Pemimpin
Puncak yang Meredup
Alberto Hanani ; Founder dan Managing Partner
BEDA & Company
|
KORAN
SINDO, 26 Agustus 2014
Seminggu
ini berita di berbagai media dipenuhi oleh pengajuan pengunduran diri
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Berbagai media menyampaikan
berbagai spekulasi atas alasan tersebut. Mengapa pemimpin puncak perusahaan
yang begitu baik kinerjanya memilih untuk mundur?
Sebagai
sebuah perusahaan yang berorientasi profit, Pertamina memiliki kinerja yang
baik. Pada saat produksi minyak nasional cenderung menurun, Pertamina
berhasil meningkatkan produksinya hingga menjadi yang terbesar di Indonesia
untuk saat ini. Pendapatan Pertamina mencapai USD71,1 miliar pada 2013. Angka
tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2012 yang mencapai USD70,9
miliar. Selain pendapatan, kinerja perusahaan juga meningkat secara baik.
Dari berbagai lini bisnisnya, hanya bisnis LPG nonsubsidi 12 kg yang
mengalami kerugian sebesar 5,7 triliun. Secara akumulasi, Pertamina
membukukan laba bersih senilai USD3,07 miliar pada 2013.
Angka
tersebut mengalami kenaikan sebesar 11% dari tahun sebelumnya, dari USD2,77
miliar. Bila dilihat lebih jauh lagi, Pertamina mengalami kenaikan laba
bersih sebesar 97% dari tahun 2009 yang tercatat USD1,55 miliar. Seluruh
kinerja keuangan yang superior itu tercermin saat Pertamina berhasil masuk
pada jajaran perusahaan terbesar di dunia, Global Fortune 500, pada 2013 dan
berhasil mempertahankannya pada 2014. Mengelola perputaran uang hingga Rp2
triliun per hari, Pertamina merupakan BUMN yang strategis dan penuh dengan
berbagai kepentingan.
Berbagai
spekulasi didengungkan media mengenai keterkaitan pengunduran diri tersebut
dengan aktivitas politik yang meningkat pada tahun ini. Dengan segala
kenyataan bahwa Pertamina mengalami kinerja yang superior, direktur utamanya
tetap memilih untuk mengajukan pengunduran diri. Mengapa pemimpin puncak perusahaan
nasional yang berkinerja baik seperti Pertamina memilih untuk mengajukan
pengunduran diri? Apakah tekanan menjadi pemimpin perusahaan dengan skala
besar begitu penuh tekanan? Menteri BUMN Dahlan Iskan akhirnya menyatakan
bahwa pengunduran diri tersebut murni terkait alasan pribadi.
Meredup,
Kehilangan Daya
Di
tengah pekerjaannya, pemimpin perusahaan selalu menghadapi tantangan tertentu
yang akan selalu unik pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Tantangan
tersebut dapat menimbulkan stres. Dalam kondisi tertekan tersebut, para
eksekutif tersebut mulai meredup. Mereka kehilangan cahaya guna menjadi pijar
dan menginspirasi anak buahnya. Seakan kehilangan energi, mereka bagai
lokomotif yang sedikit demi sedikit kehilangan daya. Saat pemimpin puncak
sudah tidak dapat lagi menolerir tekanan dan stres yang dibebankan di pundak
mereka, mereka perlu jalan keluar.
Salah
satunya adalah berhenti dari jabatan mereka. Berbagai studi telah dilakukan
untuk memahami kondisi yang dialami oleh para pemimpin organisasi seperti
itu. Terdapat sebuah istilah teknis psikologi yang telah banyak digunakan
untuk menggambarkan kondisi ini. Pemimpin perusahaan tersebut mengalami apa
yang disebut sebagai burn out. Herbert J Freudenberger, seorang psikolog asal
New York, menyampaikan karakteristik orang-orang yang mengalami burn out. Kondisi mental tersebut
menggambarkan sebuah kelelahan kondisi mental yang biasa ditandai gejala
tertentu.
Kelelahan
mental tersebut tidak hanya mengambil wujud dalam gejala fisik seperti sakit
kepala, namun juga berbagai gejala psikis seperti mudah marah, keraguan dan
kecurigaan pada orang lain. Christina Maslach menggambarkan burn out sebagai
sindrom kelelahan emosional dan sinisme. Pemimpin perusahaan yang mengalami
kondisi ini dipahami memiliki enak karakteristik utama yang dapat diamati.
Enam karakteristik tersebut adalah:
(1)
kelelahan yang berlebihan; (2) marah kepada mereka yang meminta sesuatu; (3)
otokritik terhadap berbagai tuntutan yang menerpa; (4) Sinisme, berpikir
negatif, dan mudah tersinggung; (5) merasa seolah-olah terkepung, dan; (6)
emosi yang meledak-ledak. Selain gejala dan tanda-tanda di atas, pemimpin
perusahaan yang telah kehilangan daya sering kali memilih lari dari berbagai
kondisi yang menekan tersebut. Mereka mengambil jalan keluar melalui sakit,
absen, obat-obatan, alkohol, mengunjungi psikolog, hingga meditasi.
Kondisi
yang Menyebabkan Burn Out
Kelelahan
mental tersebut dipicu oleh sebuah kondisi yang menimbulkan tingkat stres
yang tinggi. Harry Levinson menyampaikan dalam artikelnya yang masyhur
beberapa kondisi yang menimbulkan pemimpin perusahaanmengalami burn out.
Pertama, kesulitan berhubungan dengan banyak sekali pihak. Semakin besar dan
strategis sebuah perusahaan, pemimpinnya mau tak mau harus berhubungan dengan
banyak pihak. Menaruh perhatian pada begitu banyak pihak yang memiliki
kebutuhan dan tuntutannya masing-masing, menimbulkan tekanan yang tidak
berkesudahan bagi seorang pemimpin perusahaan. Kedua, tekanan masalah waktu.
Pemimpin
perusahaan dewasa ini tidak dapat menunda suatu agenda tertentu mengingat
signifikansinya. Mereka akan memiliki waktu yang sangat terbatas untuk
keperluan mereka. Pada sebuah perusahaan yang mengelola juga barang publik
yang terkadang harus segera mengikuti aturan pemerintah yang baru saja
efektif tentu akan melahirkan tekanan waktu yang luar biasa. Ketiga,
kerumitan organisasi. Ukuran perusahaan baik dari segi aset, pendapatan,
hingga jumlah karyawan tentu berbanding lurus dengan kerumitan organisasi.
Dengan berkembangnya organisasi dengan merger, adopsi berbagai pendekatan
manajerial seperti struktur matriks dan manajemen partisipatif, serta
berkembangnya ukuran organisasi membuat pemimpin perusahaan harus bekerja
lebih banyak orang.
Kerumitan
organisasi tersebut melahirkan berbagai tekanan pada seorang pemimpin
perusahaan. Pemimpin perusahaan pada dasarnya pasti mengalami tekanan. Namun,
saat mereka memasuki fase burn out, bukan tidak mungkin mereka mengabaikan
seluruh rasionalitas guna mendapatkan ruang agar dapat bernapas lega. Saya
kembali teringat dengan kalimat nada sambung Karen Agustiawan yang ditampilkan
dalam sebuah tajuk majalah terkait pengunduran dirinya,
“Nomor telepon yang Anda
hubungi kemungkinan disadap, berhati-hatilah dalam melakukan pembicaraan!”
Mungkin hal tersebut adalah bentuk kelakar beliau di tengah kelelahan yang
dihadapinya. Bila disetujui pengunduran dirinya, Karen Agustiawan akan
mengajar pada sebuah universitas bisnis top di Amerika. Membagikan
kebijaksanaan yang telah direngkuh dalam memimpin sebuah raksasa BUMN dengan
kinerja sehat di tanah air Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar