Amicus Curiae,
Manuver Penyelamatan Boediono
Bambang Soesatyo ;
Anggota Komisi III DPR RI,
Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
|
KORAN
SINDO, 16 Juli 2014
Masih ada upaya menjungkirbalikkan
konstruksi hukum langkah ilegal menyelamatkan Bank Century. Sekelompok orang
coba mengubah persepsi Majelis Hakim Tipikor Jakarta dengan memberi masukan
dan pandangan bahwa kebijakan yang dirumuskan dan dieksekusi pada periode
krisis tidak bisa dikriminalisasikan.
Upaya
itu identik dengan operasi penyelamatan di detik-detik terakhir sebelum vonis
diketuk Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang menyidangkan perkara Bank Century
dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya. Pada
sidang 16 Juni 2014, Budi Mulya dituntut dengan pidana penjara 17 tahun dan
denda Rp 800 juta subsider delapan bulan kurungan penjara. Dia didakwa
menyalahgunakan wewenang dalam menetapkan Bank Century sebagai bank gagal
berdampak sistemik dan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP)
yang mengakibatkan negara rugi Rp 7,4 triliun.
Kini
Budi Mulya menunggu vonis. Dia telah mengajukan pembelaan pada sidang 30 Juni
2014. Rupanya, faktor jelang vonis itulah yang mendorong sekelompok orang berupaya
mengubah persepsi Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang mengadili perkara Budi
Mulya. Baru-baru
ini sekitar 35 orang menemui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Gusrizal
untuk menyampaikan pendapat atau amicus
curiae terkait pemberian FPJP dan bailout Bank Century. Intinya, mereka
menolak kriminalisasi langkah BI dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
menyelamatkan Bank Century.
Mereka
tentu berharap ketua PN Jakarta Pusat bisa meneruskan pandangan mereka ke Majelis
Hakim Tipikor Jakarta yang menyidangkan perkara Budi Mulya. Pandangan mereka
dijelaskan secara terbuka kepada publik dalam konferensi pers yang digelar
Jumat (11/7) sore, di Ratatouille French Bistro & Bar di Kawasan Rasuna
Said, Jakarta. Jaksa penuntut dari KPK berpendapat Budi Mulya terbukti secara
bersama-sama dengan Boediono dan Dewan Gubernur BI lain melakukan korupsi
terkait FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak
sistemik.
Maka
itu, Budi melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi No
20/ 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana
dakwaan primer. ”Terdakwa selaku deputi
gubernur BI menyalahgunakan wewenang dalam jabatannya secara bersama-sama
dengan Boediono selaku gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku deputi senior
BI, Siti Fadjriah selaku deputi gubernur Bidang 6, Budi Rochadi, almarhum,
selaku deputi gubernur Bidang 7, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim,” sebut
jaksa KMS Roni saat itu.
Tampaknya
argumentasi dan penggunaan pasal-pasal dakwaan inilah yang diperhitungkan
oleh orang-orang itu. Kalau Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang menyidangkan
perkara Budi Mulya sepakat dengan jaksa penuntut dari KPK, sangat jelas bahwa
tersangka pada dakwaan ini tidak berhenti pada Budi Mulya. Dakwaan itu bakal
menjerat nama-nama lain yang disebut jaksa penuntut, terutama Boediono.
Berdasarkan sejumlah dokumen dan penuturan para saksi di persidangan,
penyelamatan Bank Century tak layak lagi disebut kebijakan.
Penyelamatan
bank sarat masalah itu bahkan patut dikategorikan sebagai langkah ilegal
otoritas sektor keuangan dan perbankan di negara ini. FPJP oleh BI untuk Bank
Century ilegal karena tidak ada didahului dengan tahap due diligence.
Apalagi, syarat mendapatkan FPJP baru dipenuhi setelah FPJP dicairkan.
Langkah ilegal itu memenuhi asas hukum pidana, terutama oleh ragam
kejanggalan yang mendasari persetujuan FPJP dan perubahan Peraturan Bank
Indonesia (PBI). Melanggar ketentuan FPJP dan mengubah PBI bisa dikategorikan
sebagai rekayasa kejahatan. Itu sebabnya, jaksa KPK menggunakan Pasal 55 Ayat
1 ke-1 KUHP.
Destruktif
Wajar
jika amicus curiae itu mengundang
kecaman dari berbagai kalangan, termasuk pimpinan KPK. Ketua PN Jakarta Pusat
bahkan didesak menolak pendapat orang-orang itu. KPK sudah memastikan bahwa amicus curiae itu bukan variabel yang
akan memengaruhi KPK. Lagi pula, hukum acara pidana menyatakan bahwa setiap
orang yang mengemukakan pendapat hukumnya di luar sidang tidak bisa dijadikan
pertimbangan apa pun oleh hakim. Mengajukan pendapat dari luar sidang kepada
Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang berintikan pernyataan sikap menolak
kriminalisasi kasus Bank Century destruktif dan sangat berbahaya.
Juga
tidak etis karena perkaranya masih berproses. Mereka yang berpendapat bukan
berstatus saksi atau terperiksa. Manuver sekelompok orang ini dikategorikan
destruktif dan sangat berbahaya karena berpotensi memancing emosi publik dan
melukai rasa keadilan. Apalagi, sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini
sedang sensitif dan emosional akibat ketidakpastian hasil Pemilihan Presiden
2014. Sangat beralasan untuk menilai bahwa amicus curiae dari orang-orang yang coba memengaruhi persidangan
terdakwa Budi Mulya itu bermotif memperkeruh suasana terkini. Kesan mengenai
ada pembelaan terhadap koruptor bisa membuat masyarakat semakin emosional.
Manuver
itu sama sekali tidak mempertimbangkan suasana batin masyarakat kebanyakan.
Padahal, mereka yang memberi pendapat itu dikenal sebagai cendekiawan dan
beratribut tokoh masyarakat. Maka itu, mereka seharusnya bersikap bijak dan
tahu momentum. Kalau dalam situasi seperti sekarang mereka tanpa malu-malu
menyatakan sikap menolak kriminalisasi kasus Bank Century, sama artinya
mereka menyiram bensin yang akan meledakkan emosi publik. Lebih dari itu,
manuver tersebut bahkan tidak lazim dan tidak waras. Dengan amicus curiae itu, mereka secara tidak
langsung sudah melecehkan dan menyalahkan hasil sidang paripurna DPR yang
merekomendasikan proses hukum kasus Bank Century.
Mereka
juga menyalahkan dan melecehkan hasil kerja keras para penyidik KPK. Kalau
berpendapat kasus Bank Century tidak bisa dipidana, mereka bukan hanya
menghina KPK, melainkan juga melawan kehendak rakyat yang sudah menuntut agar
para perampok uang negara dihukum seberat-beratnya. Karena berperilaku tidak
etis, mereka layak dituduh menghalang-halangi proses hukum dan pengadilan
yang sedang berjalan.
Tidak
mengherankan jika Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menuding, ”Itu sudah contempt of court (menghina pengadilan). Bahkan obstruction
of justice (menghalangi jalannya peradilan).” Apalagi beberapa di antara tokoh
tersebut terdapat pihak yang terkait kasus Bank Century. Hakim dan penegak
hukum tidak boleh terpengaruh. Rakyat tidak boleh tinggal diam. Hanya satu
kata, lawan! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar