Narasi
Kecil dari Intel Jepang
Ilham Khoiri ;
Wartawan
Kompas
|
KOMPAS,
14 September 2014
NARASI
besar sejarah penjajahan Jepang selama 3,5 tahun di Indonesia hampir selalu dituturkan
dengan pahit. Namun, jika ditelisik, bisa saja ditemukan narasi kecil yang
menggugah.
Membicarakan
soal ini, mungkin kita langsung teringat pada Laksamana Muda Tadashi Maeda,
pemimpin Kaigun Bukanfu, kantor penghubung Angkatan Laut Jepang, di Jakarta.
Dia menyediakan rumahnya di Menteng, Jakarta, untuk merumuskan naskah
proklamasi kemerdekaan pada Kamis, 16 Agustus 1945. Berkat perannya, para
tokoh bangsa, seperti Soekarno dan Hatta, dapat berunding dengan aman hingga
akhirnya melahirkan teks deklarasi kemerdekaan sebagaimana kita kenal sampai
sekarang.
Tokoh
lain yang juga punya peran unik, meski mungkin kurang dikenal luas, adalah
Tomegoro Yoshizumi, perwira Kepala Intelijen Kaigun Bukanfu yang dipimpin
Maeda.
Bersama
Maeda dan tangan kanannya, Shigetada Nishijima, Yoshizumi menyaksikan dan
menemani para tokoh bangsa di rumah Maeda yang berjibaku merumuskan naskah
proklamasi. Dia juga membantu melakukan lobi-lobi agar tidak terjadi
konfrontasi antara para pemuda revolusioner dan Angkatan Darat Jepang saat
pembacaan teks proklamasi di rumah Bung Karno di Jakarta, 17 Agustus 1945.
Yozhisumi
juga bersahabat dengan tokoh penting pergerakan Indonesia, Tan Malaka, yang
kemudian ”membaiat” perwira Jepang itu menjadi orang Indonesia dengan nama
Arif. Setelah kemerdekaan, Yozhisumi mengorganisasi bekas serdadu Jepang
dalam satuan tempur bernama Pasukan
Gerilya Istimewa untuk membela Indonesia dari agresi militer Belanda.
Tokoh ini gugur saat gerilya di Blitar, Jawa Timur, Agustus 1948, dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Blitar.
Dalam
diskusi dan peluncuran buku Jejak Intel
Jepang: Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi di Universitas Bung Karno,
Jakarta, Sabtu (13/9), Pemimpin Redaksi Majalah Historia Bonnie Triyana
menilai, kisah Yoshizumi membuka fakta kecil dari sejarah besar pendudukan
Jepang di Tanah Air. Darinya didapat gambaran sejarah yang tidak melulu
hitam-putih.
Pakar
sejarah Indonesia dan Guru Besar Universitas Kuio, Jepang, Aiko Kurasawa,
menuturkan, Jepang memang mengusir negara-negara kolonial dari Eropa di
beberapa negara Asia, termasuk di Indonesia. Namun, setelah itu, justru
Jepang-lah yang menjajah Indonesia.
”Jepang
sebagai negara tidak membantu kemerdekaan Indonesia. Namun, ada beberapa
orang yang secara pribadi memperlihatkan simpati pada gerakan kemerdekaan
Indonesia. Yoshizumi contoh tentara Jepang yang bersimpati pada gerakan
kemerdekaan Indonesia, bahkan ikut melibatkan diri dalam usaha kemerdekaan,”
kata Kurasawa.
Sejarawan
Belanda yang mendalami Tan Malaka, Harry A Poeze, memberikan pengantar
menarik di buku karya Wenri Wanhar itu. Menurut dia, kisah Yoshizumi amat
berharga karena memecahkan misteri sejarah kemerdekaan, terutama pada
bulan-bulan terakhir pendudukan Jepang di Indonesia.
Diceritakan
bagaimana beberapa perwira Jepang ikut berdiskusi dengan para tokoh
kemerdekaan untuk memilih kata yang tepat dalam teks proklamasi agar tidak
menimbulkan benturan dengan tentara Angkatan Darat Jepang sekaligus menjamin
netralitas mereka. Lalu muncullah ”hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain...” dalam teks
proklamasi.
Tentu
perdebatan soal ini bisa diperpanjang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar