Mengentaskan
Pemukiman Kumuh
Nirwono Joga ; Koordinator Gerakan Indonesia Menghijau
|
KORAN
TEMPO, 29 Oktober 2014
Pemerintah Jokowi-JK memiliki pekerjaan rumah berat untuk mewujudkan
kota bebas dari kekumuhan sekaligus terentaskan dari kemiskinan. Tulisan ini
mengingatkan kembali tanggung jawab bersama pemangku kepentingan terhadap hak
bermukim dan hak dasar tempat tinggal untuk semua.
Kota-kota di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar, di
mana kota telah memasuki fase urbanisasi kritis dengan pertambahan penduduk
yang tidak terkendali, keterbatasan lahan kota, dan menjamurnya permukiman
kumuh di kota/kawasan perkotaan. Kota mulai mengalami defisit ekologis,
kelebihan beban, semakin sesak dan sumpek, dengan konsumsi energi lebih
banyak, boros lahan, peningkatan pencemaran udara, serta ancaman banjir.
Dengan tingkat kepadatan yang semakin tinggi, kota harus mampu
menjawab dampak urbanisasi sekaligus melakukan antisipasi, mitigasi, dan
adaptasi terhadap perubahan iklim. Wali kota/bupati dituntut bersikap
responsif, berpikir inovatif, dan bertindak kreatif untuk meningkatkan
kualitas kehidupan kota dan mewujudkan kota bebas kumuh.
Menurut UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakaturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan
kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai
tempat hunian.
Di Indonesia ada 3.201 kawasan kumuh dengan total luas 34.473
hektare yang dihuni lebih dari 34,4 juta jiwa (Kementerian Pekerjaan Umum, Oktober, 2014). Itu berarti
pemerintah Jokowi-JK harus mampu membenahi sekitar 640 kawasan kumuh setiap
tahun. Sebuah pekerjaan rumah yang sungguh sulit, tapi bukan berarti mustahil
untuk dilaksanakan. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Pertama, pemerintah kota/kabupaten membuat peta sebaran kawasan
permukiman kumuh di setiap wilayah kota atau kawasan perkotaan kabupaten
(kawasan ibu kota atau strategis perkotaan) dan ditetapkan dalam surat
keputusan wali kota/bupati. Pemerintah pusat melakukan validasi permukiman
kumuh untuk menyepakati luasan kawasan dan batasan wilayah permukiman yang
akan dibenahi bersama.
Cek peruntukan lahan kawasan permukiman kumuh dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang, apakah berada di atas peruntukan
hunian atau bukan. Permukiman kumuh tumbuh di bantaran kali, tepian
waduk/situ/danau, tepian rel kereta api, kolong jalan/jembatan layang, atau
taman pemakaman.
Kedua, pemerintah kota/kabupaten melakukan validasi sertifikat
kepemilikan lahan warga, apakah bangunan rumah berdiri di atas tanah milik pribadi,
perusahaan swasta, badan usaha milik negara, atau pemerintah
pusat/provinsi/kota/kabupaten. Identifikasi dengan cepat, klarifikasi ulang
dengan jelas, dan tentukan prioritas solusinya.
Jika lahan milik badan pemerintah, pemerintah daerah harus segera
berkoordinasi dengan lembaga pemerintah terkait. Kalau milik perusahaan,
pemerintah daerah dapat membeli lahan atau bekerja sama dengan perusahaan
untuk mengembangkan kawasan. Untuk kepemilikan individu, pemerintah dapat
menawarkan alternatif pembagian kepemilikan saham dalam pengembangan kawasan
dengan tetap mengantongi kepemilikan lahannya.
Ketiga, pilih lokasi yang rendah resistansi penolakan warga,
tingkat partisipasi masyarakat tinggi, sedikit atau tidak ada sengketa
kepemilikan lahan, legalitas lahan tidak terlalu bermasalah, serta memiliki
potensi ekonomi kreatif yang sudah berjalan.
Pemerintah dapat segera membenahi permukiman kumuh dalam waktu
singkat sebagai kawasan percontohan. Jika berhasil, warga permukiman kumuh
lainnya diharapkan bersedia untuk dibenahi secara menyebar dan serentak oleh
pemerintah.
Keempat, jika permukiman kumuh berdiri di atas RTH, pemerintah
wajib memfungsikan kembali kawasan sebagai RTH daerah resapan dan tangkapan
air. Namun, jika permukiman kumuh merupakan peruntukan hunian, ada tiga pola
penanganan permukiman kumuh.
Pemugaran permukiman mencakup kegiatan perbaikan dan pembangunan
kembali permukiman menjadi lebih layak huni. Peremajaan kawasan mewujudkan
permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan
masyarakat sekitar dengan terlebih dulu menyediakan tempat tinggal yang layak
bagi masyarakat. Pemukiman kembali berupa pemindahan masyarakat dari lokasi
yang tidak mungkin dibangun kembali atau tidak sesuai dengan rencana tata
ruang kota/kabupaten dan/atau rawan bencana serta menimbulkan bahaya bagi
barang atau manusia.
Kelima, wali kota/bupati memimpin langsung pembenahan permukiman
kumuh dengan berbagi tugas berbagai pihak terkait dalam membangun rusunawa,
infrastruktur pendukung jalan, jaringan utilitas, dan taman untuk interaksi
sosial dan ruang evakuasi.
Pemerintah harus membuka akses seluas-luasnya terhadap program
kreatif dan inovatif yang diprakarsai pemerintah kota/kabupaten, komunitas,
atau kelompok masyarakat. Program yang mampu menstimulasi peningkatan
kualitas permukiman kumuh, baik skala komunitas maupun kawasan perkotaan.
Selamat bekerja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar