Jika
MOS Semanis Takjil
Nanik Irmawati ;
Kepala Sekolah, Tinggal di Jepara
|
SUARA
MERDEKA, 16 Juli 2014
"Raciklah kegiatan masa orientasi
peserta didik (MOPD) agar bermanfaat dan dikenang selamanya oleh siswa
baru"
Melepas
anak berangkat mengikuti masa orientasi sekolah (MOS), jujur terbersit
beragam kekhawatiran. Bagaimana nanti kesehatannya, teman barunya, tugasnya,
dan terlebih bagaimana sikap kakak kelas mereka. Kekhawatiran yang wajar
mengingat tiap tahun ajaran baru senantiasa muncul korban. Tak hanya
laki-laki, peserta didik perempuan pun ada yang jadi korban.
Sebenarnya
kegiatan MOS, yang kini berganti nama menjadi masa orientasi peserta didik
(MOPD), bertujuan baik. Antara lain pengenalan lingkungan fisik sekolah,
budaya dan kebiasaan sekolah, serta kegiatan intra dan ekstrasekolah.
Kegiatan itu dimaksudkan untuk mengenalkan peserta didik baru pada sekolah
yang menjadi tempat belajar mereka. Hal itu baik terkait informasi tentang
sekolah itu sendiri, maupun tata tertib yang wajib dipatuhi. Tiap sekolah
mempraktikkannya secara berbeda dan umumnya berlangsung tiga hari.
Kenyataannya
kadang tidak sama dengan tujuan semula mengingat MOPD tiap tahun menuliskan
sejarah tentang korban-korbannya. Misalnya tahun lalu, Anindya Ayu Puspita,
peserta didik baru SMK Negeri 1 Pandak Bantul DIY, dihukum karena lupa
membawa pakaian olahraga. Hukuman fisik itu diduga memberi kontribusi pada
penyebab kematiannya. Kasus lupa membawa tugas, terjadi dua tahun sebelumnya.
Peserta putri di SMA Negeri 9 Ciputat Tangerang Selatan, Amanda Putri Lubis,
tahun 2011 meninggal dunia diduga akibat keletihan mengikuti acara pada masa
orientasi. Amanda mendapat hukuman fisik karena lupa membawa name tag.
Setahun
setelah itu, tragedi kembali terjadi. Seorang peserta didik baru SMA Seruni
Don Bosco, Pondok Indah, Jakarta melapor menerima bullying dari seniornya,
sepulang masa orientasi. Beserta 6 teman lain dia dibawa ke suatu tempat,
dipaksa minum miras, merokok, mata ditutup lalu dipukuli. ’’Beruntung’’ tidak ada korban tewas,
tetapi hal itu berdampak luka fisik dan trauma. Bahkan belum hilang dari
ingatan kita, tahun 2009 seorang peserta didik menghembuskan napas terakhir
usai mengikuti masa orientasi selama tiga hari. Dialah M Rajib siswa SMK
Pelayaran di Kampung Rambutan, Jakarta Timur.
Sebagaimana
dilansir media, selama kegiatan berlangsung korban disuruh jalan kaki
berkilo-kilometer dengan membawa tas berisi beban berat. Mengawali tahun
pelajaran baru, peserta didik beserta
orang tua disibukkan untuk mendapatkan beberapa benda yang ditugaskan
oleh panitia atau kakak kelas. Tugas itu kadang berkesan mengada-ada. Yang
terkenal dan sekarang sudah jarang ditugaskan adalah membuat topi dari
setengah bola, membawa dot, dan mengikat rambut atau jilbab dengan aneka
warna pita.
Setelah
sekian tahun mengukir deretan luka di hati pesertanya, kekecewaan orang tua,
dan menorehkan noda hitam di media, besar harapan kegiatan itu tahun ini
berjalan seperti tujuan semula. Suatu kesyukuran bagi semua bila kegiatan itu
terbebas dari kekerasan fisik dan verbal, bullying, perendahan martabat,
ataupun yang mengarah ke destruktif.
Kegiatan Bermanfaat
Terlebih
dilaksanakan pada bulan suci, Ramadan. Seyogianya pilih kegiatan bermanfaat
dan tugas-tugas yang mesti dikumpulkan tidak melulu harus berupa hal sia-sia.
Pilih yang berguna, sebagaimana dilakukan SMA Avicenna Cinere. Atribut dan peralatan yang dibawa peserta
diatur sedemikian rupa agar bermanfaat di kemudian hari.
Contohnya,
topi dibuat dari pot plastik, supaya nanti bisa kembali digunakan untuk
menanam bunga di sekolah. Tas yang dibawa adalah tas keranjang sampah
sehingga nantinya bisa dipakai sebagai tempat sampah. Bila adik-adik kelas
memang dipandang perlu menjalani MOPD untuk mengetahui atmosfer baru supaya
mampu bernapas lega di dalamnya, raciklah kegiatan bermanfaat yang manis dan
membuat dikenang selamanya. Sebagaimana kita senantiasa terkenang dan
menantikan manisnya takjil pada bulan Ramadan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar