Wakil
Rakyat Butuh Komunikasi Politik
Irma Garnesia ; Mahasiswa
Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran Bandung
|
HALUAN,
22 September 2014
Wakil Rakyat mutlak
butuh komunikasi politik. Coba jawab pertanyaan berikut, “Apa yang ada
dalam pikiran Anda mengenai Politik?” Kekuasaan, Koalisi, Oposisi, atau
Korupsi? Korupsi, kata yang satu ini erat kaitannya dengan perpolitikan di Indonesia.
Politik di negara kita tidak hanya bicara mengenai kekuasaan, tapi juga
korupsi. Itulah pemahaman masyarakat mengenai politik secara umum.
Politik juga memiliki hubungan
erat dengan koalisi. Bukankah kita sering mendengar mengenai Koalisi Merah
Putih? Begitu pula kabar yang berkembang akhir-akhir ini bahwa Koalisi Merah Putih berusaha merebut kekuasaan dengan
menguasai daerah. Seperti yang dikutip dari Metrotvnews.com, Rabu
(10/09), “Mereka,
Gerindra dan partai politik Koalisi Merah-Putih ngotot untuk mengubah tata
cara Pemilihan Kepala Daerah Tingkat II. Alasannya, sistem pemilihan langsung
seperti sekarang terlalu mahal biayanya dan bahkan memarakkan politik uang.”
Disadari atau tidak, perbincangan
mengenai politik erat hubungannya dengan persepsi. Seperti jawaban Anda atas
pertanyaan pertama, jawaban ditentukan oleh persepsi Anda mengenai politik.
Sama halnya dengan koalisi, pertimbangan-pertimbangan dalam politik bersifat
perseptual. Maka dari itu, jangan pernah percaya pada koalisi permanen.
Tidak ada koalisi yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan.
Pemilu 2009 mengingatkan
kita bahwa pilihan politik bersifat perseptual. Saat itu, SBY memenangkan
pemilu sebesar 70%. Ia menang telak tanpa tadeng alih-alih. Kemudian ia
membangun koalisi penuh, koalisi yang sangat besar. Seharusnya koalisi gemuk
ini mampu mendukung SBY hingga menjadi pemerintahan yang kuat. Dalam
teorinya, SBY mendapat dukungan dari koalisi dan parlemen. Tapi kenyataannya
parlemen tak sepenuhnya mendukung SBY. Contohnya dalam kebijakan menaikan
harga BBM. SBY tidak jadi menaikkan harga BBM karena ditolak oleh parlemen.
Persepsi bermain di sini. Di satu sisi parlemen mendukung SBY, tapi di sisi
lain mematahkan kebijakan SBY.
Persepsi
adalah inti komunikasi, jelas Prof. Deddy Mulyana dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi. Masyarakat
seringkali memiliki persepsi buruk mengenai politik, termasuk ke dalamnya
DPR. Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar kata DPR? Mobil mewah?
Liburan ke luar negeri? Rumah mewah dan gaji miliaran? Atau tidur saat
sidang? DPR memiliki komunikasi yang buruk terhadap masyarakat. Sering kali
kita beranggapan negatif terhadap mereka, padahal di sisi lain ada pula wakil
rakyat yang bekerja dengan baik dan tulus. Namun yang mendapat perhatian
intensif adalah perilaku negatif mereka.
Lantas apa solusinya?
Para wakil rakyat membutuhkan komunikasi politik. Mereka perlu
sering-sering berinteraksi dengan rakyat atas pekerjaannya. Mereka perlu mendengar
keluhan rakyat dan bagaimana kondisi publik saat ini. Semua agar persepsi
masyarakat baik terhadap pemerintah. Koalisi Merah Putih misalnya bisa saja
meyakinkan rakyat agar RUU Pilkada dapat diterima. Namun persepsi rakyat
buruk terhadap hal ini. Banyak pihak menilai motif mereka adalah merebut
kekuasaan. Dengan menguasai Kepala-kepada Daerah Tingkat II, Koalisi Merah
Putih akan mudah untuk menyetir program pemerintahan selanjutnya. Jika
pemerintahan selanjutnya tidak menunjukkan kinerja bagus, mudah bagi pihak
koalisi untuk merebut kekuasaan pada Pemilu 2019.
Maka sekali lagi, elite sangat butuh komunikasi politik.
Agar tercipta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Persepsi masyarakat
akan negatif jika terus disuntik berita buruk dari media. Wakil rakyat perlu
berubah, menjadi lebih ramah kepada rakyat. Jangan hanya mengingat rakyat
lima tahun sekali. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar