepat mengenai mega proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) oleh Chevron Indonesia. Kegamangan pimpinan SKK Migas menyebabkan Chevron memutuskan untuk menunda proyek itu pada Oktober 2014. Padahal, IDD ialah proyek pengembangan migas yang sangat penting. Tidak hanya karena besarnya nilai proyek yang mencapai US$ 12 miliar, tetapi juga besarnya produksi gas yang dapat dihasilkan dari proyek tersebut.

Apabila proyek itu terlaksana sesuai dengan rencana awal, pada 2018 RI akan mendapat tambahan produksi gas sebesar 1.270 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Itu suatu tambahan produksi yang bisa digunakan untuk menutupi defisit gas di Jawa. Namun, sekarang semua itu menjadi tidak pasti.

Tentunya kegamangan tidak hanya dirasakan pimpinan SKK Migas, tetapi juga dirasakan para pelaku usaha hulu migas, khususnya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S). Kepastian hukum ialah hal yang sangat penting bagi K3S dalam membuat keputusan bisnis. Tanpa kepastian hukum, bisa jadi lifting migas juga akan semakin sulit dipertahankan.

Hal lain yang juga sangat penting yang terjadi pada 2014 ialah penyesuaian harga BBM. Kurang dari satu bulan sejak Presiden Jokowi dilantik, pemerintah dengan berani menaikkan harga BBM. Pada akhir 2014, pemerintah kembali mengambil kebijaksanaan yang sangat fundamental, yaitu penghentian subsidi bensin premium (RON 88).

Dengan dihapuskannya subsidi bensin premium, maka harga yang ditetapkan pemerintah pada esensinya ialah harga pasar. Tentu, ada beberapa pertanyaan menyangkut diketahui, MK itu. Sebagaimana diketahui hal itu menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) UU No 22/2001 bertentangan dengan UUD 1945. Menurut MK, penetapan harga BBM ialah kewenangan pemerintah karena BBM merupakan sumber daya yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. 

Pertanyaannya kemudian, bagaimana landasan hukumnya apa bila harga yang ditetapkan pemerin tah itu ialah harga pasar? Bukankah yang demikian bisa dianggap sebagai pembangkangan keputusan MK. Secara substansi, itu bisa dianggap menghidupkan kembali Pasal 28 ayat 2 UU Migas.

Pertanyaan kedua ialah transparansi penetapan harga BBM. Apabila memang subsidi akan dihapus dan pemerintah akan terus memegang kendali penentuan harga BBM, sudah selayaknya pemerintah memberikan penjelasan tentang mekanisme pene tapan harga. Transparansi penetapan harga menjadi sangat penting. Peme rintah sebaiknya menetapkan sebuah formula yang menggunakan harga pasar sebagai referensi untuk menen tukan harga BBM. Dengan demikian harga BBM menjadi transparan.

Tahun 2015

Banyak hal yang akan terjadi di 2015, terutama berkaitan dengan pelemahan kondisi perekonomian dunia dan kegaduhan politik domestik. Namun, cukup bersyukur bahwa kita memulai tahun ini dengan hal yang baik. Penghapusan subsidi BBM tentunya akan memberi warna baru di 2015. Setidaknya, secara fiskal diperkirakan pemerintah akan menghemat tidak kurang dari Rp200 triliun. Dana itu bisa digunakan untuk membangun sektor produktif yang akan menopang per tumbuhan ekonomi Indonesia di tengah melemahnya ekono mi dunia.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah menjelaskan bahwa sebagian dari dana itu akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur perhubungan. Namun, kita berharap bahwa pemerintah juga akan menggunakan dana itu untuk mendorong tumbuhnya sektor energi. Sebagian dana itu haruslah juga dimanfaatkan untuk memba ngun infrastruktur energi, seperti pipanisasi migas, kilang minyak, LNG Receiving Terminal, dan depo penyimpanan BBM.

Kita juga berharap pemerintah bisa memanfaatkan dana itu untuk mendorong sektor energi terba rukan dengan memberikan insentif kepada dunia usaha dalam bentuk penundaan pajak, investment credit, atau bantuan untuk R&D. Tanpa pemanfaatan yang baik, tentunya penghapusan subsidi BBM menjadi kurang bermakna bagi kesejahteraan masyarakat.

Meskipun 2015 masih akan diwarnai dengan kegaduhan politik, seperti tidak kunjung selesainya konflik internal beberapa partai politik, per tarungan kepentingan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), namun kita wajib berharap di 2015, pemerintah bersa ma DPR RI bisa menetapkan UU Migas yang baru. Tidak kunjung selesainya pembahasan RUU Migas sangat me rugikan bangsa dan negara ini. Kita akan kehilangan banyak kesempatan untuk membangun kesejahteraan rakyat melalui pemanfaatan sumber daya migas di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar