Rabu, 18 Juni 2014

Mengutamakan Rakyat

Mengutamakan Rakyat

Jaya Suprana  ;   Rakyat Indonesia
KOMPAS,  17 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Saat studi dan mengajar di Jerman yang masih disebut Jerman-Barat, saya sempat merasakan langsung suasana kemelut koalisi. Saya merasakan ada sesuatu yang tidak benar pada koalisi antarpartai politik di Jerman (Barat) itu tanpa mampu mengungkapkan apa sebenarnya yang tidak benar.

Setelah kembali ke Tanah Air pada masa Orde Baru, saya terbebas dari keresahan akibat tidak adanya makhluk politik yang disebut koalisi itu.
Namun, setelah beralih ke masa reformasi, gelanggang politik Indonesia dibanjiri aneka partai politik (parpol) yang masing-masing mati-matian berjuang memperoleh porsi kekuasaan.

Muncullah sosok makhluk politik yang disebut koalisi itu, yang sengaja dihadirkan secara konstitusional dengan alasan mendukung pilar-pilar demokrasi. Maka timbul kembali keresahan menghantui sanubari saya.

Demi tidak menyerah begitu saja terhadap kenyataan, saya mendirikan Pusat Studi Kelirumologi sebagai upaya mencari dan menelaah apa sebenarnya yang tidak benar pada kehidupan termasuk apa yang disebut koalisi.
Langkah pertama adalah mencari dan mencermati apa sebenarnya makna kata koalisi.

Meski jangkauan koalisi meluas sampai ke ekonomi, kenegaraan, agama, bahkan perang, terkesanKamus Besar Bahasa Indonesia sengaja membatasi diri pada makna politis, yaitu kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara di parlemen. Artinya, tujuan utama koalisi memang kekuasaan.

Konstitusional

Wajar bahwa tujuan koalisi antara para parpol adalah kekuasaan, karena memang itulah unsur utama yang hakiki melekat pada politik.

Tujuan segenap sepak terjang para politisi apabila lebih lanjut ditelusuri berpotensi menggelincir menjadi undang-undang dasar alias ujung-ujungnya duit.
Malah de facto sekaligus de jure, kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara di parlemen itu resmi direstui secara konstitusional oleh parlemen sebagai bagian dari hakiki mekanisme demokrasi, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di sejumlah negara penganut paham demokrasi, kecuali justru Amerika Serikat!

Namun, koalisi meresahkan nurani demokratis pada saat pertanyaan beranjak ke bagaimana koalisi dijalin oleh para parpol.

Sebelum menelaah perlu disadari bahwa makna terdasar demokrasi adalah dari rakyat untuk rakyat. Maka suatu sistem politik hanya berhak disebut demokratis apabila berdiri di atas landasan mashab dari rakyat untuk rakyat. Demokrasi sejati memang hukumnya wajib mengutamakan rakyat di atas segala-galanya.

Namun, koalisi bisa menjadi paradoks karena di sisi das Sollen koalisi merupakan bagian dari sistem demokrasi yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat.

Kenyataannya, das Sein membuktikan bahwa dalam proses pembentukan ataupun pelaksanaan koalisi mengabaikan kepentingan rakyat. Ini akibat koalisi dijalin dan dilaksanakan semata untuk memperoleh kelebihan suara. Bukan untuk rakyat, melainkan untuk parpol di parlemen!

Semua parpol memang membutuhkan suara rakyat. Maka pada masa pemilu, parpol bersemangat melibatkan dan merayu rakyat untuk memperoleh suara yang cukup agar para kadernya berhak duduk di kursi parlemen.

Sebaliknya, tidak pernah terdengar ada seorang rakyat pun dilibatkan untuk merayu parpol agar dilibatkan dalam memperoleh kelebihan suara di parlemen. Setelah rakyat memberikan suaranya, rakyat pun dilupakan dalam proses pembentukan koalisi.

Semua itu merupakan fakta tidak terbantahkan. Bahwa pada sosok koalisi memang tidak ada lagi kandungan makna terdasar demokrasi, yaitu dari rakyat untuk rakyat, karena yang ada adalah dari parpol untuk parpol.

Kepentingan rakyat

Melalui diagnosis kelirumologis akhirnya saya tersadar atas penyebab keresahan saya terhadap apa yang disebut koalisi. Ternyata koalisi merupakan suatu unsur non demokratis yang sengaja resmi dihadirkan di struktur mekanisme demokrasi.
Mengharapkan koalisi untuk dihapus dari sistem demokrasi Indonesia jelas berlebihan sekaligus tidak realistis. Mustahil mengharapkan kesempurnaan mampu hadir di tengah kemelut kehidupan politik yang tidak sempurna.

Maka yang bisa diupayakan adalah sebagai rakyat Indonesia—termasuk saya—berharap agar dalam keasyikan membentuk dan melaksanakan koalisi sebagai salah satu alat mekanisme politik, para parpol beserta kader dan pemuka masing-masing tidak memberhalakan koalisi sebagai tujuan, tetapi sekadar alat yang tulus dan nyata untuk mengabdikan diri bagi kepentingan rakyat.

Dalam perjuangan meraih cita-cita terluhur bangsa Indonesia, yakni masyarakat adil dan makmur.

Merdeka!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar