Simulasi
Presiden
Fitroh Chumairoh ;
Mahasiswa Magister Sosiologi FISIP Universitas Airlangga
|
JAWA
POS, 14 Juli 2014
PEMILIHAN
presiden baru tiga hari berlalu. Pengumuman tentang siapa pemenangnya secara
resmi baru dilakukan pada 22 Juli 2014 oleh KPU. Namun, lucunya, kedua
pasangan calon presiden, baik Prabowo Subianto-Hatta Rajasa maupun Joko
Widodo-Jusuf Kalla, mendeklarasikan kemenangannya masing-masing. Padahal,
dalam sebuah pertarungan, pasti hanya ada satu pemenang.
Bahkan,
24 jam belum berlalu sejak pencoblosan, Prabowo sudah bersujud syukur atas
kemenangannya dalam Pilpres 2014. Kemudian, Prabowo-Hatta beserta tim
koalisinya tampil di televisi menyampaikan berita kemenangan tersebut. Dalam
tayangan tersebut, Prabowo mengatakan, para gubernur dari beberapa daerah
menginformasikan bahwa dirinya menang. Prabowo mencontohkan bahwa Gubernur
Jawa Barat Ahmad Heryawan menginformasikan bahwa pasangan Prabowo-Hatta
menang 60 persen di Jawa Barat. Di sudut–sudut jalan juga sudah ada yang
memasang spanduk ucapan selamat kepada Prabowo-Hatta. Namun, apa dasar
pernyataan kemenangan tersebut? Tentunya, quick
count.
Tidak
jauh berbeda, pasangan Jokowi-JK juga melakukan hal yang sama. Jokowi
menyampaikan pidato kemenangan di Tugu Proklamasi, Jakarta. Dalam pidatonya,
Jokowi menyatakan bahwa kemenangannya itu bukan merupakan kemenangan tim
sukses serta partai koalisi yang mendukungnya, melainkan kemenangan rakyat.
Megawati pun berkaca-kaca karena terharu melihat kemenangan itu. Megawati
merasa puas dengan kemenangan pasangan capres yang diusung partainya karena
itu berarti bahwa PDIP telah kembali berkuasa setelah menunggu sepuluh tahun.
Dalam tayangan di Trans7, para artis pendukung Jokowi-JK mengucapkan selamat
atas kemenangan pasangan capres nomor dua tersebut. Massa pendukung Jokowi-JK
juga tidak mau kalah dalam merayakan kemenangan tersebut. Mereka berkonvoi
dari Jalan Jenderal Sudirman menuju Bundaran HI sambil meneriakkan Jokowi
presiden. Massa pendukung Jokowi-JK di Salatiga juga tidak mau ketinggalan.
Mereka melakukan konvoi dengan berjalan kaki sembari membawa bendera PDIP dan
gambar Jokowi-JK. Lagi-lagi semua itu dasarnya adalah quick count.
Hiperealitas Quick Count
Pemilihan
presiden kali ini menjadi ajang perlombaan bagi berbagai lembaga survei.
Belum sehari berlalu sejak pencoblosan, lembaga-lembaga survei sudah
mengumumkan pemenang pilpres kali ini. Namun, lucunya, lembaga-lembaga survei
tersebut menyajikan hasil yang berbeda.
Quick
count yang dilakukan Puskaptis menyatakan bahwa Prabowo-Hatta menang dengan
51,52 persen suara dan Jokowi-JK meraih 49,26 persen. Quick count LSN
menyatakan, Prabowo-Hatta unggul di angka 50,74 persen dan Jokowi-JK mendapat
49,26 persen. JSI menyatakan, pasangan Prabowo-Hatta menang dengan 50,32
persen suara dan Jokowi-JK memperoleh 49,68 persen. IRC juga memenangkan
pasangan Prabowo-Hatta dengan 51,15 persen dan Jokowi-JK meraih 48,85 persen.
Sementara
itu, quick count yang dilakukan SMRC menyatakan, pasangan Jokowi-JK menang
dengan 52,98 persen dan Prabowo-Hatta meraih 47,02 persen. RRI menyatakan
Jokowi-JK unggul dengan 52,48 persen suara dan Prabowo-Hatta mendapat 47,52
persen.Litbang Kompas juga memenangkan Jokowi-JK dengan perolehan suara 52,12
persen dan Prabowo-Hatta memperoleh 47,88 persen. CSIS dan Cyrus menyatakan
bahwa pemenang pilpres kali ini adalah Jokowi-JK dengan perolehan suara 52
persen dan Pranowo-Hatta meraih 48 persen.
Berbagai
stasiun televisi juga bersaing dalam menayangkan hasil-hasil quick count
tersebut. RCTI, MNCTV, AnTV, dan TV One menayangkan hasil quick count yang
memenangkan pasangan Prabowo. Sementara itu, Trans TV, Trans7, SCTV, dan
Metro TV menayangkan hasil quick count yang memenangkan Jokowi-JK. Tentunya penayangan
di televisi tersebut bergantung kepada pemilik televisi tersebut mendukung
siapa.
Tentu
kita semua tahu bahwa Hary Tanoesoedibjo selaku pemilik MNC Grup serta
Aburizal Bakrie selaku pemilik AnTV dan TV One merupakan pendukung
Prabowo-Hatta. Sementara itu, Surya Paloh selaku pemilik Metro TV dan Chairul
Tanjung selaku pemilik Trans TV dan Trans7 merupakan pendukung Jokowi-JK.
Hasil
quick count telah menjadi dalil
yang digunakan kedua pasangan capres untuk mendeklarasikan kemenangannya.
Hasil quick count telah menjadi hiperealitas atau melebihkan realitas yang
sesungguhnya terhadap kemenangan capres. Padahal, siapa pemenang pilpres baru
diumumkan KPU pada 22 Juli 2014 nanti. Pengumuman resmi dari KPU itulah
realitas yang sesungguhnya. Seolah-olah, jika menurut survei sudah menang,
menurut KPU juga sudah pasti menang. Padahal, itu belum tentu. Hiperealitas
tersebut kemudian melahirkan simulasi presiden. Jokowi maupun Prabowo sudah
berpidato mengumumkan kemenangannya seolah-olah sudah menjadi presiden yang
sesungguhnya. Dalam berpidato di hadapan para pendukungnya, mereka dengan
percaya diri sudah menyampaikan bahwa kemenangan itu adalah kemenangan rakyat
Indonesia dan Indonesia telah memasuki babak baru dalam sejarah.
Spanduk-spanduk ucapan selamat bersebar di sudut-sudut jalan, ucapan-ucapan
selamat juga memenuhi tayangan-tayangan televisi seolah memang mereka
pemenangnya.
Tentu
sudah bisa dibayangkan kekacauan apa yang akan terjadi di masyarakat nanti
ketika mengetahui siapa pemenang sesungguhnya dalam pilpres ini. Kerusuhan
dapat terjadi di antara pendukung kedua kubu tersebut. Kubu yang kalah dapat
dipastikan tidak akan menerima begitu saja kekalahannya. Seharusnya para
capres dapat menahan diri sampai pengumuman resmi KPU keluar. Sebab, dengan
mereka melakukan pidato kemenangan di hadapan para pendukungnya, sama saja
mereka sudah meyakinkan massa bahwa pemenangnya adalah mereka. Padahal, hanya
ada satu pemenang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar