Mengetuk
Nurani
Mashuri NS ;
Jurnalis SINDO TV
|
KORAN
SINDO, 17 Juli 2014
Empat
tahun silam, tepat sepekan sebelum Ramadan, saya menginjakkan kaki di tanah
Gaza, Palestina bersama para relawan dari Tanah Air. Selama hampir dua pekan
saya berada di wilayah konflik yang berkepanjangan itu dan melihat langsung
bencana kemanusiaan yang menyesakkan hati.
Belakangan
ini memori pilu kembali muncul tentang pengungsi yang berdesakan di Camp
Jabaliyah akibat zionis Israel membombardir kawasan Gaza, tepatnya di Beit Al
Hanun, Beit Lahiya (Gaza Utara) dan wilayah Khan Yunis. Kini kejadian serupa
kembali terulang, intensitas serangannya pun cukup gencar dan yang menewaskan
ratusan korban sipil yang tak berdosa serta ribuan orang terluka.
Mempertahankan diri dijadikan argumen dalam aksi genosida. Waktu bergulir
begitu cepat. Tidak ada perubahan yang mendasar yang tercipta di tanah
Palestina meski kita memang harus terus berdoa agar kemerdekaan Palestina
benar-benar terwujud, tidak terjadi lagi penjajahan terhadap warga negara
Palestina.
Dunia
seharusnya sadar bahwa penjajahan Israel atas Palestina merupakan aib
terhadap peradaban manusia modern yang harus segera dihapus. Pemberitaan soal
kepiluan dan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza sudah sering
menghiasi ruang publik. Berita itu memang fakta yang perlu dipublikasikan
agar kita sesama muslim mempunyai empati terhadap saudara-saudara kita yang
tengah berjuang membebaskan wilayahnya dari cengkeraman kaum zionis.
Sebenarnya jika kita berkaca, bukan hanya rakyat Palestina yang tengah dalam
ujian dari Allah ini, melainkan kita sebagai pribadi muslim di seluruh dunia
tengah diuji bagaimana sikap dan kepedulian kita terhadap penderitaan mereka.
Ini
yang ditegaskan Allah dalam firman-Nya bahwa sesama muslim adalah bersaudara
(QS.49:10). Konflik panjang yang terjadi dan merenggut ribuan nyawa tak
berdosa ini memang tidak lepas dari campur tangan asing yang bermain.
Sementara negara- negara Islam maupun organisasi yang menaunginya juga tidak
berdaya jika sudah terjadi perang berkecamuk. Beberapa negara Islam yang
semestinya menjadi ujung tombak sejumlah bantuan untuk rakyat di Palestina
justru tengah dilanda konflik internal di negaranya serta ada dalam transisi
pucuk kekuasaan.
Kita
menyaksikan ada dua negara Arab besar yang memboikot KTT darurat Liga Arab di
Doha, Qatar yang sedianya direncanakan menghasilkan keputusan yang ”keras”
dan efektif untuk menghentikan kebiadaban Israel. Mesir yang menjadi negara
tetangga Palestina juga tidak berkutik di bawah bayang- bayang Amerika
Serikat dan sekutunya. Mesir sebagai negara yang berbatasan langsung dengan
Jalur Gaza seharusnya lebih kooperatif segera membuka pintu perbatasannya
melalui Raffah agar sejumlah bantuan yang akan masuk, baik peralatan medis,
obat-obatan, makanan, maupun relawan dari berbagai negara yang akan masuk
lewat Jalur Gaza tidak menemui kendala. Berbagai pihak menyesali kebijakan
Mesir yang melakukan buka-tutup gerbang Raffah seolah Mesir menganggap remeh
penderitaan para korban.
Kita
memang harus menggelorakan hasrat kita untuk membantu perjuangan rakyat
Palestina yang tengah tertindas. Minimal doa yang bisa kita sampaikan bisa
menjadi salah satu upaya untuk memberi spirit warga Palestina yang tengah
terluka. Bagaimanapun perang yang terjadi adalah perang yang tidak seimbang.
Jika kita menilik sejumlah peralatan perang yang dimiliki kedua belah pihak,
terlihat kejomplangan yang luar biasa. Selama ini sayap militer Hamas yaitu
Brigade Assyahid Izzuddin Al Qassam ini masih mengandalkan sejumlah peralatan
tempur seadanya walaupun sudah memiliki beberapa roket yang cukup canggih.
Sementara
pasukan Israel memiliki berbagai senjata modern ditopang teknologi canggih.
Mereka memiliki tank Markava yang sudah terkenal hebat di dunia, pesawat
tempur F16, heli tempur Apache, serta ribuan ton bom canggih buatan Amerika
Serikat. Namun, hasil pertempuran selama ini tidak dapat diprediksi. Hingga
kini negara penjajah tersebut kehabisan cara untuk bagaimana menguasai Jalur
Gaza sehingga menargetkan kalangan sipil termasuk wanita dan anak-anak dalam
setiap serangan. Namun, selalu saja muncul pertolongan Allah yang datang
mengiringi pasukan mujahidin yang digambarkan Allah: ”Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu
sekaligus meneguhkan kedudukanmu.” (QS 47: 7)
Perdamaian
di antara dua negara tersebut tampaknya tidak mungkin kita sandarkan kepada
Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Setiap upaya diplomasi yang dilakukan beberapa
negara dalam mencari solusi keamanan selalu menemui jalan buntu. DK PBB gagal
menetapkan resolusi dan mengkriminalisasikan pelaku kejahatan perang Israel.
Selalu saja negara-negara pembela keadilan bagi Palestina kalah oleh hak veto
yang menjadi jurus kunci negara-negara adidaya. Kita juga tidak bisa menaruh
kepercayaan kepada pihak-pihak yang tengah bertikai selama ini.
Sebut
saja gagasan perdamaian yang digagas dua kubu berseteru yakni Hamas dan Fatah
di Palestina sendiri berakhir dengan antiklimaks, nihil. Entah harus berapa
banyak lagi nyawa harus melayang untuk menjadikan negara Palestina merdeka,
berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri. Kini saatnya Indonesia sebagai salah
satu negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia dan beberapa
negara Islam lain bersatu lakukan langkah konkret untuk saudara-saudara kita
yang teraniaya oleh zionis. Bukankah jauh sebelumnya pada 1962 mantan
presiden pertama kita Bung Karno di forum resmi Perserikatan Bangsa- Bangsa
sempat berkata:
”Selama kemerdekaan bangsa Palestina
belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, selama itulah bangsa Indonesia
berdiri menantang terhadap penjajahan Israel”.
Pemerintah Indonesia harus proaktif melakukan diplomasi menggalang
negara-negara nonblok dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk ikut peduli
dan bertanggung jawab terhadap penderitaan rakyat Palestina. Jangan merasa
sudah cukup hanya melakukan pengecaman terhadap aksi biadab Israel, tapi
tidak melakukan langkah konkret dengan cara diplomasi internasional yang
akurat dan nyata. Negara-negara Islam yang selama ini tidur juga harus
menjadi garda terdepan mengambil langkah konkret dengan upaya menggalang
negara-negara nonblok untuk menerjunkan pasukan perdamaiannya menjaga bumi
Palestina agar Israel tidak senaknya meluncurkan roket perangnya ke wilayah
Palestina. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar