Ukuran
Ideal Kabinet Jokowi-Jusuf Kalla
W Riawan Tjandra ; Pengajar Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Atma
Jaya Yogyakarta
|
KOMPAS,
13 Oktober 2014
DALAM perspektif
ketatanegaraan, setelah terpilihnya pasangan capres Jokowi-JK dan segera
setelah mereka dilantik, perlu dibentuk kabinet yang kuat dengan para menteri
yang ahli di bidangnya. Hal ini penting karena struktur kementerian
bertanggung jawab untuk menuangkan visi dan misi pasangan capres terpilih ke
dalam program kerja dan kegiatan sektoral.
Dalam
teori hukum organisasi pemerintah, hal itu disebut dengan melakukan
departemenisasi, yaitu aktivitas untuk menyusun satuan-satuan organisasi
pemerintah yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi pemerintahan
tertentu.
UU No
39/2008 tentang Kementerian Negara mengatur limitasi waktu dan postur
kementerian yang bisa dibentuk presiden.
Limitasi
waktu pembentukan kementerian dibatasi, harus sudah dilakukan presiden paling
lambat 14 hari kerja setelah pengucapan sumpah/janji presiden. Limitasi
postur kementerian dibatasi tak boleh melebihi 34 kementerian.
Pemerintahan presidensial
Hal yang
penting untuk digarisbawahi terkait postur kementerian adalah bahwa dalam
pembentukan postur kementerian, UU Kementerian mengacu pada prinsip sistem
pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien, yang menitikberatkan pada
peningkatan pelayanan publik prima.
Oleh
karena itu, UU Kementerian juga menegaskan adanya larangan bagi menteri untuk
merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris dan direksi
perusahaan, serta pemimpin organisasi yang dibiayai dari APBN/D.
Jika
mengikuti logika berpikir tersebut, sejatinya seorang menteri juga tidak
boleh merangkap jabatan sebagai pemimpin partai politik karena ditinjau dari
sudut aliran uang negara dari APBN/D, partai politik juga menerima pembiayaan
kegiatan yang bersumber dari APBN/D.
Tengoklah,
misalnya, dalam PP No 83/2012 yang mengatur bantuan keuangan parpol dari APBN
dan Permendagri No 26/2013 yang mengatur bantuan keuangan bagi partai politik
dari APBD, dengan jelas menunjukkan adanya aliran keuangan negara dari APBN/D
ke dalam rekening organisasi partai politik.
Maka,
menempatkan seseorang menjadi menteri dan sekaligus yang bersangkutan masih
menjabat/merangkap sebagai pemimpin partai politik merupakan pelanggaran
terhadap UU Kementerian Negara.
UU
Kementerian Negara menegaskan prinsip bahwa setiap menteri membidangi urusan
tertentu dalam pemerintahan. Prinsip itu dalam teori hukum administrasi
negara disebut prinsip tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakan secara
efektif dan efisien setiap urusan pemerintahan (bestuurszorg).
Selain
tiga kementerian yang nomenklaturnya disebutkan dalam UUD 1945 (menteri dalam
negeri, menteri luar negeri, dan menteri pertahanan) dan tak boleh diubah
oleh presiden, presiden memiliki keleluasaan dalam membentuk postur
kementerian yang dalam UU Kementerian disebutkan dalam dua tipologi, yaitu
kementerian yang mengelola urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya
disebutkan dalam UUD 1945 dan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
Parameter
Jika
berkaca pada UU Kementerian, parameter pembentukan postur kementerian perlu
mempertimbangkan empat hal, yaitu efisiensi dan efektivitas; cakupan dan
proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan
pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan global.
Maka,
sebenarnya jumlah kementerian yang akan dibentuk Jokowi-JK jangan hanya
sekadar berhitung dengan kalkulasi ukuran jumlah yang dianggap berukuran
mini, sedang atau tambun, karena batas maksimal yang dianggap masih ideal
sebagaimana diatur dalam UU Kementerian adalah 34.
Dalam
pembentukan postur kementerian, Jokowi-JK harus lebih fokus mempertimbangkan
efektivitas, kapasitas, dan kompetensi kabinet yang dibentuk dalam
merealisasikan visi dan misi presiden semasa kampanye melalui program kerja
selama lima tahun berdasarkan keempat parameter di atas.
Dengan
masih absennya eksistensi UU Administrasi Pemerintahan yang bertugas mengatur
sinergi kebijakan sektoral, peran menteri koordinator sangat strategis untuk
kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian.
Tentu
saja, di samping semua hal tersebut kompetensi, integritas, kepribadian, dan
legitimasi publik sang calon menteri merupakan faktor yang turut menentukan
keberhasilan presiden dalam merealisasikan janji-janji kampanye melalui
kabinet yang dipimpinnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar