Tantangan
Baru dari Empat Ruas Itu
Dahlan
Iskan ; Menteri BUMN
|
JAWA
POS, 16 Juni 2014
Tiga jam
sebelum mendarat di New York Sabtu malam WIB, saya menerima SMS dari Gubernur
Sumatera Selatan Alex Noerdin. Agak panjang. Dilaporkan hasil rapat tentang
pembebasan lahan jalan tol Palembang–Indralaya sebagai berikut.
Pertama,
lahan Palembang–Pemulutan (7 km) telah tuntas pembebasannya. Kedua, lahan
Poros (15 km) dan Exit (4 km) sedang dalam proses (pengukuran, sosialisasi,
dan lain-lain). Pembayaran ganti rugi mulai bulan depan. Insya Allah tuntas
bulan September. Ketiga, dengan penjelasan tersebut, saya mohon pekerjaan
dapat dimulai tanggal 1 Juli 2014.
Saat itu
juga, di atas ketinggian 12.000 km di atas udara Iceland langsung saya jawab:
siaaaaap!
Hari itu, sepanjang penerbangan
pesawat A380 dari Dubai ke New York selama 13 jam, saya bisa terus bekerja.
Saya diskusikan persiapan pembangunan jalan tol Sumatera.
Terutama empat ruas yang kelihatannya bisa segera dimulai.
Berita
baik itu saya peroleh dari Menko Perekonomian Chairul Tanjung (CT). Dalam
rapat dengan semua eselon satu Kemenko Perekonomian dan eselon satu
Kementerian BUMN Kamis lalu, Pak CT menyampaikan bahwa menteri pekerjaan umum
sudah setuju menunjuk PT Hutama Karya/HK (Persero) sebagai perusahaan yang
akan mengerjakan empat ruas jalan tol Sumatera.
Yakni:
Medan–Binjai, Pekanbaru–Dumai, Palembang–Indralaya, dan Bakauheni–Tebanggi
Besar.
”Saya tidak ada kepentingan dengan HK. Siapa pun
yang ditunjuk saya setuju. Asal segera disetujui,” ujar
Pak CT menirukan pembicaraannya.
Memang
sejak hampir setahun lalu saya mengajukan PT HK untuk menangani proyek itu.
Saya juga tidak mempunyai kepentingan apa-apa dengan BUMN yang satu ini.
Bahwa saya mengajukan PT HK semata-mata karena tinggal perusahaan inilah
satu-satunya BUMN Karya yang masih 100 persen milik negara. Yang lain-lain
sudah go public.
Untuk
yang sudah go public (Wika,
Waskita, Adhi, dan PP), pemerintah tidak bisa menugasi begitu saja. Kalau
ditugasi untuk mengerjakan proyek yang kurang menguntungkan, mereka bisa
menolak. Padahal, empat ruas jalan tol tersebut belum layak secara komersial.
Saya tentu tidak mengusulkan beberapa BUMN lain yang masih 100 persen milik
negara (seperti Brantas Abipraya dan lain-lain) karena kelompok ini masih
terlalu kecil untuk tugas berat tersebut.
Memang
ada kelemahan HK yang membuat proses penugasannya ini berlarut-larut.
Misalnya adanya peraturan yang mengharuskan pengelola jalan tol adalah
perusahaan khusus jalan tol. Sedangkan HK adalah perusahaan kontraktor umum.
Untuk kelemahan ini saya bisa selesaikan.
Meski
kelihatannya sulit, bagi saya ini mudah sekali. Saya minta HK mengubah akta
perusahaannya menjadi perusahaan jalan tol. Ini pekerjaan ringan. Satu minggu
bisa selesai. Proyek-proyek non-tol yang selama ini menjadi bidang usaha HK
diserahkan saja ke anak perusahaan. Beres.
Memang,
di samping berita gembira itu, Pak Menko menyampaikan tantangan: bisakah
tanpa APBN sama sekali. Saat itu juga langsung saya jawab: seharusnya bisa,
karena itu akan saya usahakan.
Saya
tahu jawaban saya itu kurang disukai manajemen PT HK. Perusahaan ini maunya
dibantu APBN sebesar Rp 7 triliun. Bukan main gigihnya teman-teman HK
berjuang untuk mendapatkan dana APBN.
Itu agak
bertentangan dengan keinginan saya agar BUMN jangan minta-minta APBN. Selama
dua tahun jadi menteri BUMN, saya selalu menolak untuk meminta penyertaan
modal negara (PMN).
Kalau
toh ada PMN selama dua tahun terakhir, itu bukanlah PMN dalam bentuk dana
segar. Artinya, PMN itu hanyalah berupa pengesahan proyek negara di masa lalu
yang setelah jadi proyeknya diserahkan ke BUMN. Saya istilahkan hal ini
dengan PMN non-cash.
Seusai
rapat dengan Pak Menko itu, saya langsung rapat-rapat dengan BUMN Karya,
terutama dengan direksi HK. Saya juga minta saran dan pandangan BUMN Karya
yang lain untuk bisa ikut gotong royong. Kami tahu APBN kita lagi sulit.
Subsidi BBM begitu menyiksa keuangan negara. Karena itu, meminta dana APBN
sangatlah tidak bisa diterima.
Jumat
sore lalu, sambil berangkat ke bandara untuk menuju Dubai, saya bicarakan
lagi membangun empat ruas tol itu tanpa APBN. Dirut PT Jasa Marga Tbk
Adityawarman ikut urun rembuk.
Akhirnya
ditemukan cara itu. Syaratnya, pemerintah daerah setempat benar-benar harus
bisa membantu pembebasan tanahnya. HK sudah siap memulai kapan saja. Asal
tanahnya sudah bebas.
Karena
itu, dalam penerbangan dari Jakarta ke Dubai, saya hubungi berbagai pihak
yang terkait dengan jalan tol ini. Termasuk Gubernur Alex Noerdin. Untunglah, di
beberapa penerbangan internasional kini sudah disediakan fasilitas komunikasi
SMS, e-mail, dan telepon. Hasil-hasil rapat Pak Alex di Palembang, misalnya,
bisa saya ikuti selama penerbangan itu.
Demikian
juga, saya bisa terus mendalami keinginan ahli ITB Dr Eman Kartasasmita untuk
mengembangkan tanaman stevia yang akan diproduksi PT Kimia Farma Tbk. Dr
Eman, dalam komunikasi SMS dan e-mail selama penerbangan ini, menyebutkan
bahwa dirinya ingin mengembangkan zat pemanis yang bisa 24 kali manisnya dari
gula.
Minggu
ini, selama saya berada di AS, Maroko, dan Aljazair, direksi HK sudah harus
merumuskan langkah dan strategi mengerjakan empat ruas jalan tol Sumatera itu
tanpa APBN. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar