Standardisasi
Pasar Modal ASEAN
Abiprayadi Riyanto ; Direktur Utama Mandiri
Sekuritas
|
KORAN
SINDO, 02 September 2014
Tak
lama lagi kita akan menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
atau pasar bebas ASEAN. Seluruh pelaku bisnis di ASEAN harus bisa
meningkatkan daya saing demi menghadapi pasar yang semakin terbuka.
Salah
satunya para pelaku usaha pasar modal di Indonesia dituntut dapat naik ke
level standar internasional. Agar bisa bersaing dengan pelaku bisnis dari
negara-negara lain, pelaku usaha pasar modal harus mempunyai standar yang
sama. Dengan demikian, kita mempunyai lapangan bermain yang fair. Ini yang
harus diutamakan terlebih dahulu. Bagaimana kita bisa memasuki MEA kalau
standarnya tidak selevel? Di Amerika Serikat (AS), profesi analis keuangan
yang telah memiliki sertifikasi ujian The
Chartered Financial Analyst (CFA) pasti diakui di seluruh Negeri Paman
Sam tersebut.
Tidak
hanya di AS, sertifikasi ini bahkan diterima di bursa saham seluruh dunia.
Dengan memiliki sertifikasi ujian CFA, analis saham tersebut memiliki standar
profesionalisme dan kompetensi yang tinggi. Tidak hanya di wilayah AS,
sejumlah bursa saham Eropa juga mulai menerapkan standar maupun level yang
sama di bidang sertifikasi profesi analis keuangan pasar modal. Sertifikasi
standar yang digunakan Eropa yaitu The
European Federation of Financial Analysts Societies (EFFAS). Seperti CFA,
sertifikasi EFFAS bisa digunakan di seluruh bursa saham dunia.
Bagaimana
dengan ASEAN? Hingga saat ini standar profesionalisme dan kompetensi bagi
analis keuangan yang sama tinggi levelnya di ASEAN belum ada. Pelaku usaha
pasar modal seharusnya sudah mempunyai pegangan maupun standar dengan level
yang sama. Kenyataannya di ASEAN, siapa yang lebih tinggi standar
sertifikasinya diakui lebih bagus. Dari catatan saya, di Indonesia saat
inisudahadaujiansertifikasi profesi di pasar modal. Ini dilakukan oleh
panitia standar pasar modal, ujian sertifikasinya terdiri atas wakil
perantara pedagang efek (WPPE) untuk pialang atau broker.
Selain
itu juga ada wakil penjamin emisi efek (WPEE) untuk profesi penjamin
pelaksana emisi dan terakhir wakil manajer investasi (WMI) bagi profesi
manajer investasi. Kenyataannya, sertifikasi yang memberikan standar
penilaian profesionalisme dan kompetensi bagi pelaku usaha pasar modal
nasional ini tidak berlaku di bursa saham lain di wilayah ASEAN. Sedangkan
kebalikannya, standar sertifikasi dari negara lain misalnya Singapura bisa
diakui di negara lain.
Seperti
yang saya katakan sebelumnya, siapa yang tinggi pasti diakui lebih bagus. Ini
baru satu hal yaitu kompetensi di level yang sama bagi profesi analis
keuangan. Masih banyak profesi lain dalam pelaku usaha pasar modal. Segala
insan pasar modal di Indonesia seharusnya yang sudah dibilang qualified atau berkualitas diakui juga
di tingkat ASEAN. Untuk menyamakan standar, telah diadakan pertemuan di
tingkat ASEAN.
Pertemuan
ini dihadiri tidak hanya perwakilan pemerintah masing-masing wilayah ASEAN,
tapi juga dihadiri langsung oleh perwakilan tiap-tiap pelaku usaha pasar
modal misalnya asosiasi-asosiasi profesi di pasar modal seperti asosiasi mutual fund/reksadana. Sepengetahuan
saya, hal tersebut sudah berkali-kali dibicarakan di tingkat ASEAN. Kalaupun
sudah mempunyai standar yang sama, tentu banyak perusahaan sekuritas nasional
yang bisa ekspansi juga hingga ke bursa saham Malaysia, Singapura, dan
Thailand.
Dalam
pertemuan tersebut, saya sempat membicarakan, apakah sertifikasi misalnya
WPPE di Indonesia dianggap memenuhi standar negara lain diASEAN. Kenyataannya
belum diakui di negara lain dan baru akan menuju ke sana. Ini yang salah
satunya menjadi pekerjaan rumah dalam menghadapi MEA 2015. Kedua, yang
dilihat dalam pasar modal yaitu standar yang sama bagi pelaporan akuntansi
keuangan.
Di
negara AS standar Generally Accepted
Accounting Principles (GAAP) menjadi pedoman standar akuntansi keuangan
dalam pencatatan, perangkuman, dan penyusunan laporan keuangan sebuah
perusahaan. Apakah ASEAN akan memiliki acuan pedoman yang sama di bidang
akuntansi keuangan? Lalu, bagaimana caranya supaya pelaku pasar modal bisa
mengejar karena waktunya tinggal sedikit? Memang harus seringdiadakanseminardanpertemuan.
Dalam
beberapa tahun terakhir regulator dan SRO (self regulatory organizations) sudah melakukan pembicaraan dengan
kolega-kolega mereka, sesama regulator dan SRO di ASEAN. Namun, di level
asosiasi-asosiasi profesi masih belum merasakannya. Misalnya pembahasan dari
segi practice-nya, code of conductnya, dan standard operation procedure-nya
(SOP). Selanjutnya dibahas individunya, kemudian kompetensi orangnya. Inti
dan keseriusan dari pelaku pasar nasional yaitu harus menyamakan ke level playing field tersebut. Indonesia
sudah pasti kalah kalau tidak mempunyai level yang sama.
Ini
bukan bicara kepintaran. Hanya bicara kelas yang bebas dan standar
internasional. Itu yang harus kita kejar. Khusus Mandiri Sekuritas, kami
telah memiliki kantor cabang di Singapura. Kenapa Singapura? Negara ini sudah
dianggap sebagai financial hub dan
mempunyai basic rules dengan negara
lain seperti Malaysia dan Hong Kong. Singapura memiliki kemiripan regulasi
karena sesama bekas koloni Inggris.
Untuk
bisa berkompetisi dengan negara ASEAN, kita harus mempunyai regulasi yang
kurang lebih setara. Selain itu, sesama asosiasi profesi menyamakan lagi
levelnya. Pelaku usaha pasar modal harus mempunyai dan menciptakan pegangan
standar ASEAN yang sama. Ke depan tidak harus menggunakan level yang paling
tinggi atau paling rendah. Pertanyaannya, sekiranya kita belum siap, apakah
bisa menunda keikutsertaan kita?
Tentunya
perlu ditentukan bersama dengan seluruh stakeholders mengenai batas waktu ini
sehingga kita bisa siap berkompetisi dan mendapatkan manfaat dari
implementasi pasar bebas ASEAN ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar