Melirik
Potensi Wisata Olahraga
Abdullah
Azwar Anas ; Bupati Banyuwangi
|
JAWA
POS, 23 Mei 2014
TIDAK
bisa dimungkiri, pariwisata sampai saat ini masih menjadi industri yang bisa
menggerakkan ekonomi dengan cepat dan efisien. Berbagai varian pariwisata
yang terus dikembangkan menjadikan sektor ini sebagai salah satu andalan
dalam perekonomian daerah dan nasional.
Satu
jenis pariwisata yang mendapat banyak perhatian dewasa ini adalah wisata
olahraga (sport tourism). Wisata
olahraga adalah jenis perjalanan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
olahraga, baik sekadar rekreasi, berkompetisi, maupun bepergian ke
situs-situs olahraga seperti stadion (Gibson,
Attle, Yiannakis, 1997).
Pitts
(1997) menggolongkan wisata olahraga dalam dua kategori, yaitu sports
participation travel (perjalanan untuk berpartisipasi dalam ajang olahraga,
baik lomba maupun sekadar menjaga kesehatan) dan sport spectatorial travel
(perjalanan menyaksikan ajang olahraga, seperti Piala Dunia, Sea Games, dan
sejenisnya).
Wisata
olahraga memang terus menggeliat. Berdasar prediksi World Tourism Organization (2001), pada 2020, akan ada 1,6 miliar
orang yang bepergian. Industri pariwisata mampu menyediakan 200 juta lapangan
kerja dengan perputaran uang mencapai USD 2 triliun. Dalam geliat industri
pariwisata tersebut, wisata olahraga menjadi salah satu yang paling pesat
perkembangannya (Neirotti, 2003).
Konsep
sport tourism memang mempunyai ceruk pasar tersendiri (niche). Pada kisaran 2000, The
British Tourist Authority dan English
Tourism Board menyatakan, 20 persen dari jumlah total wisatawan yang
datang di Inggris adalah wisatawan olahraga. Sama juga dengan Kanada yang
mencapai 37 persen.
Di
sejumlah negara maju sudah ada universitas dengan pusat studi pengembangan
sport tourism. Australia bahkan merancang National
Sports Tourism Strategy pada 1999. Sejak itu Australia menampilkan citra
bahwa ''olahraga adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Australia'' sekaligus
berpromosi bahwa Australia adalah negara tujuan wisata yang cocok untuk
kegiatan olahraga dan rumah bagi berbagai macam ajang pariwisata olahraga
tingkat dunia.
Tak Asing bagi Indonesia
Indonesia
sebenarnya sudah tidak asing dengan wisata olahraga. Pada 1962, Indonesia
menjadi tuan rumah Asian Games.
Pada tahun yang sama, Presiden Soekarno bahkan mendirikan pesta olahraga bagi
negara-negara berkembang yang dikenal dengan sebutan Games of the New Emerging Force (Ganefo) untuk menandingi
Olimpiade. Indonesia sudah menganggap penting olahraga kala itu. Walaupun,
mungkin Soekarno mengaitkan itu dengan politik, bukan dengan pariwisata.
Sekarang
industri wisata olahraga di Indonesia semakin maju. Semakin banyak ajang
olahraga yang mengundang atlet dunia dan menghadirkan banyak penonton, mulai Jakarta Marathon hingga Tour de Ijen di Banyuwangi.
Konsolidasi Sosial - Infrastruktur
Patut
digarisbawahi, perhelatan wisata olahraga tidak hanya melulu terkait dengan
pengembangan wisata dan olahraga. Sejumlah dampak positif telah lahir dari
ajang wisata olahraga dan diharapkan terus menggelinding menjadi bola salju
untuk menunjang pembangunan daerah.
Pengalaman
di daerah, seperti Banyuwangi Tour de Ijen
dan International Surfing Competition
di Pulau Merah yang rutin diadakan dalam beberapa tahun terakhir, telah
membuktikan adanya dampak ganda dari perhelatan wisata olahraga.
Pertama,
sentuhan wisata olahraga membawa banyak manfaat bagi ekonomi masyarakat.
Melalui wisata olahraga, daerah bisa berpromosi sesuai dengan potensi
sehingga muncul efek pemasaran yang baik untuk mengajak wisatawan dan
investor ke daerah tersebut. Wisata olahraga juga menjadi jawaban untuk
mengatasi kesenjangan spasial antardesa dan antarkecamatan karena pemerintah
daerah mengembangkan destinasi wisata yang ada di perdesaan dengan sentuhan sport tourism.
Bukti
nyata adalah pengalaman Banyuwangi menyelenggarakan Tour de Ijen (mulai 2012) dan Pulau
Merah International Surfing Competition (mulai 2013). Tour de Ijen (tahun ini
diselenggarakan tanggal 16 hingga 19 Oktober) dan International Surfing Competition (tahun ini digelar 23-25 Mei)
mampu semakin melambungkan nama Gunung
Ijen dan Pulau Merah menjadi
destinasi wisata unggulan. Ekonomi kreatif masyarakat bergerak. Industri
kerajinan lokal, makanan-minuman, hingga jasa penunjang pariwisata seperti
transportasi dan home stay berbasis
rumah penduduk tumbuh bersamaan. Data BPS mengonfirmasi, telah terjadi
peningkatan nilai tambah subsektor industri kreatif dalam PDRB Banyuwangi,
mulai sektor kuliner, jasa hiburan kebudayaan, perhotelan, hingga kerajinan
dan barang seni.
Kedua,
wisata olahraga terbukti bisa membangun kebanggaan dan kepercayaan diri
rakyat terhadap daerahnya. Warga yang berada di desa-desa bangga daerahnya
dikenal publik global. Dengan begitu, wisata olahraga menjadi sarana
konsolidasi sosial untuk mendesain pembangunan berbasis partisipasi, bukan
mobilisasi. Jika ditarik lebih jauh lagi, itu akan menjadi modal sosial (social capital) yang sangat berharga
untuk membangun daerah.
Ketiga,
wisata olahraga sebagai sarana konsolidasi infrastruktur. Melalui ajang
wisata olahraga, daerah memperbaiki dan membangun jalan hingga ke
pelosok-pelosok desa untuk memudahkan akses bagi wisatawan dan peserta lomba.
Pengalaman menyelenggarakan Banyuwangi
Tour de Ijen, kami memastikan 600 kilometer jalan berkualitas sangat
bagus. Perbaikan jalan itu tentu tidak hanya berguna saat lomba, tetapi juga
akan membantu mobilitas penduduk lokal untuk menggerakkan ekonomi daerah.
Dengan
berbagai dampak positif tersebut, potensi wisata olahraga di Indonesia perlu
dioptimalkan. Mengingat, negeri ini punya potensi luar biasa untuk memadukan
konsep wisata dan olahraga yang bisa menghasilkan banyak dampak positif untuk
kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar