Media Indonesia dalam
Sekuel The Hunger Games
M Qodarul Fittron ; Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unair
|
JAWA
POS, 03 Desember 2014
DISTRIK-distrik
di Kota Panem sudah luluh lantak ketika Katniss berusaha kabur dalam
permainan khas kediktatoran Snow, presiden Kota Capitol. Tindakan Katniss
merupakan bentuk kegiatan revolusi untuk memerangi sikap jahat Snow. Katniss
ditunjuk sebagai ikon perubahan oleh Kota Panem dan mempersiapkan kru untuk
membuat video propaganda guna melawan Capitol. Snow pun melakukan hal yang
sama sehingga kedua pihak mencitrakan bahwa masing-masing pihak adalah benar.
Mockingjay Part 1
memiliki konflik yang menarik, yakni sebuah media –baik cetak maupun
televisi– sebenarnya memiliki kekuatan yang sangat besar dalam kehidupan
masyarakat. Media massa benar-benar mengambil alih kontrol kehidupan
masyarakat, mengajak masyarakat untuk mengikuti jalur yang disediakan media
massa.
Sekuel
kedua The Hunger Games tersebut
baru saja diputar di seluruh bioskop dalam negeri. Didukung Jennifer Lawrence
sebagai pemeran utama Katniss, The
Hunger Games merupakan film adaptasi dari buku bertema fantasi yang
ditulis Suzanne Collins. Buku tersebut berbentuk trilogi dan seri terakhir
dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dirilis tahun ini dan bagian kedua
diedarkan tahun depan.
Beberapa
adegan dalam film tersebut menggambarkan ’’perang’’ sebuah media di Kota
Panem dan Capitol oleh pion-pion yang ditunjuk sebagai wakil dari
masing-masing kota tersebut. Ketika Katniss menyebarkan video propaganda
untuk melawan Snow dan Capitol-nya, ada usaha dari pihak Snow dan Capitol
untuk menyerang kembali Katniss dan Panem-nya.
Hal itu
mengingatkan bagaimana media, khususnya di Indonesia, sangat berperan dalam
pesta demokrasi. Memang, pesta politik terbesar itu sudah lewat beberapa
bulan lalu. Tetapi, film Mockingjay
Part 1 memanggil kembali memori penonton tentang fenomena media massa
saat pesta politik terbesar diadakan.
Sudah bukan
rahasia, media massa mulai menunjukkan keberpihakan mereka saat pesta
demokrasi berlangsung. Mementingkan urusan-urusan politik dan menyiarkan
berita-berita yang bersangkutan dengan kepentingan pihak yang didukung.
Siaran-siaran yang diedarkan secara luas lewat stasiun televisi itu secara
tidak langsung memengaruhi pemikiran masyarakat yang mengonsumsi tayangan
itu.
Media
massa, khususnya stasiun televisi, semakin terlihat menunjukkan keberpihakan
mereka ketika pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Jokowi dan Prabowo
bersaing sangat sengit untuk saling unjuk kekuatan lewat media massa. Anggap
saja, Jokowi dan Prabowo adalah Katniss dan Snow versi dalam negeri.
Mereka
saling ’’berperang’’ lewat siaran-siaran propaganda yang menunjukkan kualitas
diri masing-masing. Propaganda memiliki tujuh jenis untuk dikelompokkan.
Salah satunya adalah plain folks. Yakni, seseorang –yang ditunjuk satu media
massa–diartikan sederajat dengan masyarakat lewat siaran atau propaganda
mereka. Katniss-Snow dan Jokowi-Prabowo masing-masing memasukkan plain folks
sebagai dasar propaganda mereka, meski memiliki segmentasi yang berbeda.
Di Mockingjay Part 1, Katniss
direpresentasikan untuk mewakili para rakyat Panem yang sedang berjuang
meraih kemenangan. Begitu pula Jokowi yang digambarkan penuh kesederhanaan
dan prorakyat. Snow dan Prabowo merepresentasikan diri mereka sebagai
pemimpin yang kuat, memiliki tanggung jawab penuh dan kontrol penuh terhadap
negara atau kota mereka. Sebuah realitas adalah abstraksi. Setiap individu
berhak memilah realitas mana yang ingin diterima dan mana yang tidak. Begitu
pun dengan media massa, mereka memilah setiap berita sebelum akhirnya
disebarluaskan untuk dikonsumsi publik.
Ada satu
adegan ketika Katniss merekam satu video propaganda berisi semangat berkobar
untuk melawan Capitol. Adegan tersebut diambil di dalam sebuah studio dan
melalui proses sunting. Tetapi, yang dilakukan Katniss terlihat sedang
dilakukan di luar ruangan. Adegan tersebut bagaikan sedang menggambarkan
media massa, khususnya televisi, sedang menyeleksi realitas yang akan
ditampilkan kepada publik. Begitu pun ketika pemilihan calon presiden dan
wakil presiden berlangsung, publik tidak akan benar-benar tahu keadaan
sebenarnya sosok calon presiden dan wakilnya.
Publik
belum tentu tahu apakah Jokowi benar-benar prorakyat dan apakah Prabowo
benar-benar seorang pemimpin yang kuat. Semua yang diketahui publik pun hanya
sebatas siaran propaganda atau seleksi realitas oleh media massa, khususnya
stasiun televisi. Publik pun mengambil kesimpulan dari tayangan-tayangan
tersebut untuk mengambil tindakan dan berada di pihak siapa. Hal itu juga
digambarkan dalam film arahan Francis Lawrence, yakni ketika para penghuni
distrik-distrik di dalam Kota Panem mulai mencari cara untuk melawan para
penjajah dari Kota Capitol setelah video propaganda Katniss disebarluaskan.
Ketika sebuah media massa sudah mengalami pergeseran kegunaan, yang
seharusnya menjadi pihak yang netral dan mengabarkan berita atau menyiarkan
tayangan sesuai realitas malah berubah menjadi saling berpihak sesuai dengan
kepentingan politik masing-masing, hal tersebut sangat berbahaya. Sebab,
publik sangat membutuhkan berita yang sesuai dengan fakta. Namun, yang
diterima publik hanyalah tayangan propaganda, saling menunjukkan kualitas
diri. Mockingjay Part 1 merupakan
sedikit gambaran mengenai media Indonesia sekarang. Apakah akan tetap begini
nanti? Semoga tidak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar