Hak
Dasar dan Kebebasan Kawasan
Rene L Pattiradjawane ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
27 Agustus 2014
ASIA
Tenggara adalah kawasan sangat dinamis. Mencakup keanggotaan negara-negara
yang menganut sistem politik dari ekstrem demokrasi, seperti Indonesia dan
Filipina, hingga ekstrem otoriter dengan sistem komunisme di Vietnam. Di
antaranya ada kekuasaan kuasi-otoriter, dicerminkan oleh pengukuhan Jenderal
Prayuth Chan-ocha sebagai perdana menteri ke-29 Thailand.
Yang
unik, perbedaan sistem kekuasaan politik ini tidak menutupi kemungkinan
perluasan kerja sama di antara negara anggota ASEAN. Bahkan, tidak sampai
mematikan cita-cita gagasan Komunitas ASEAN 2015 dan komitmen atas
kesepakatan perdagangan bebas. Semangat ini masih secara terang tecermin
dalam Sidang Tahunan Ke-21 Forum Regional ASEAN (ARF) yang menempatkan
regionalisme sebagai upaya bersama membentuk perdamaian dan stabilitas di
tengah perubahan dinamika dan berseterunya kepentingan negara-negara besar.
Komunitas
ASEAN 2015 akan memiliki 620 juta penduduk Asia Tenggara, menghadirkan kelas
menengah yang kuat sebagai potensi ekonomi dan perdagangan. Proses evolusi di
dalam ASEAN dijalankan tanpa memikirkan asas politik yang dianut negara
anggota. Organisasi regional ini hanya mempunyai satu prioritas utama:
mengamankan perdamaian serta mencegah terjadinya konflik dan perang di
kawasan.
Proses
konsensus tanpa lelah memastikan tak ada anggota yang saling bertikai, dipercaya
akan membawa kesejahteraan bersama menuju cita-cita ”satu komunitas satu
takdir” sebagai bangsa Asia Tenggara. Myanmar adalah contoh menarik ketika
kuasi-otoriter pemerintahan junta militer mengubah arah dan memimpin ASEAN
sesuai kepentingan bersama negara lainnya.
Thailand
di bawah kekuasaan militer meyakini kekuasaan melalui kudeta adalah jalan
demokrasi ala Thailand. Dan, selama empat dekade berdirinya ASEAN,
perlindungan hak-hak dasar dan kebebasan diejawantahkan sesuai interpretasi
kekuasaan yang dijalankan. Ini yang membedakan bangsa Asia Tenggara dengan
bangsa lain. Dibutuhkan waktu 13 tahun agar perlindungan hak asasi manusia
untuk menjadi bagian dari institusi ASEAN.
Indonesia,
Filipina, dan Thailand selama beberapa tahun terakhir mencari terobosan pada
promosi peranan komisi hak asasi manusia nasional melalui berbagai laporan,
investigasi, dan kunjungan ke sejumlah negara ASEAN. Selain konsensus sebagai
faktor penting di kalangan ASEAN, faktor lain yang ikut mendorong terjadinya
harmonisasi dan stabilisasi kehidupan ASEAN sebagai organisasi regional
adalah taat asas non-intervensi urusan negara lain serta asas toleransi
saling membantu mencari solusi memadai menjaga stabilitas dan keamanan.
Hak-hak
dasar dan kebebasan ASEAN harus diterjemahkan sesuai kebutuhan mendesak
kawasan mempersiapkan komunitas ekonomi sebagai proses integral hubungan
bertetangga baik. Hak-hak itu akan selalu mencakup hak untuk bekerja, hak
atas pendidikan, hak tinggal atau hidup di mana saja, hak akses informasi publik,
hak kebebasan beragama, dan kebebasan hati nurani. Hak-hak dan kebebasan ini
menjamin terjadinya kesinambungan pembangunan ekonomi kawasan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar