Evaluasi
Kredit Usaha Rakyat
Ugie Nugroho ; Pengamat Ekonomi dan Perbankan
|
KOMPAS,
21 November 2014
SALAH
satu program yang kemungkinan akan segera dievaluasi pemerintahan Joko
Widodo-Jusuf Kalla adalah kredit usaha rakyat. Saat ini, kredit usaha rakyat
(KUR) disalurkan tujuh bank nasional: BRI, BNI, Mandiri, BTN, Bukopin, Bank
Syariah Mandiri, dan BNI Syariah, serta 26 BPD. Hingga 30 September 2014,
plafon KUR yang telah disetujui Rp 168,317 triliun dan outstanding KUR Rp
50,346 triliun, dengan tingkat kredit bermasalah (NPL) 4,2 persen
(www.komite-kur.com). Angka NPL ini cukup baik karena masih di bawah angka
yang ditoleransi, sebesar 5 persen. Namun, perlu dicermati apakah penyaluran
KUR telah dilaksanakan secara baik oleh semua bank pelaksana?
Beberapa
bank memiliki NPL di atas 5 persen, seperti BTN, Bukopin, Bank Syariah
Mandiri, dan kelompok BPD. Jika pemerintah akan melakukan evaluasi, harus
benar-benar dicermati sebaran NPL di setiap bank. Data Agustus dan September
2014, semua bank meningkatkan plafon pinjaman, tetapi hanya BRI yang
meningkat outstanding KUR-nya. Artinya, besar kemungkinan hanya BRI yang
memiliki keyakinan diri untuk terus menyalurkan KUR, sedangkan bank lain
mulai berhati-hati karena NPL yang mulai mengkhawatirkan.
Politis vs bisnis
Program
KUR yang dicanangkan pemerintahan SBY-Boediono tentu memiliki nuansa politis,
paling tidak KUR itu dikaitkan dengan program pemerintahan Pro Poor, Pro Job,
Pro Growth.
Penyaluran
KUR mungkin bernuansa politis, tetapi bank bisa mengemas penyaluran KUR agar
sejalan dengan visi jangka panjang, seperti BRI yang fokus di UMKM dan
menjadikan KUR sarana memperkuat basis calon debitor komersial mereka.
Pertimbangan bisnis yang diselaraskan dengan tujuan jangka panjang bank belum
sepenuhnya dilakukan bank penyalur. Beberapa BPD mengakui tujuan mereka
menyalurkan kredit sebanyak-banyaknya, fokus pada pencegahan NPL terlewatkan.
BRI
terlihat paling siap dalam penyediaan tenaga account officer yang khusus
menangani KUR. Bank ini memiliki BRI Unit dengan tenaga mantri sebagai
pemasar kredit. Untuk bank lain, kesiapan sangat kurang. Bahkan, untuk BPD,
yang menangani KUR adalah analis yang selama ini menyalurkan kredit konsumtif
yang secara mindset dan pemahaman bisnis sangat berbeda dengan kredit
produktif.
Secara
organisasi, BRI juga lebih siap, memiliki BRI Unit yang khusus menangani KUR
Mikro (plafon sampai Rp 20 juta), sedangkan KUR Ritel (plafon di atas Rp 20
juta sampai Rp 500 juta) ditangani account officer di kantor cabang. Bank
lain tak punya organisasi yang membedakan fokus penyaluran KUR, antara KUR
Mikro dan KUR Ritel.
Menangani
kredit perlu jam terbang di samping kemampuan dan pengetahuan tentang bisnis
debitor mereka. Keunggulan juga dimiliki BRI di sini.
Menangani
pinjaman dengan plafon kredit besar relatif lebih kompleks sehingga tanpa
kesiapan memadai, risiko terjadi NPL akan tinggi. Beberapa bank mensyaratkan
agunan tambahan dengan maksud mengantisipasi moral hazard debitor.
Program KUR sebaiknya tetap diteruskan karena bisa jadi jembatan untuk
mempersiapkan masyarakat mengembangkan usaha sejak dini. Bank pelaksana juga
harus benar-benar diseleksi agar penyaluran KUR berjalan lebih efisien dan
efektif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar