Tetap
Mewaspadai Terorisme
Amanda Adiwijaya ;
Alumnus
International Biblical College, Jerusalem
|
KORAN
JAKARTA, 11 September 2014
Semua
tentu tak boleh melupakan tragedi kemanusian saat para teroris menyerang
World Trade Center, New York, AS, pada 11 September 2001 yang menewaskan
sekitar 3.000 orang. Meski pemerintah George W Bush sudah melancarkan perang
global melawan terorisme, hingga kini terorisme tidak ada matinya.
Malah
dunia kini tengah menghadapi teror amat mengerikan dari Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Kelompok ini tega
memenggal wartawan AS, James Foley, dan ratusan tentara Suriah. Hal itu
ditayangkan di Youtube. Negara-negara anggota Liga Arab baru menyatakan
perang terhadap ISIS. Di negeri ini pun ISIS juga laku dan mendapat dukungan
dari sebagian kalangan yang memuja terorisme.
Padahal,
sejak tragedi 11 September 2001, Indonesia sudah kenyang dengan berbagai serangan
teror. Ada Tragedi Bom Bali I dan II. Pada 12 Oktober 2002, terjadi serangan
teroris di Paddy’s Pub dan Sari Club Legian, Kuta, Bali.
Ada
202 korban jiwa dan 209 luka. Kebanyakan korban wisatawan asing. Bom Bali I
merupakan serangan terorisme terbesar dalam sejarah Indonesia. Tragisnya,
malah ada sekuelnya, yaitu Bom Bali II pada 1 Oktober 2005, yang menewaskan
22 orang dan 102 lainnya luka-luka.
Didorong
Tragedi Bom Bali I dan II, pemerintah menerbitkan UU No 15 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Terorisme. Lalu dibentuk Densus 88 Antiteror. Densus sudah
menangkap 700 tersangka teroris, 60 lebih ditembak mati, termasuk para
gembongnya. Namun, hingga kini, terorisme justru kian menjadi-jadi.
Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, mengingatkan
harus tetap waspada, terlebih setelah polisi dijadikan sasaran para teroris
dua tahun belakangan.
Terorisme
makin rumit karena kegemaran pelaku membawa-bawa agama sebagai motif utama.
Ini bisa dibaca dalam buku karangan John W Morehead Armageddon Enters the New Age of Terroism: A Commentary on Terrorisme
and Religon (September 2001).
Buku
itu mengungkap banyak fakta tentang terorisme yang mengusung spirit dari
berbagai macam agama. Morehead menampilkan kelompok teroris yang sangat
terkenal di Amerika dengan sebutan Christian Identity Movement. Salah satu
tokohnya Timothy McVeigh, tertuduh pengeboman Gedung Federal di Oklahoma
1995.
Terorisme
yang mengusung bendera Islam dewasa ini paling menonjol seperti tampak dalam
berbagai serangan teror tadi. Namun Charles Krauthammer (2001), dalam The philosophy of wartime, sudah
mengingatkan bahwa Islam bukan musuh sebab para teroris yang mengusung
bendera Islam juga memusuhi umat Islam lainnya yang berbeda aliran atau
mazhab.
Pesan Agama
Maka,
masyarakat harus mampu membedakan terorisme dan agama. Hasil terorisme hanya
kehancuran manusia, termasuk pelaku. Para korban sering kali tidak tahu
apa-apa dan tidak terkait dengan aspirasi perjuangan para teroris.
Jadi
masyarakat bisa melihat terorisme benar-benar anti kemanusian dan perdamaian.
Tidak masuk akal mereka mengklaim berjuang demi semata-mata hanya Sang
Pencipta. Padahal, buah agama seharusnya hanya rahmat atau kebaikan bagi diri
dan sesama.
Maka,
menolak terorisme dan segala aksinya berarti harus kembali kepada esensi
sejati agama. Apa pun agamanya, sejatinya selalu menghargai kehidupan sendiri
dan sesama. Ajakan teroris yang memuja altar kematian dan kekerasan harus
tegas ditolak.
Apalagi,
jika menggali pesan semua agama, akan mendapat kesamaan bahwa kehidupan harus
dihargai, bukan malah dilecehkan. Islam berpesan: tidak seorang di antara
kamu bisa disebut orang beriman jika tidak mencintai saudaranya seperti diri
sendiri (The Forty-Two Traditions of
An-Nawawi).
Kristen,
"Tuhan adalah pengasih, bukan pembenci. Tuhan adalah penyayang kehidupan
bukan kematian. Dia mencinta damai, bukan kebencian. ”Yahudi, “Apa yang tidak kausukai sendiri, jangan kaulakukan pada
sesamamu. Itulah inti dari semua Hukum Tuhan” (Talmud, Shabbat 31a). Hindu juga berpesan sama: Do not do to others what would cause you
pain if done to you – kamu jangan melakukan sesuatu kepada orang lain jika
itu kamu terapkan pada dirimu sendiri dan ternyata sakit (Mahabharata 5.15.17). Jadi terorisme
hanya membawa pesan kematian, sementara agama membawa pesan kehidupan.
Kini
menjadi tugas semua umat beragama apa pun untuk mengamalkan nilai-nilai luhur
seperti itu. Selama nilai-nilai seperti itu tidak pernah dipraktikan dalam
kehidupan nyata. Pada saat itulah orang akan gampang terbujuk mengikuti
pemahaman ekstrem para teroris.
Namun,
Kepala BNPT, Ansyat Mbai, menilai semua opini di media massa yang membahas
terorisme percuma saja. Sebab banyak opini atau wacana tentang terorisme
terlalu melingkar-lingkar dan tidak menyentuh inti masalah sesungguhnya.
Akar
terorisme Indonesia ada pada para mastermind atau “guru” yang telah
menanamkan ajaran teror dan kebencian di dalam diri anak-anak muda. Ini
membuat mereka meyakini terorisme sebagai sebuah jalan perjuangan demi
menegakkan kebenaran.
Ansyaad
Mbai mempertanyakan posisi negara pada orang-orang yang telah mengajarkan
bahwa membunuh, menyebabkan orang lain terluka, bahkan meninggal sebagai
ajaran yang benar.
Baginya
akan sangat sulit memberantas terorisme jika para guru terorisme tidak
ditindak. Selama ini keberadaan para guru sama sekali tak pernah disentuh
hukum. Polisi atau aparat keamanan terlalu memprioritaskan mencari pelaku
lapangan, sementara aktor intelektualnya masih leluasa dan dibiarkan mencuci
otak orang muda. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar