Sabtu, 24 Mei 2014

Ada yang Tak Bisa Dikorup!

Ada yang Tak Bisa Dikorup!

Arswendo Atmowiloto  ;   Budayawan
KORAN JAKARTA,  24 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Miris. Cemas, sekaligus kuatir. Meski tak terlalu mengejutkan, Menag yang menjadi tersangka korupsi pasti membakar rasa penasaran. Kok Menteri Agama menjadi tersangka korupsi soal yang berhubungan dengan ibadah haji. Sebelumnya juga ada korupsi pengadaan kitab suci. Lalu, kalau yang sakral diembat juga oleh tokoh yang menjadi panutan, yang menjadi pemimpin, apa lagi yang tersisa?

Saya sebenarnya sudah menuliskan di kolom ini awal tahun lalu, ingin menuliskan hal-hal yang menyenangkan, yang memberi semangat. Karena ngomongi soal kekerasan seksual pada anak, bisa membuat muak. Karena tim kampanye yang pada bicara kasar—haruskah kita bicara kasar kala bertengkar? Di media sosial, hal-hal seperti ini terus berkibar, penuh dengan bongkar-membongkar dengan suara berkoar makin liar. 

Ada pengalaman lain ketika di tengah kemacetan lalu lintas mendengar berita bahwa Sutan Bathugana menjadi tersangka. Saya menuliskan di akun Twitter, @arswendo_mo: saat macet ada berita Sutan ditahan. Melegakan. Tak terlalu lama muncul reaksi. Dari akun yang tak menyamar meskipun namanya anehaneh yang membela Sutan. Bahkan, menyambar masa lalu saya mengingatkan pernah di penjara, apa ingin di-bully, Sutan belum tentu bersalah, ada barisan yang akan mengawal dan teriakan patriotis.

Itu bisa terjadi, dan tak apaapa. Begitulah aksi dan reaksi yang mengemuka, walau mungkin tak lama, karena tertimpa berita baru yang lebih seru. Seperti tersangka yang adalah Menag. Kini juga jelas terbelah. Ada stasiun tv yang mengangkat berita dengan segala ulasannya, ada yang sekilas tak jelas mengabarkan. Ada koran yang memuat di halaman pertama, koran lain memilih di halaman dalam, hanya beberapa kolom. Ada yang lengkap kronologinya, ada seolah berita yang tak terkait dengan masalah lain.

Saya berusaha tak terseret hujat-menghujat kok kementerian dengan anggaran terbesar kedua sesudah kementerian pendidikan yang pernah diusulkan dibubarkan, atau kok yang lain, sudah disebutsebut lembaga terkorup seperti halnya kepolisian. Walau tak sepenuhnya bisa, karena memberi contoh saja sudah bagian yang seret-menyeret. 

Namun, kalau boleh membela diri, saya ingin menanamkan dalam diri sendiri bahwa sesungguhnya memang kacau dan berengseklah negeri ini. Namun ada–atau banyak—hal-hal yang tak bisa dikorup. Tak pernah berhasil dirampas para koruptor terkotor sekalipun. Yaitu kasih, anugerah, rahmat dari Tuhan. Yang tak bisa dirampas, yang tak dimonopoli, oleh seseorang dengan mengatasnamakan rakyat. Bahkan, kalau seseorang itu seorang menteri sekalipun. Atau lebih tinggi pangkatnya. Atau lebih berwibawa dalam soal moral sekalipun.

Dengan menyadari bahwa kasih-Nya masih terus mengalir dalam diri kita, kita dikuatkan bahwa sesungguhnya kalau kita ini tidak korupsi tetap baik dan benar adanya. Bahwa kalau memilih jujur, itu juga bagian yang sebenarnya telah diselamatkan. Bahwa kalau kita terlihat lebih miskin, atau lebih menderita soal harta karena tak bisa menikmati korupsi, atau terkait dengannya, itu bukan dosa. Bahkan, itu sikap mulia.

Ada yang tak bisa diambil, dirampas, apa yang dicurahkan oleh Tuhan. Ada. Dan banyak. Banyak sekali. Sebanyak yang kita butuhkan untuk bisa tetap hidup dengan baik—dalam arti tidak merampas, tidak merampok, milik orang lain yang membutuhkan. Selalu ada anugerah, selalu banyak anugerah, dan sesungguhnya itu tak pernah habis. Tak tergerus bahkan ketika banyak orang menjadi koruptor dan sukses.

Cukuplah bagi kita, bagi saya, mensyukuri bahwa kita melewati perjalanan hidup bersama keluarga dengan mengandalkan anugerah-Nya, yang tak bisa diambil siapa pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar