Tantangan
Menko Kemaritiman
Thomas Nugroho ; Staf Pengajar Departemen PSP FPIK IPB pada
Laboratorium Pelabuhan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan
|
SINAR
HARAPAN, 06 November 2014
Janji Presiden Jokowi membangun sektor kemaritiman mulai sedikit
terjawab dengan dibentuknya Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman.
Pembentukan kementerian ini sudah lama ditunggu karena keberadaan Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) selama ini tidak menjawab tantangan pembangunan
kemaritiman yang dimensinya amat luas.
Fokus KKP hanya ke pembangunan sektor perikanan dan konservasi
sumber daya kelautan, sementara dimensi pembangunan kemaritiman meliputi
kepelabuhanan dan transportasi laut, pertambangan dan energi, perikanan,
pertahanan laut, serta wisata bahari dan jasa lingkungan kelautan lainnya.
Kehadiran Kemenko Kemaritiman di Kabinet Kerja Presiden Jokowi memberikan
harapan baru bahwa ada perhatian serius pemerintah dalam mengelola potensi
kemaritiman secara terpadu.
Tujuan pembangunan maritim yang utama adalah menegakkan martabat
dan kedaulatan negara atas wilayah laut dan kekayaan sumber daya di dalamnya,
serta memperkokoh kesatuan antarwilayah kepulauan Nusantara. Pembangunan
maritim sejatinya harus mampu mewujudkan pemerataan pembangunan antarpulau,
termasuk pulau-pulau di wilayah perbatasan guna mengurangi atau bahkan
menghapus disparitas pembangunan yang menyolok antarpulau.
Pembangunan maritim yang hendak dijalankan pemerintahan Jokowi
akan menghadapi tantangan berat, terutama mengubah paradigma pembangunan
nasional yang sejak Orde Baru cenderung berorientasi ke daratan.
Tantangan Kemenko kemaritiman adalah menyinergikan potensi
kelembagaan dan aparatur negara di pusat dan daerah, serta berbagai kebijakan
sektoral di bidang maritim. Kemenko Kemaritiman diharapkan mampu mendorong
pembangunan kemaritiman sebagai arus utama pembangunan nasional.
Ada dua agenda strategis Kemenko Kemaritiman dalam waktu dekat,
yaitu menentukan arah kebijakan nasional dan tata ruang kemaritiman. Dalam
menjalankan dua agenda penting tersebut dibutuhkan koordinasi
antarkementerian negara, terutama dengan Kemenko Perekonomian dan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada level koordinasi, keberadaan
Kemenko Kemaritiman sangat menentukan sebab akan berhadapan dengan
kementerian dan lembaga negara yang sudah mapan.
Keseriusan dan konsistensi pemerintahan Jokowi dapat dilihat
dari dua alternatif pilihan yang akan dijalankan Kemenko Kemaritiman, yaitu
mengikuti atau menyesuaikan setting kebijakan Kemenko Perekonomian dan
Bappenas; atau sebagai trendsetter dan penentu kebijakan ketika kementerian
yang terkait akan mengikuti dan menyesuaikan dengan kebijakan kemaritiman
nasional.
Kebijakan Kemaritiman
Kemaritiman memang tidak diatur khusus dalam undang-undang,
tetapi termaktub dalam berbagai peraturan perundangan, misalnya tentang
pelayaran, perikanan, wilayah negara, pertambangan, pariwisata, kelautan,
kepelautan, kepelabuhanan, dan berbagai peraturan perundangan lainnya yang
terkait hukum laut. Berbagai peraturan perundangan tersebut telah menjadi
landasan kebijakan pembangunan maritim, tetapi bersifat parsial dan sektoral.
Keberadaan Kemenko Kemaritiman amat penting guna mengendalikan pembangunan
maritim agar terarah dan terpadu.
Kebijakan kemaritiman yang diharapkan adalah menjawab beberapa
persoalan terkait kepentingan ekonomi sektoral di bidang maritim, keutuhan
dan kedaulatan wilayah negara, kelestarian sumber daya dan lingkungan, serta
penyelesaian konflik sosial akibat pemanfaatan ruang laut yang sama dengan kepentingan
yang berbeda. Penanganan berbagai persoalan tersebut memerlukan kebijakan
teritorial yang jelas dan tepat.
Persoalan kemaritiman memiliki dimensi internal dan eksternal
yang membutuhkan perhatian serius pemerintah.
Dimensi internal menyangkut pengelolaan perairan laut teritorial dan
aktivitas di dalamnya untuk kepentingan dalam negeri. Sementara itu, dimensi
eksternal menyangkut pengelolaan yurisdiksi wilayah laut negara yang terkait
kerja sama bahkan konflik dengan negara lain.
Dalam konteks dimensi eksternal, pemerintah harus hadir dan
bertanggung jawab terhadap risiko lingkungan yang ditimbulkan. Caranya dengan
melaksanakan konservasi dan proteksi sumber daya hayati laut, serta menjaga
keutuhan dan kedaulatan wilayah negara.
Masalah kemaritiman juga bersifat terbuka dan lintas batas (cross-border), seperti isu lingkungan
laut, pengelolaan sumber daya hayati laut yang bermigrasi sangat jauh,
pelayaran komersial, dan aktivitas kepelabuhanan. Untuk merespons berbagai
persoalan tersebut, pemerintah dapat menjalankan dua model kebijakan
kemaritiman.
Pertama, berbagi kekuatan (power
sharing) secara politik dan ekonomi dengan negara-negara lain untuk
mengatasi persoalan kemaritiman yang bersifat internasional. Kedua, berbagi
peran dengan stakeholder yang
meliputi organisasi supranasional, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM),
perguruan tinggi, swasta, dan pergerakan sosial lainnya yang ada dalam
masyarakat. Sementara itu, formulasi
kebijakan kemaritiman dapat dikembangkan melalui pendekatan unilateral
terkait dengan geopolitik dan keamanan nasional; serta pendekatan
transnasional terkait kerja sama antarnegara dan antarlembaga nonpemerintah.
Prioritas Kebijakan
Janji Presiden Jokowi menjadikan Indonesia poros maritim dunia
sulit diwujudkan apabila pemerintah tidak berprioritas dan bertujuan jelas
selama masa pemerintahannya. Setidaknya, ada tiga indikator untuk dapat
mewujudkan mimpi presiden tersebut.
Pertama, biaya transaksi perdagangan antarpulau di Indonesia
relatif lebih murah dibandingkan di negara lain. Gagasan tol laut dan
peningkatan pelayanan kepelabuhan nasional sesuai standar internasional
menjadi prioritas kerja pemerintah. Sudah saatnya Indonesia tidak tergantung
dengan negara lain, seperti Singapura, dalam pelayaran komersial internasional.
Caranya dengan membangun dan/atau meningkatkan status pelabuhan
nasional yang ada menjadi pelabuhan komersial utama (hub port). Di samping itu, pemerintah perlu meningkatkan
frekuensi jalur pelayaran yang ada, serta membuka jalur pelayaran baru untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terutama di wilayah yang sulit
terjangkau.
Kedua, kepastian hukum dalam investasi dan pemanfaatan ruang
maritim. Kebijakan penataan ruang maritim dengan berbagai kepentingan yang
berbeda merupakan agenda penting dan prioritas kerja Kemenko Kemaritiman.
Penataan ruang maritim meliputi pengaturan pemanfaatan ruang untuk
kepentingan nasional dan internasional. Kebijakan tersebut pun dapat menjadi
agenda legislasi nasional.
Ketiga, keamanan maritim. Keamanan maritim selalu mendapat
perhatian serius pemerintah, tetapi tidak mudah dalam melakukan tindakan
pengawasan. Ini mengingat wilayah perairan laut Indonesia sangat luas.
Meskipun berbagai tindakan pengawasan di perairan laut telah dilakukan aparat
negara, seperti TNI AL, Polri, dan unit-unit khusus yang ada di beberapa
kementerian; masih sering terjadi berbagai tindakan kriminal dan tindakan
lain yang merugikan dan mengancam kedaulatan negara, terutama di perairan
laut dan pulau-pulau kecil di perbatasan. Hal tersebut terjadi karena
minimnya kerja sama dan partisipasi masyarakat bersama aparat dalam
pengamanan maritim.
Agenda prioritas pemerintah adalah meningkatkan kerja sama dan
partisipasi masyarakat, di samping perlu menyatukan kekuatan pengawasan
maritim menjadi satu wadah yang disebut coastguard. Infrastruktur pengawasan di wilayah
perbatasan pun perlu dibangun dan ditingkatkan. Hal lain yang penting adalah memakmurkan
kehidupan masyarakat di perbatasan, yaitu dengan membangun infrastruktur dan
pelayanan berkualitas, seperti pendidikan dan kesehatan.
Untuk mendorong para pemuda, mahasiswa, akademikus, dan ilmuwan
mengunjungi wilayah perbatasan, perlu dibangun pusat-pusat penelitian, serta
pendidikan dan latihan. Ini khususnya terkait bidang kemaritiman.
Keberadaan Kemenko Kemaritiman menjadi tumpuan dan harapan
masyarakat agar janji Presiden Jokowi dapat dipenuhi. Tidak hanya itu,
kegagalan Kemenko Kemaritiman dalam melaksanakan mandatnya akan menjadi
bumerang bagi karier politik Presiden Jokowi. Jika demikian, mimpi Indonesia
untuk menjadi poros maritim hanyalah utopia. Semoga tidak demikian! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar