Perubahan
Dunia Intelijen Indonesia
Rene L Pattiradjawane ;
Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
31 Desember 2014
PERTUMBUHAN
ekonomi Indonesia masih seperti lingkaran setan, dibayangi ekonomi biaya
tinggi disertai kutipan-kutipan biaya tidak resmi, pegawai yang mengasong
proyek-proyek, dan lemahnya penegakan hukum di sektor-sektor ekstraktif.
Analisis ini pertama kali terungkap dalam buku terbitan Badan Intelijen
Negara yang melakukan kajian strategis permasalahan Indonesia dalam kurun
waktu 2014-2019.
Buku
baru berjudul Menyongsong 2014-2019:
Memperkuat Indonesia dalam Dunia yang Berubah dan diedit oleh mantan
Menteri Riset dan Teknologi Dr Muhammad AS Hikam, MA itu juga memiliki versi
bahasa Inggris, Toward 2014-2019: Strengthening
Indonesia in A Changing World, menjadi sebuah kajian intelijen menarik
bagaimana Indonesia melihat diri sendiri untuk kurun waktu lima tahun ke
depan.
Dalam
pengejawantahan kebijakan luar negeri Indonesia selama ini, ungkapan menarik
dan perlu kita simak secara serius adalah ”Indonesia
sendiri menginginkan apa dalam pergaulan politik global? Sekadar teman dan
keseimbangan politik global? Yang meresahkan adalah bahwa menambah teman
sebanyak-banyaknya dan mencarikan keseimbangan dalam politik global
berpotensi untuk sekadar menguntungkan kepentingan negara-negara lain.
Istilah sinisnya: Indonesia sekadar menari di atas tabuhan genderang
negara-negara lain.”
Sebuah
kajian strategis yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara ini menjadi
serius ketika para diplomat Indonesia tidak mampu menghadirkan modalitas
mendasar mendukung kepentingan-kepentingan vital dan strategis Indonesia di
masa mendatang. Dengan gamblang buku ini menyebutkan, pemerintah selama ini ”tergolong santai dalam menjaga
wilayah-wilayah terdepan RI, apalagi yang wujudnya perairan.”
Kita
melihat ada kekhawatiran mendasar di kalangan komunitas intelijen Indonesia
yang menjadi faktor menghadirkan analisis strategis ini. Pertama, terganggunya
kepentingan vital Indonesia menghadapi dinamika negara-negara di kawasan yang
secara aktif dan agresif mengejawantahkan kepentingan nasionalnya
masing-masing secara maksimum. Tiongkok dan Australia adalah beberapa di
antara negara tersebut.
Kedua,
analisis intelijen menunjukkan ketidakpahaman atas kepentingan vital
Indonesia berbaur dengan kepentingan nasional yang selalu bisa dicarikan
solusi diplomasinya. Kepentingan vital negara mana pun adalah harga mati. Ini
sangat krusial dalam perubahan arus deras globalisasi sekarang ini.
Contoh
yang sangat jelas dari faktor-faktor ini terlihat, misalnya, pada masalah
penangkapan kapal ikan ”berawak Tionghoa berbendera Indonesia” di Laut
Arafura serta kebingungan berbagai departemen memproyeksikan hubungan kerja
sama ekonomi, perdagangan, sosial, dan budaya dengan Taiwan.
Dua
masalah ini kentara pada besarnya pengaruh RRT, memanfaatkan peluang
kelemahan dalam negeri terkait lemahnya perspektif kita tentang berbagai
peraturan, kebijakan, dan sebagainya. Ini sebabnya diperlukan fokus mendasar
kepentingan Indonesia, baik secara vital maupun nasional.
Kajian
intelijen strategis dalam buku yang diprakarsai Kepala BIN Letjen (Purn)
Marciano Norman penting dijadikan acuan para pemikir, analis, diplomat, dan
para pemangku kepentingan yang perlu mengantisipasi perubahan regional dan
global dewasa ini. Selamat Tahun Baru
2015. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar