Susi:
Antara Status, Pendidikan, Rokok, dan Tato
Dedi Mulyadi ; Bupati Purwakarta
|
KORAN
SINDO, 03 November 2014
Jagat Indonesia diguncang peristiwa penting, yaitu pengumuman
dan pelantikan Kabinet Kerja Jokowi-JK. Guncangan terjadi karena banyaknya
tokoh yang diramalkan menduduki kursi kabinet dengan segenap analisis yang
disampaikan. Namun sayang, seluruh analisis itu tak terbukti. Rupanya ucapan
atau komentar menjadi hilang ”kesaktiannya”. Teu saciduh metu saucap nyata
(apa yang diucap itu tidak terjadi), ketika dipakai di arena yang sebenarnya.
Makanya kalau punya ilmu tinggi jangan diumbar ilmunya, sebaiknya diamalkan
di tempat yang sebenarnya agar ilmunya berwujud.
Guncangan yang paling besar dalam jagat politik kita dengan
munculnya secara tibatiba tokoh wanita dari pantai selatan, Nyai Ratu Laut
Kidul yang memiliki kemampuan mengoperasikan pesawat-pesawat kecil ke
berbagai daerah terpencil di Indonesia serta memelihara lobster dan
menjualnya memakai pesawat ke berbagai negara.
Nyai Ratu itu bernama Susi Pudjiastuti, tokoh yang tidak asing
lagi dalam bisnis penerbangan pesawat perintis. Ingat Aceh, ingat Nias, ingat
Papua, maka Susi Air-lah yang pertama mendarat. Guncangan itu terjadi karena
Teh Susi, bukan seorang politisi atau pengamat politik, atau akademisi, tapi
hanya seorang wanita dari pantai selatan yang tamat SMP dan pernah
bersuamikan orang asing, janda, dan single parent tapi mampu mengelola
bisnis, terpilih menjadi menteri... Tah
ieu nu matak rame teh (Nah , ini yang bikin rame ).
Maka berbagai analisa kembali muncul. Kunaon (kenapa) lulusan
SMP bisa jadi menteri? Kunaon atuh nu ditato bisa jadi menteri? Kunaon atuh nu udud (merokok) bisa jadi
menteri? Pertanyaan itu bergemuruh menjadi wacana akademis, wacana
sosial, sampai wacana warung kopi. Pokona
mah heboh lah... (Pokoknya heboh deh ...) Ceuk kuring nu urang lembur, justru kudu tibalik pananyana... kunaon
atuh nu S-1, S-2, S-3 jeung profesor sakolana laluhur (Kata saya yang
orang kampung, justru jadi terbalik pertanyaannya. Kenapa yang S-1, S-2, S-3,
dan profesor yang sekolahnya tinggi) tidak bisa berbisnis sesukses Bu Susi?
Kenapa orang yang kencang ngomong kesetiakawanan sosialnya dan sering
menyeminarkan kesalehan sosial tidak mampu terjun bebas ke tempattempat
yangdilanda bencana, sedangkan mereka membutuhkan sarana komunikasi, bahan
pangan, jaringan air bersih, bahkan sampai kabel listrik.
Justru Teh Susi mampu melakukan itu, bahkan Teh Susi mampu
mendongkrak sektor perikanan dengan menjual produk dengan pesawat nya sendiri
keluar negeri, sehingga ekspor perikanan kita terdongkrak. Lamun kieu urang nu kudu era, ngaku
pinter, ngomong pertentang, nulis hebat, ari palebah prak, beut eleh ku Teh
Susi nu tamat SMP, ku awewe urang lembur sisi laut Pangandaran ceuk Doel
Sumbang mah... (Kalau begini kita yang mesti malu, mengaku pintar, bicara
lantang, menulis hebat, tapi begitu praktek, malah kalah oleh Teh Susi yang
tamat SMP, oleh wanita perdesaan dari pesisir Laut Pangandaran).
Bangsa kita sudah terlalu terbiasa membangun formal kesalehan,
sehingga kesalehan seseorang selalu dinilai dari tata bahasa, tata busana,
dan sejenisnya. Formalitas seperti ini hanya akan melahirkan kesalehan semu
yang diukur oleh aspek yang bersifat terlihat.
Ceuk urang Sunda mah,
urang teh loba kabobodo tenjo kasamaran tingal, nu lain dienya-enya nu enya
dilain-lain, ari oray diparaehan ari oorayan diingu, atuh beurit nerekab di
mamana tepi ka panen gagal (Kata orang
Sunda, kita ini banyak tersamar pandangan, yang salah dianggap benar yang
benar dianggap salah, ular yang asli dibunuh sementara ular-ularan
dipelihara, jelas saja tikus tersebar di mana-mana hingga panen menjadi
gagal). Kalau pakai jubah, dialah seorang santri, dialah beriman.
Kalau pakai dasi dan jas, dialah pengusaha sukses. Kalau
ngomongnya bisa berputar-putar, dialah orang pandai, karena salah dalam
menilai banyak korban yang berjatuhan. Contoh yang paling menghebohkan adalah
ketika muncul eksekutif muda dengan bahasa yang membingungkan, itulah dia
Vicky Prasetyo.
Berapa wanita cantik yang terjatuh dalam pelukan cintanya,
karena terbuai oleh saudagar kaya yang pandai tiada tanding, hehehe... kacian
deh lu ... Teh Susi bertato, tidak usah di permasalahkan, siapa tahu tatonya
adalah ekspresi dari jiwa nya yang bebas dan terbuka. Justru dia adalah
pribadi yang jujur, yang memperlihatkan dirinya yang sebenarnya, tidak
ditutup-tutupi, tidak pura-pura. Pandangan orang terhadap tato yang harus
segera diubah.
Zaman dahulu ketika ada petrus atau penembak gelap, banyak
penjahat yang bertato terbunuh. Sehingga orang baik pun karena bertato secara
psikologis mengalami ketakutan yang luar biasa, sampai badan dan tangannya
harus diseterika agar tatonya hilang. Padahal tidak semua orang yang tidak
bertato itu baik, kalau hatinya penuh gambar, sehingga ucapannya sering
menyakiti orang lain, kebijakannya tidak membuat masyarakat menjadi
sejahtera.
Saatnya tato dalam hati dibersihkan. Tato bukan barang asing,
bahkan itu adalah produk asli Indonesia. Orang Dayak terkenal dengan seni
tatonya yang sangat tinggi. Tinggal sebagai menteri kelautan, Teh Susi harus
membawa tato dari Dayak agar digemari di negara-negara seberang. Sekarang
urusan merokok. Memang dalam kebudayaan kita, merokok itu dianggap kebiasaan
laki-laki, agak jarang perempuan yang merokok.
Tetapi saat ini batas tugas laki-laki dan perempuan itu hampir
tipis, kecuali urusan melahirkan yang tidak bisa dilakukan laki-laki. Banyak
pekerjaan laki-laki yang diambil alih oleh wanita, apalagi Teh Susi, sebagai
pebisnis tangguh di bidang kelautan dan penerbangan perintis tentunya harus
tumbuh menjadi leader yang kuat yang dihadapi adalah kaum laki-laki yang
berbadan tegap dengan aneka ragam bahasa dan kebudayaan.
Pemimpin yang mengayomi semua kepentingan dan keinginan akan
melahirkan pola hidup yang dinamis dan adaptif terhadap seluruh keadaan
dengan satu visi yang kuat bahwa target-target yang ditetapkan harus tercapai
sesuai dengan keinginan bahkan harus melampaui keinginan yang digariskan.
Rasa jenuh, rasa sendiri, rasa hampa kadang akibat segudang beban dan
persoalan dalam hidup, rokok kadang menjadi teman setia untuk melahirkan
gagasan-gagasan orisinal dan inovatif.
Kita tahu banyak seniman yang
tidak bisa berkreasi kalau tidak ditemani sebatang rokok dan secangkir
kopi. terpenting, rokok dan kopinya asli buatan Indonesia. Masih urusan
merokok, saya justru mendukung Teh Susi karena hari ini para petani tembakau
kita mengalami kegelisahan akibat tekanan internasional yang menyudutkan
berbagai produk tembakau yang dianggap memberi sumbangsih terhadap penurunan
derajat kesehatan masyarakat.
Tetapi saya juga aneh, kenapa di kampung-kampung tukang kayu
yang aki-aki merokok dengan tembakau asli, pakai daun kawung atau kertas
papir, tentunya kadar nikotinnya tinggi. Mereka umurnya pada panjang-panjang
dan produktif di usia 80-90 tahun. Tetapi orang yang sangat bersih badannya,
tegap langkahnya, rajin olahraga, banyak yang kena serangan jantung di usia
muda atau kena penyakit tekanan darah tinggi atau stroke.
Saya tidak tahu tesis mana yang benar, yang jelas saat ini
sentimen negatif terhadap rokok lebih tinggi dibanding sentimen negatif
terhadap minuman keras. Coba kita bandingkan, jawab sing jujur, lebih bahaya
mana rokok dengan minuman keras? Ayo jawab! dan uang kita habis pakai beli
minuman keras impor di klub-klub malam di berbagai tempat dengan harga yang
sangat mahal, menggerus devisa. Geus mah ngalieurkeun, rusak deuih rupiah
aing.... (sudah bikin pusing kepala dan rupiah kita).
Jadi yang harus dilakukan bukannya ribut menyalahkan Teh Susi,
tapi harus sibuk membenahi diri kita dan sistem pendidikan kita. Kenapa tidak
bisa melahirkan banyak Susi Pujiastuti di Republik ini? Sehingga kita menjadi
bangsa yang berjaya. Sudah saatnya sekolah dirombak berbasis kurikulum
produktif, kurikulum pertanian, kurikulum kelautan, kurikulum perikanan,
kurikulum pariwisata, kurikulum kehutanan, kurikulum industri, kurikulum
sepak bola.
Dibanding kurikulum penuh buku, bikin pusing siswa, bikin pusing
orangtua, dan hanya bikin senang percetakan. Heuheuy deudeuh... Pokona mah Wilujeng Sumping (Selamat Datang) Nyi
Ratu Laut Kidul. Bralah, geuragawe nurancage... (Tunjukkan
kemampuanmu...) ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar