Otda
dan Kesejahteraan Rakyat
Suhendro ; Pengamat Demokrasi Masalah Bangsa
|
HALUAN,
23 April 2014
Otonomi Daerah
(Otda) adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab
kepada daerah secara proporsional dan yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berimbang dan berkeadilan
serta perimbangan pusat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah tidak hanya
menyangkut ruang lingkup penyelenggaraan pemerintahan saja, namun harus
bisa mendorong berlangsungnya proses otonomi masyarakat di daerah.
Masyarakat otonom adalah
masyarakat mandiri, yang dapat secara bebas menentukan sendiri pilihannya
berdasarkan kebutuhan yang diperlukan dan dirasakan, seperti memilih kepala
daerah, merumuskan kebijakan pembangunan daerah dan keputusan lainnya sesuai
dengan kondisi dan kemampuan daerah.
Proses pembangunan daerah
tidak akan maksimal jika tidak ada partisipasi dari seluruh komponen daerah,
khususnya masyarakat. Selain itu, juga perlu adanya komunikasi dan
koordinasi yang baik dengan berbagai pihak terkait di daerah agar pembangunan
bisa lebih terarah dan terorganisir. Pemerintah daerah harus menyusun program
pembangunan sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas kesejahteraan warga. Untuk itu, berharap setiap pemprov di
Indonesia semangat membangun daerah bisa terus dijalankan dan tidak pernah
berhenti, karena memberi harapan besar untuk memperluas pembangunan dan
menaikkan daya saing daerah, sehingga dapat meningkatkan IPM.
Selain itu,
pemerintah daerah harus mampu menyampaikan beberapa pelaksanaan program pro
rakyat yang harus diikuti dengan perbaikan birokrasi dan peningkatan mutu
penyelenggara pemerintahan. Perencanaan APBD juga perlu disiapkan secara
matang, efisiensi, akuntabilitas, efektivitas, dan kebermanfaatan bagi masyarakat,
sehingga tidak timbul permasalahan kedepannya. Salah satu prasyarat untuk
menciptakan kemandirian daerah adanya perubahan dalam tata pemerintahan di
daerah sehingga fungsi pemerintah daerah sebagai fasilitator masyarakat biasa
optimal. Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten harus
meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian secara tegas dan jelas lebih
mengedepankan fungsi melayani dan memberikan fasilitas pada usaha-usaha pemberdayaan
masyarakat.
Pada hampir daerah
kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus
dicermati karena potensi besar menjadi kendala pelaksanaan otonomi daerah.
Untuk itu, pemerintah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan
paradigma pemerintahan dalam melaksanakan setiap kebijakan dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah. Tekad ini seharusnya terwujud dalam segala
bidang dan diupayakan seoptimalkan mungkin agar bersama-sama dengan seluruh
komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi otonomisasi yaitu keadilan
dan kesejahteraan masyarakat daerah.
Menurut UU Nomor 22
tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi,
peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dengan tetap memperhatikan
keanekaragaman dan potensi daerah. Pengaturan dan pengelolaan keuangan daerah
harus didasarkan pada perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berwujud
pada sumber pendapatan daerah dan dana perimbangan. Ada kecenderungan kuat
bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi
untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan kewenangan kepada Pemerintah
Kabupaten.
Keengganan ini akan
berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama secara
psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan
berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten.
Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja
pemerintah sehingga masyarakat akan memperoleh pelayanan yang lebih baik dan
murah. Penyelenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci
penting keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, karena merekalah
ujung tombak dan eksekutor program tersebut.
Pelaksanaan otonomi daerah
mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, meski baru berjalan
sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak
positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif
untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa
lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota. Percayalah,
Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengurus Indonesia yang sangat
luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan kepada kepala daerah untuk
membangun dan menciptakan kesejahteraan warga di daerah.
Memang benar, otonomi
daerah menciptakan raja-raja kecil di daerah yakni Gubernur, Walikota dan
Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan
daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah. Adanya
gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabupaten bahwa
sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legislatif masih
menyisakan pengaruh kebijakan pemerintah yang sentralistik, sehingga
mereka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan
prakarsa untuk melaksanakan fungsi pemerintah.
Kondisi ini tentu saja
tidak menguntungkan pelaksanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan
daerah di Kabupaten dituntut kepeloporannya untuk mencapai keberhasilan
pelaksanaan otonomi itu sendiri. Sedangkan, pelaksanaan otonomi daerah
dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat
daerah ke arah yang lebih baik.
Implementasi Otonomi
seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah
menghargai keanekaragaman dan potensi daerah. Sedangkan implementasi desentralisasi
adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan
akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan
secara demokratis. Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan
otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa
menempuh langkah-langkah alternatif yakni mengubah dan membangun kualitas
sikap dan mentalitas aparatur Pemerintah Kabupaten, mengembangkan tradisi
pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel, menggalakkan
dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan otonomi
daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai
kalangan masyarakat, menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju
kemandirian daerah, mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat
daerah dan mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan serta
menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Dilain pihak, kesiapan pemerintah
kabupaten untuk segera menyelenggarakan kewenangan pemerintah sering
terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki
sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi
daerah. Masih sedikit kabupaten di Indonesia yang mempunyai sumber data
yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan
jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan
kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik. Oleh
karena itu, akan menjadi salah satu tolok ukur kualitas pemerintah kabupaten
dalam penyelenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan,
penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar