Sabtu, 03 Mei 2014

Kepemimpinan Kelautan

Kepemimpinan Kelautan

Arif Satria  ;   Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB
KOMPAS,  03 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Harapan besar rakyat Indonesia terhadap Pemilihan Umum 2014 adalah terjadinya perubahan. Apakah setelah Pemilu 2014 nelayan dan pembudidaya ikan makin sejahtera?

Apakah laut makin memajukan ekonomi nasional? Apakah pencemaran dan kerusakan sumber daya laut makin terkendali? Apakah laut makin tertata lebih baik sehingga konflik kewenangan bisa diakhiri? Sejumlah pertanyaan awam ini makin menegaskan bahwa politik sangat menentukan masa depan laut. Lalu, perubahan politik seperti apa yang kondusif bagi pembangunan kelautan dan pilar mana yang paling bisa diharapkan dalam perubahan politik tersebut?

Tiga tingkat kesadaran

Penulis sering mengemukakan tiga tingkat kesadaran terha- dap kelautan. Pertama, kesadaran individual, yaitu ketika orang per orang memiliki pengetahuan tentang peran strategis kelautan, baik secara ekologis, ekonomi, maupun geopolitik, lalu menyadarinya tetapi tidak berujung pada aksi yang memiliki dampak apa pun secara publik. Kesadaran inilah yang bisa mendorong orang memetik manfaat individual dari sumber daya laut.

Kedua, kesadaran kolektif, yaitu kesadaran yang sudah dimiliki sekelompok orang dan telah jadi wacana di ruang publik karena kelautan sudah dianggap merupakan kepentingan bersama. Orang yang memiliki pengetahuan tentang kelautan dan lalu terus secara intensif dan masif berbagi kepada orang lain dapat melahirkan kesadaran kolektif. Umumnya kesadaran ini dimiliki kalangan masyarakat sipil, baik LSM, akademisi, maupun pers.

Adanya kesadaran ini melahirkan sejumlah program pengembangan masyarakat pesisir, kampanye cinta laut, atau gerakan konservasi. Kesadaran ini penting, tetapi tidak membawa dampak perubahan sistemik.

Ketiga, kesadaran politik, yaitu kesadaran yang berujung pada tindakan politik berupa kebijakan yang melahirkan perubahan struktural kelautan. Kesadaran ini dimulai dari kuatnya pengetahuan tentang peran penting kelautan yang lalu ditransformasi menjadi keberanian mengambil keputusan strategis dalam rangka mewujudkannya. Kesadaran politik mestinya dimiliki para politisi di DPR dan DPD serta pemerintah karena merekalah sumber kebijakan.

Bagaimana dengan kondisi di Indonesia saat ini? Para pemimpin bangsa ini—mulai dari presiden, wakil presiden, ketua DPR, ketua DPD, gubernur, hingga bupati—sadar sekali betapa penting laut. Hal ini tecermin dari setiap sambutan pada acara seminar, konferensi, atau kunjungan kerja. Namun, apakah kesadaran mereka tecermin dalam kebijakan publik?

Dengan masih belum sejahteranya nelayan, tumpang tindih kewenangan, adanya kerusakan sumber daya, dan belum maksimalnya peran ekonomi kelautan menunjukkan bahwa  kesadaran mereka paling tinggi adalah kesadaran kolektif kalau tidak bisa disebut masih bersifat individual. Artinya, meski mereka yakin bahwa laut memiliki peran penting, mereka belum mampu melakukan tindakan politik mewujudkannya. Siapa pun akan sulit mewujudkan peran strategis kelautan jika mereka masih berada pada tingkat kesadaran individual atau kolektif.

Kesadaran individual dan kolektif yang dimiliki para pengambil kebijakan dan masyarakat sipil sebenarnya merupakan modal penting, tetapi masih sangat tidak cukup. Minimal kita tidak berangkat dari titik nol. Yang saat ini kita perlukan adalah bagaimana kesadaran individual dan kolektif tersebut ditransformasi menjadi kesadaran politik sehingga bisa lahir sejumlah kebijakan strategis yang berorientasi pada kemajuan kelautan.

Transformasi kesadaran ini pernah terjadi pada kasus perubahan iklim. Sepuluh tahun lalu orang belum sadar tentang adanya perubahan iklim. Namun, para ilmuwan dengan kekuatan pengetahuannya mentransformasi kesadaran individualnya menjadi kesadaran kolektif. Perubahan iklim menjadi wacana publik.

Dengan menguatnya kesadaran kolektif ditambah kampanye dan lobi yang meyakinkan pengambil kebijakan serta adanya tekanan dunia internasional, muncullah kesadaran politik tentang perubahan iklim. Akibatnya sejumlah langkah politik konkret diambil dengan membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim, dukungan terhadap perdagangan karbon, dan upaya mengarusutamakan perubahan iklim pada seluruh kebijakan. Berkaca dari kasus perubahan iklim, mungkinkah kesadaran politik kelautan muncul?

Setelah pemilu

Kesadaran politik tersebut umumnya bersumber dari pemimpin. Kesadaran politik akan tumbuh subur saat pemimpin memiliki ocean leadership atau kepemimpinan kelautan yang kuat, yaitu kepemimpinan yang mampu melahirkan keputusan strategis untuk kemajuan kelautan.

Kepemimpinan ini pernah muncul ketika Gus Dur menjadi Presiden RI. Beliau memiliki kesadaran politik yang diwujudkan dengan langkah membentuk Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan yang lalu berubah menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Ocean leadership Gus Dur merupakan modal penting dengan harapan seterusnya bisa makin menguat seiring dengan perubahan rezim politik. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Bahkan, wacana membubarkan kementerian tersebut beberapa kali muncul hanya karena setoran pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dianggap terlalu kecil. RUU Kelautan sudah 10 tahun hanya jadi wacana. Presiden, DPR, dan DPD belum mampu mewujudkannya. Pemimpin daerah juga belum mampu menciptakan tata kelola pesisir yang baik.

Pemilu 2014 semestinya bisa melahirkan ocean leadership yang kuat. Pilpres bisa melahirkan pemimpin yang memiliki ocean leadership seperti Gus Dur yang berani membuat terobosan yang berdampak sistemik. Kepemimpinan ini diperlukan untuk tiga hal: menciptakan tata kelola laut yang baik, mewujudkan kelautan sebagai sumber pertumbuhan dan keadilan ekonomi, serta menguatkan budaya bahari yang tangguh.

Begitu pula pileg bisa melahirkan anggota legislatif yang berani memberi dukungan legislasi dan anggaran untuk tiga hal itu. Ujungnya adalah kelautan menjadi arus utama pembangunan dan ini sesuai dengan identitas bangsa bahari. Mungkinkah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar