Jamu
dan Budaya Nusantara
Tjandra Yoga Aditama ;
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan
|
KOMPAS,
31 Desember 2014
PADA
hari pertama bertugas, Presiden Joko Widodo memulai budaya baru dengan
memakai baju batik ketika menerima kunjungan resmi Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat. Pertama kali dalam sejarah kita, kabinet dilantik dengan
semua menteri mengenakan baju batik. Setidaknya ini dapat jadi sinyal awal
tentang makin kentalnya perhatian terhadap kekayaan nasional kita yang
merupakan warisan budaya bangsa.
Salah
satu potensi besar budaya bangsa adalah jamu, yang sejak berabad-abad lalu
sudah digunakan untuk berbagai bentuk pemeliharaan kesehatan. Ada pendapat
bahwa pengobatan tradisional dapat ditelusuri pada relief candi, sementara
istilah jamu, djampi oesada, mungkin juga dapat ditelusuri pada peninggalan
tulisan zaman dulu, seperti Gatotkacasraya (Mpu Panuluh), Serat Centhini, dan
Serat Kawruh Bab Jampi-Jampi Jawi.
Sampai
kini jamu tetap bagian penting kehidupan kita. Data Riset Kesehatan Dasar
2013, suatu penelitian kesehatan berskala nasional yang diselenggarakan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa
30,4 persen rumah tangga di Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan
tradisional. Di antaranya 77,8 persen rumah tangga memanfaatkan jenis
pelayanan kesehatan tradisional keterampilan tanpa alat dan 49,0 persen
memanfaatkan ramuan.
Data
Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, 59,12 persen penduduk Indonesia di
atas usia 15 tahun menyatakan pernah minum jamu dan 90 persen di antaranya
menyatakan adanya manfaat minum jamu.
Dari
kacamata kesehatan internasional, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sepakat
memajukan pemanfaatan pengobatan komplementer dan tradisional untuk
kesehatan, lalu mendorong pemanfaatan keamanan dan khasiat pengobatan
tradisional melalui regulasi. Ada lima segi dalam pengembangan jamu dan
tanaman obat: saintifikasi jamu, pengembangan kekayaan tanaman obat
Nusantara, pemanfaatan tanaman obat keluarga, wisata kesehatan, dan aspek
internasional nilai budaya bangsa.
Saintifikasi jamu
Untuk
menjamin tersedianya jamu yang aman, berkhasiat, dan bermutu, telah dilakukan
pendekatan ilmiah modern dalam bentuk studi etnofarmakologi, formulasi,
kajian laboratorium, dan uji klinik yang sahih. Jamu saintifik yang
dihasilkan dari program ini digunakan untuk terapi komplementer pada
fasilitas pelayanan kesehatan dan dijadikan pilihan masyarakat.
Dewasa
ini tersedia dua jamu saintifik, yakni untuk hipertensi ringan dan gangguan
akibat asam urat. Penelitian saintifikasi jamu tahun mendatang akan meliputi
24 formula jamu: 19 formula untuk uji klinik pre-post dan 5 formula untuk uji
klinik multisenter. Dalam pelaksanaannya, program saintifikasi jamu dikelola
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan yang
melibatkan dokter dan apoteker yang secara berkala dilatih. Program ini
memberikan landasan ilmiah penggunaan jamu empiris.
Selain
jamu saintifik, dikenal juga istilah obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya
telah distandarkan. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi. Sampai Desember
2014 ada 41 obat herbal terstandar dan enam fitofarmaka yang ada dalam daftar
BPOM.
Hal
kedua yang bisa didapat dari program jamu dan tanaman obat adalah kekayaan
tanaman obat di Nusantara, yang tentu dapat dikembangkan menjadi bahan baku
obat yang biasa digunakan dalam ilmu kedokteran sekarang ini. Menurut WHO,
sekitar 25 persen obat modern atau obat konvensional berasal dari tumbuhan
obat.
Kekayaan
Indonesia dalam hal ini amatlah luas. Riset Tumbuhan Obat dan Jamu I
Kementerian Kesehatan tahun 2012 memperoleh data 1.889 spesies tumbuhan obat,
15.671 ramuan untuk kesehatan, dan 1.183 penyembuh atau pengobat tradisional
dari 20 persen etnisitas (209 dari total 1.128 etnis) Indonesia non-Jawa dan
non-Bali. Riset ini akan dilanjutkan dan dituntaskan untuk mencakup 100
persen etnisitas kita.
Tanaman obat keluarga
Aspek
ketiga dari pengembangan jamu dan tanaman obat adalah pemanfaatan taman obat
keluarga. Program itu kini dilengkapi penyuluhan tentang cara memanfaatkan
tumbuhan obat yang baik dan benar untuk pemeliharaan kesehatan, kebugaran,
dan pengobatan terhadap penyakit sehari-hari. Pengembangan tanaman obat
keluarga juga dapat diperluas menjadi kegiatan untuk menambah penghasilan
keluarga, misalnya dengan memproduksi minuman sehat, seperti minuman jahe
merah, wedang secang, beras kencur, teh temu lawak, dan teh pelangsing.
Aspek
keempat kekayaan jamu dan tanaman obat Indonesia adalah potensi wisata
kesehatan. Selain jamu yang dikonsumsi, potensi wisata lain adalah indahnya
perkebunan tanaman obat di berbagai ketinggian dari permukaan laut, seperti
yang sekarang ada di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Kementerian Kesehatan di Tawangmangu, Jawa Tengah.
Di
tingkat diplomasi internasional, kini sedang dibahas konsep genetic resources, traditional knowledge,
folklore (GRTKF). Topik yang tercakup tentu amat luas, meliputi kekayaan
budaya negara anggota PBB. Dari kaca mata kesehatan, jamu serta tanaman obat
pasti tercakup pula dalam genetic resources, serta juga mungkin traditional knowledge. Pembahasan di
tingkat PBB di Geneva, Swiss, masih cukup ketat dan membutuhkan waktu
panjang. Diplomat kita di sana memegang posisi penting. Pengakuan
internasional pada budaya bangsa melalui konsep GRTKF jelas makin mempertegas
posisi keragaman kekayaan nasional kita, termasuk jamu dan tanaman obat.
Dalam
lima tahun ke depan, kita harus menguasai teknologi yang mampu menghasilkan
sediaan jamu yang aman, berkhasiat, bermutu, dan praktis. Melalui gabungan
program kesehatan konvensional dan tradisional, perlu diwujudkan pelayanan
yang mampu menyembuhkan secara holistik, body-mind-spirit,
untuk mencapai kualitas hidup orang Indonesia yang lebih baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar